Revolusi Administrasi Pendidikan
- vstory
VIVA – Ada revolusi dalam administrasi pendidikan Indonesia. Revolusi ini ditandai hadirnya Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang kemudian disingkat RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih.
Bagi guru, ini adalah salah satu syarat administrasi yang harus dipenuhi dan wajib disusun sebelum mengajar.
Menurut Permendikbud di atas, RPP disusun dari 13 (tiga belas) komponen. Komponen tersebut antara lain 1) identitas sekolah, 2) identitas mata pelajaran, 3) kelas dan semester, 4) materi pokok, 5) alokasi waktu, 6) tujuan pembelajaran, 7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi, 8) materi pembelajaran, 9) metode pembelajaran, 10) media pembelajaran, 11) sumber belajar, 12) langkah-langkah pembelajaran, dan 13) penilaian hasil belajar.
Mulai 10 Desember 2019, komponen RPP di atas direnovasi. Menurut Surat Edaran Mendikbud Nomor 14 di atas, penyusunan RPP harus memperhatikan 4 (empat) hal.
Pertama, dilakukan dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada murid. Kedua, komponen inti RPP adalah tujuan pcmbelajaran, langkah pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Ketiga, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP secara mandiri untuk sebesar-sebesarnya keberhasilan belajar murid. Keempat, RPP yang telah dibuat tetap dapat digunakan dan dapat disesuaikan ketentuan l, 2, dan 3.
Kehadiran Surat Edaran Mendikbud ini bukan mencabut Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016. Surat edaran itu hanya mengubah salah satu bagian Permendikbud tersebut yaitu pada komponen RPP. Artinya prinsip-prinsip penyusunan RPP dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 masih jadi pedoman utama guru.
Prinsip yang dimaksud di atas antara lain. Pertama, perbedaan individual peserta didik. Kedua, partisipasi aktif peserta didik. Ketiga, berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.
Keempat, pengembangan budaya membaca dan menulis. Kelima, pemberian umpan balik dan tindak lanjut. Keenam, penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara Kompetensi Dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar. Ketujuh, mengakomodasi pembelajaran tematik terpadu. Kedelapan, penerapan teknologi informasi dan komunikasi.
Delapan prinsip di atas harus muncul dalam RPP pada bagian langkah pembelajaran. Tidak peduli berapa jumlah komponen RPP tersebut, prinsip di atas harus diterapkan.
Bagi sebagian guru mungkin ini mudah akan tetapi bagi lainnya mungkin jadi pekerjaan tambahan. Ironisnya pemerintah tidak memberi contoh wujud RPP yang terdiri tiga komponen pokok seperti tersebut dalam surat edaran.
Efek sampingnya pun jelas. Sejak surat ini disahkan, bermunculan bentuk-bentuk RPP yang diklaim paling benar sesuai Surat Edaran Mendikbud di atas. Berbagai perdebatan juga mulai bermunculan di berbagai forum guru di grup media sosial terkait bentuk RPP yang benar.
Sebenarnya situasi seperti ini positif saja. Munculnya berbagai bentuk RPP yang diklaim paling tepat sesuai Surat Edaran Mendikbud ini merupakan bukti nyata intelektualitas guru dalam profesinya.
Hanya saja akan lebih baik jika pemerintah juga memberi contoh bentuk RPP sesuai surat edaran dan bukan sekadar memberikan konsep dalam penyusunannya. Selain sebagai acuan para guru, contoh tersebut juga dapat digunakan dasar pengembangan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Dalam Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
Rencana pembelajaran adalah salah satu syarat mewujudkan konsep pendidikan di atas. Pendidikan tanpa perencanaan akan kehilangan arah dalam pencapaian tujuan. Sedangkan rencana tanpa pedoman akan menghasilkan opini yang menilai diri paling benar.
Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri Handayani. Ungkapan ini dicetuskan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Artinya “yang di depan memberikan contoh, yang di tengah memberikan semangat dan di belakang memberikan kekuatan?.
Dalam ungkapan di atas jika guru ditempatkan pada posisi di tengah (madya) maka yang memberi contoh di depan (ngarsa) dalam hal penyusunan RPP, siapa lagi kalau bukan pemerintah.
Oleh karena itu, ada baiknya pemerintah bukan sekadar mengeluarkan Surat Edaran Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, tapi juga memberi contoh konkret bentuknya meskipun nantinya hanya sebagai alternatif bagi guru saja.