Kebenaran Teori Korespondensi
- vstory
VIVA – Dalam lintas sejarah, manusia dalam kehidupannya senantiasa disibukkan oleh berbagai pertanyaan mendasar tentang dirinya. Berbagai jawaban yang bersifat spekulatif coba diajukan oleh para pemikir sepanjang sejarah dan terkadang jawaban-jawaban yang diajukan saling kontradiktif satu dengan yang lainnya.
Perdebatan mendasar yang sering menjadi bahan diskusi dalam sejarah kehidupan manusia adalah perdebatan seputar sumber dan asal usul pengetahuan dan kebenaran.( Muhammad Baqir Shadr.1994).
Manusia hidup di dunia ini pada hakekatnya mempunyai keinginan untuk mencari pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Pengetahuan menurut arti sempit sebuah keputusan yang benar dan pasti.(Amsal Bakhtiar.2012)
Penulis akan mencoba menegaskan kedudukan pengetahuan dan kebenaran. apa yang dimaksud dengan korespondensi? Bagaimana latar belakang timbulnya teori korespondensi? Dan asumsi teori korespondensi terhadap kebenaran ilmu.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Teori Korespondensi
(Correspondence Theory of Truth) Teori kebenaran korespondensi, Correspondence Theory of Truth yang kadang disebut dengan accordance theory of truth, adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut.
Kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesuaian (correspondence) antara Arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyaan atau pendapat tersebut. (Jujun S. Suriasumantri.2000)
Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya.Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme.
Di antara pelopor teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, dan Ramsey. Teori ini banyak dikembangkan oleh Bertrand Russell (1972-1970). Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan. Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena.Aristoteles sejak awal (sebelum abad Modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan atau realitas yang diketahuinya(Noeng Muhadjir. 2001).
Problem yang kemudian muncul adalah apakah realitas itu obyektif atau subyektif? Terdapat dua pandangan dalam permasalahan ini, realisme epistemologis dan idealisme epistemologis.
Realisme epistemologis berpandangan, bahwa terdapat realitas yang independen (tidak tergantung), yang terlepas dari pemikiran; dan kita tidak dapat mengubahnya bila kita mengalaminya atau memahaminya. Itulah sebabnya realism epistemologis kadangkala disebut objektivisme. Sedangkan idealisme epistemologis berpandangan bahwa setiap tindakan berakhir dalam suatu ide, yang merupakan suatu peristiwa subyektif (Amsal Bakhtiar).
Kedua bentuk pandangan realistas di atas sangatlah beda. Idealisme epistemologi lebih menekankan bahwa kebenaran itu adalah apa yang ada didunia ide. Karenanya melihat merah, rasa manis, rasa sakit, gembira, berharap dan sebagainya semuanya adalah ide.
Oleh sebab itu, idealisme epistemologis sebagaimana didefinisikan di atas sama dengan subyektivitas. Misal, Semarang ibu kota Jawa Tengah. Pernyataan ini disebut benar apabila pada kenyataannya Semarang memang ibukota provinsi Jawa Tengah. Kebenarannya terletak pada pernyataan dan kenyataan. Signifikansi teori ini terutama apabila diaplikasikan pada dunia sains dengan tujuan dapat mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang.
Seorang ilmuan akan selalu berusaha meneliti kebenaran yang melekat pada sesuatu secara sungguh-sungguh, sehingga apa yang dilihatnya itu benar-benar nyata terjadi. Sebagai contoh, gunung dapat berjalan. Untuk membuktikan kebenaran pernyataan ini harus diteliti dengan keilmuan yang lain yaitu ilmu tentang gunung (geologi), ternyata gunung mempunyai kaki (lempeng bumi) yang bisa bergerak sehingga menimbulkan gempa bumi dan tsunami.
Dengan demikian sebuah pertanyaan tidak hanya diyakini kebenarannya, tetapi harus diragukan dahulu untuk diteliti, sehingga mendapatkan suatu kebenaran hakiki.
2. Latar belakang timbulnya teori korespondensi
Mengenai teori kebenaran korespondensi, rumusnya bermula dari Aristoteles. Ia menyebutnya sebagai teori penggambaran. Definisi kebenaran menurutnya adalah penyesuaian antara pikiran dengan kenyataan (Endang Saifudin Anshori, 1987: 22).
Bagi teori kebenaran korespondensi, suatu proposisi bernilai benar jika materi pengetahuan yang terkandung dalam proposisi tersebut berkesesuaian atau koresponden dengan objek yang dituju. Dalam teori kebenaran hal ini dikenal dengan proposisi dan kenyataan. Kebenaran adalah kesesuaian antara proposisi dengan kenyataan.
3. Asumsi Teori Korespondensi Terhadap Kebenaran Ilmu
Kebenaran dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu kebenaran epistomologi, omtologis, dan semantis. Kebenaran epistomologi adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran ontologism adalah kebenaran sbagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Sedangkan kebenaran semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa.
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan adalah benar jika korespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang di tuju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang di maksud oleh suatu pendapat dengan fakta.
Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori empiris pengetahuan. Teori kebenaran ini paling awal sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena Aristoteles sejak awal mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.
Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima secara luas oleh kelompok realis,. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita (fidelity to objective reality).
Kebenaran sebagai persesuaian juga disebut sebagai kebenaran empiris, karena kebenaran suatu pernyataan proposisi atau terori ditentukan oleh pernyataan atau teori didukung fakta atau tidak. Suatu ide, konsep, atau teori yang benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan pengetahuan iyu.
Oleh karena itu, bagi teori ini mengungkapkan realitas adalah hal yang pokok bagi kegiatan ilmiah. Dalam mengungkapkan realitas itu, kebenaran akan muncul dengan sendirinya ketika apa yang dinyatakan sebagai benar memang sesuai dengan kenyataan.
C. PENUTUP
Kesimpulan dari teori korespondensi adalah adanya dua realitas yang berada di hadapan manusia, pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi berhubungan dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut menurut teori korespondensi ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena itu tergantung kepada kondisi yang sudah ditetapkan atau diingkari.
Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak maka petimbangan itu salah. Dengan ini aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Jadi suatu pernyataan dianggap benar jika apa yang di nyatakan memiliki keterkaitan dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu. (Erlina Samosir, Nuralinda Sari, Mahyuni, Fahri Hidayat, Mahasiswa Prodi S1 Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam DaarAl Uluum Asahan Kisaran)