Merayakan Kemenangan di Tengah Pandemi COVID-19

Istimewa
Sumber :
  • vstory

VIVA – Hari Raya Idul Fitri tahun 1442 Hijriah sebentar lagi tiba masih ada kesamaan pada tahun lalu, di mana ini merupakan kali kedua Hari Raya Idul Fitri kita rayakan di tengah pandemi COVID-19. 

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Pemerintah juga telah mengeluarkan Addendum Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah.  Yang bertujuan untuk mengendalikan penyebaran virus corona, berlangsung selama 6-17 Mei 2021.

Secara epistemologi mudik berarti pulang kampung halaman. Sehingga bisa diartikan bahwa mudik suatu perjalanan pulang ke kampung halaman dalam kurun waktu tertentu untuk bertemu dengan keluarga dan sanak saudara di kampung halaman.

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

Yang membuat Indonesia berbeda didalam perayaan Hari Idul Fitri, karena adanya suatu tradisi dan budaya yang telah ada sejak puluhan tahun silam di mana hampir seluruh masyarakat yang ada di perantauan akan pulang ke kampung halaman untuk saling bersilaturahmi dengan sanak family, Takbiran, saling bermaafan, berziarah kubur, halal bi halal, pembagian THR, serta tidak lupa menyicipi kue atau makan khas tradisional seperti kue ketupat, obor ayam dan kuliner khas Indonesia lain nya menjadikan kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia.

Di dalam kondisi ditengah Pandemi COVID-19 yang melanda kita apa hendak kita, timbul sebuah fenomena yang sangat mengkhawatirkan kita dengan adanya masyarakat sangat nekat untuk mudik dengan berbagai cara ditempuh, ingat! Wahai saudara ku kita bisa menggunakan cara lain untuk merayakan hari lebaran tanpa mengurangi makna dari Idul Fitri itu sendiri seperti bersilaturahmi atau hala bi halal secara virtual, video call, Whatsapp, SMS, Telegram serta Media sosial lain nya.

Kedekatan Trump dan Putin Bocor, Sering Teleponan hingga Kirim Alat Tes COVID-19

Tingkat kesadaran dan disiplin juga perlu untuk kita pertanyakan sudah kah kita secara maksimal mengimplementasikan Prokes COVID-19?

Kita dapat saksikan hari ini saja untuk sebuah masker saja, jaga jarak, cuci tangan serta program vaksinasi perlu begitu banyak tim yang turun tangan seperti Polisi,Satpol PP, TNI tim Gugus COVID-19 sebegitu parahkah tingkat kesadaran kita? Belum lagi, ada pula persepsi bahwa Pandemi COVID-19 dikaitkan dengan kepentingan China serta sebarkan Hoaks lain nya.

Setidaknya untuk dapat mengelompokkan diri kita secara pribadi terkhusus untuk perilaku kita terhadap COVID-19 kita dapat mengacu pad beberapa psikolog sosial di Amerika Serikat (AS) mulai mengembangkan Health Belief Model (HBM) yang masih digunakan secara luas dalam riset perilaku kesehatan hingga kini.

HBM dapat dilihat sebagai perpaduan pendekatan filosofis, medis, dan psikologis untuk menjelaskan kepatuhan atau ketidakpatuhan masyarakat dalam melakukan upaya kesehatan.

Model ini dikembangkan untuk mengeksplorasi berbagai perilaku kesehatan baik jangka panjang maupun jangka pendek.

HBM terdiri atas enam komponen:

  1. Persepsi kerentanan (perceived susceptibility), yaitu bagaimana seseorang memiliki persepsi atau melihat kerentanan dirinya terhadap penyakit.
  2. Persepsi keparahan (perceived severity), yaitu persepsi individu terhadap seberapa serius atau parah suatu penyakit.
  3. Persepsi manfaat (perceived benefit), yaitu persepsi individu akan keuntungan yang ia dapat jika melakukan upaya kesehatan.
  4. Persepsi hambatan (perceived barriers), yaitu persepsi individu akan adanya hambatan dalam melakukan upaya kesehatan.
  5. Petunjuk bertindak (cues to action), yaitu adanya kejadian atau dorongan untuk melakukan upaya kesehatan yang berasal dari kesadaran diri atau dorongan orang lain; misalnya iklan kesehatan atau nasihat dari orang lain.
  6. Kemampuan diri (self-efficacy), yaitu persepsi individu tentang kemampuan yang dimilikinya. Seseorang yang menginginkan perubahan dalam kesehatannya dan merasa mampu, akan melakukan hal-hal yang diperlukan untuk mengubah perilaku kesehatannya; demikian pula sebaliknya.

Di satu sisi, masyarakat kurang memiliki pemahaman seberapa rentan mereka tertular COVID-19, seberapa parah penyakit ini, apa manfaat melakukan pencegahan, dan kurangnya petunjuk untuk bertindak sehingga masyarakat tidak patuh terhadap protokol kesehatan pandemi COVID-19.

Keyakinan akan kemampuan dan kesanggupan kita untuk dapat menjalankan protokol kesehatan dan bersikap tegas dengan diri sendiri, menghilangkan sikap emosional dan menetapkan tujuan terhindar dari COVID-19.

Agar tahun depan kita bisa berlebaran seperti 2019 lagi, tak ada cara lain tiap kita harus saling mengingatkan tentang wabah ini Kita cemas, akan diri kita, juga akan nasib ke depan,mari bersama menjaga keselamatan.

Keberhasilan penanggulangan Covid-19 adalah berbasis kepada kekuatan masyarakat untuk disiplin agar tetap di rumah, menjaga jarak, memakai masker saat ke luar rumah, dan tidak melaksanakan perjalanan ke manapun seperti mudik atau pulang kampung.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin.(Subhan Tomi, Aceh Singkil) 

 

 

Virus Corona atau Covid-19.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Indonesia once faced the challenges of the Covid-19 pandemic. As part of an effort to provide early prevention it, can be done by an app.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2024
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.