Pembangunan Wilayah Perkotaan Berkelanjutan

Sustainable City
Sumber :
  • vstory

VIVA – Daerah perkotaan merupakan pusat pertumbuhan ekonomi global yang berkontribusi sebesar 80 persen terhadap PDB global. Pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan mencapai lebih dari setengah jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Bahkan, di tahun 2035 diproyeksikan penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan mencapai 67 persen.

Presentasi di Oxford Summer Courses, Verrell Bramasta Pukau Netizen

Tingginya persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan disebabkan adanya daya tarik seperti kemudahan akses informasi, adanya fasilitas kesehatan dan perumahan yang memadai, adanya fasilitas pendidikan yang komprehensif, dan peluang mendapatkan kesempatan kerja yang lebih banyak. Hal itu yang menjadi pemicu munculnya urbanisasi secara masif dari perdesaan menuju perkotaan.

Akibat dari tingginya tingkat urbanisasi, maka jumlah penduduk di daerah perkotaan akan meningkat juga. Namun, di lain sisi, ketersediaan lahan untuk pembangunan permukiman akan tetap, bahkan cenderung berkurang.

Kasih LKPP 2023 WTP, BPK: Ekonomi dan Sosial RI Pasca-Pandemi Relatif Pulih

Hal lain yang juga berdampak terhadap kehidupan di perkotaan adalah tingginya tingkat konsumsi energi. Faktanya, lebih dari 70 persen konsumsi energi global terjadi di wilayah perkotaan.

Daerah perkotaan menggunakan hampir 70 persen sumber daya, juga menghasilkan lebih dari 70 persen emisi karbon global. Penggunaan energi listrik di dalam kebutuhan sehari-hari membutuhkan energi yang sangat besar.

SYL Mengaku Jadi Korban Framing Opini: Seolah-olah Saya Manusia Rakus dan Maruk

Di Indonesia, kebutuhan akan energi tersebut di dapatkan dari sumber daya energi batu bara dan sumber energi fosil lainnya. Penggunaan energi terbarukan yang masih minim disebabkan karena mahalnya biaya yang dibutuhkan dan juga masih tergantungnya kebutuhan energi Indonesia terhadap energi berbahan bakar fosil.

Dampak yang dapat dihasilkan dari penggunaan energi tersebut adalah timbulnya masalah lingkungan, yaitu efek rumah kaca. Sumbangsih terbesar terhadap terjadinya efek rumah kaca ada pada sektor energi sebesar 48 persen. Lainnya disumbangkan oleh sektor limbah sebanyak 10,4 persen dan sektor industri sebanyak 4,8 persen.

Rusaknya lingkungan yang disebabkan oleh efek rumah kaca juga berdampak terhadap kualitas kesehatan masyarakat. Di Indonesia, selama tahun 2018 terdapat 10 kejadian luar biasa diare yang terjadi di 8 provinsi dengan 756 penderita dan 36 kematian. Selain itu, terjadinya juga insiden pneumonia sebanyak 20,06 per 1000 balita.

Daerah perkotaan mengkonsumsi energi lebih banyak dari daerah perdesaan. Hal itu menyebabkan suhu udara di perkotaan lebih hangat dibandingkan di perdesaan, yaitu 0,6C – 1,3C.

Efek lainnya juga terjadi pada pola air, daerah perkotaan umumnya menghasilkan banyak curah hujan, tetapi air yang dihasilkan langsung menuju daerah hilir tanpa adanya resapan di setiap prosesnya, sehingga peluang terjadinya banjir lebih besar.

Masalah lain yang juga perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah perkotaan adalah ketersediaan sumber daya air. Pulau Jawa merupakan pulau dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yang mencapai lebih dari 50 persen penduduk Indonesia.

Namun, banyaknya jumlah penduduk yang berada di pulau Jawa tidak diikuti dengan ketersediaan sumber daya air yang mencukupi. Besarnya persentase ketersediaan air di pulau Jawa hanya mencapai 4,2 persen total ketersediaan air di Indonesia. Hal ini juga disinyalir akibat banyaknya sungai-sungai di Pulau Jawa yang diindikasikan berstatus cemar sedang.

Bagaimana seharusnya pembangunan daerah perkotaan?

Pembangunan daerah perkotaan kedepannya harus memiliki prinsip berkelanjutan. Prinsip pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.

Pembangunan perkotaan yang berkelanjutan juga menjadi salah satu dari 17 tujuan Sustainable Development Goals yang hendak dicapai oleh seluruh negara di dunia. Hal tersebut tertuang di dalam tujuan ke-11, yaitu membangun kota dan permukiman inklusif, aman, tahan lama, dan berkelanjutan.

Salah satu target yang hendak dicapai adalah mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan perkapita di perkotaan, termasuk dengan memberikan perhatian khusus kepada kualitas udara dan manajemen limbah lainnya.

Tantangan yang akan dihadapi dalam membangun wilayah perkotaan berkelanjutan adalah menyediakan jasa lingkungan dasar berupa akses air yang aman untuk diminum, akses untuk mendapatkan sanitasi layak, adanya fasilitas drainase, adanya manajemen pengelolaan sampah, adanya bahan bakar bersih untuk memasak, dan akses kepada transportasi publik.

Upaya nyata yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam mendukung pembangunan perkotaan berkelanjutan adalah mengurangi jumlah kendaraan pribadi baik motor maupun mobil.

Penggunaan secara masif kendaraan bermotor dan mobil berbahan bakar fosil berdampak terhadap terjadinya peningkatan polusi udara yang lambat laun mengurangi kualitas udara di daerah perkotaan.

Salah satu cara menekan penggunaan kendaraan pribadi adalah dengan menyediakan transportasi publik yang nyaman, aman, dan murah. Adanya kemudahan akses terhadap transportasi publik, dapat menjadi faktor penarik masyarakat untuk beralih dari moda transportasi pribadi ke moda transportasi publik.

Transportasi publik yang dibangun juga diharapkan menggunakan energi terbarukan sebagai bahan bakarnya sehingga mampu berkontribusi terhadap pengurangan polusi di daerah perkotaan. (Penulis: Ferdinand David Aritonang, Statistisi Pertama BPS Kaur, Bengkulu)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.