A Perfect Fit, Gabungan Sempurna Romansa dan Budaya
- vstory
VIVA – Film keluaran terbaru Netflix ini merupakan salah satu film yang harus masuk ke list “wajib ditonton” kalian! Film karya Hadrah Daeng Ratu ini ditulis oleh Garin Nugroho. A Perfect Fit mengangkat kisah cinta sosok perempuan Bali dan kental akan unsur adat dan budaya.
Film ini menceritakan tentang seorang fashion blogger yang bernama Saski (Nadya Arina) yang bertemu dengan Rio (Refal Hady) seorang pemilik toko sepatu. Kisah cinta mereka dimulai karena seorang peramal menghampirinya dan memberikan daun kering yang dianggap bisa mengantarnya ke sebuah “jalan baru”.
Ketulusan hati seorang Rio yang berupaya untuk meluluhkan hati Saski merupakan inti dari cerita ini. Harusnya hal ini terasa mudah, namun Saski ingin dipersunting oleh laki-laki lain, yaitu Deni (Giorgino Abraham). Begitupun dengan Rio, yang telah bertunangan dengan Tiara (Anggika Bolsterli). Meskipun konflik yang disuguhkan sedikit rumit, namun film ini mengemasnya dengan sangat ringan dan menggemaskan. Sehingga kisah romantis antara mereka berdua tetap mampu menyentuh hati para penontonnya.
Bukan hanya kisah cinta, film ini juga memberikan beragam unsur budaya Bali. Diantaranya adalah penggunaan bahasa dan aksen yang dilakukan oleh para pemeran, melibatkan adat istiadat dalam beberapa scene, hingga membahas kepercayaan masyarakat bali. Keindahan budaya Bali pada film ini bisa dilihat dalam beberapa adegan, mulai dari awal hingga akhir film. Secara langsung, film ini memperkenalkan budaya khas provinsi Bali kepada para penontonnya. Berikut adalah beberapa budaya Bali yang dapat kalian temui di film A Perfect Fit!
Budaya Bali Dalam Film A Perpect Fit
1. Melukat
Kata Melukat diambil dari bahasa jawa kuno yaitu lukat, bersih. Di Bali, melukat merupakan suatu prosesi membersihkan diri dari hal kotor yang ada di diri kita, dan menggantinya dengan hal-hal positif untuk melanjutkan hidup kedepannya. Melukat biasa dilakukan pada mata air atau aliran sungai di laut atau pertemuan laut dan sungai, pantai, serta pura tempat pemandian di Bali.
Dalam film ini, ada adegan dimana Saski melakukan ritual melukat di suatu mata air dan dipimpin oleh seorang pemangku. Kata pemangkunya sih, “dengan hati yang bersih, sekarang kamu bisa melihat dengan jernih” pasti ada suatu pertanda nih untuk Saski!
2. Menentukan hari baik
Biasanya, sebelum melaksanakan sebuah hari penting, masyarakat Bali melakukan sebuah upacara penentuan hari baik, atau yang lebih dikenal dengan istilah Dewasa (Padewasaan) atau Wariga Dewasa. Dalam proses penentuan ini membutuhkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam Wariga Dewasa yang kompleks.
Untuk mempermudah proses penentuan hari baik, masyarakat Bali biasa menggunakan kalender Bali versi cetak yang didalamnya telah berisi baik buruknya hari untuk suatu kegiatan. Upacara penentuan hari baik pada film ini, dilakukan saat Saski dan Deni ingin menikah. Mmm, hasilnya baik atau buruk ya?
3. Mepantigan atau Gulat lumpur
Dalam film ini, waktu Saski (Nadya Arina), Deni (Giorgino Abraham), Rio (Refal Hady), dan Tiara ( Anggika Bölsterli) mengunjungi Pak Ketut untuk memilih sepatu pernikahan mereka. Tiba-tiba warga desa berkumpul dan suasana menjadi ramai, ternyata ada pelaksanaan Mepantigan. Sama seperti cara melakukannya, Mepantigan memiliki arti saling membanting.
Para peserta melakukannya di dalam kubangan lumpur dan bertanding satu lawan satu. Bukan hanya keberanian, dalam melakukan Mepantigan juga dibutuhkan teknik agar bisa menjatuhkan lawan. Rio dan Deni melawan satu sama lain lho! menurut kalian siapa yang menang?
4. Lontar Bali
Ibu dan Ayah Saski dalam film ini diceritakan sebagai pembaca Lontar yang terkenal. Kalian sudah tau belum, Lontar itu apasih? Lontar memiliki hubungan erat dengan kepercayaan dan kehidupan beragama di Bali.
Bagi masyarakat Bali, Lontar merupakan kitab suci yang juga dijadikan sebagai pegangan hidup sehari-hari. Ada hari khusus untuk menyucikan dan menghormati Lontar, yaitu hari Puja Saraswati. Dimana beberapa Lontar terpilih dikumpulkan, yang kemudian akan dibacakan dan dinyanyikan pada malam hari.
Tanggapan Penikmat Film dan Direktor Film
Menurut salah satu penikmat film, Alvina Nurhaliza yang merupakan seorang mahasiswi di Universitas Al-Azhar Indonesia, film ini menyuguhkan kombinasi sempurna pada alur cerita yang disajikan. Namun menurutnya, sisi kekayaan alam dan budaya bali yang ditampilkan membuat film ini menjadi lebih berkesan jika dibanding dengan film lainnya. Menurutnya, budaya Bali yang disajikan di dalam film sangat bisa membawa suasana Bali bagi para penontonnya.
“Budaya Bali! Sepanjang film seolah-olah diajak ikut masuk ke dalam film, untuk lebih mengenal budaya Bali.” Ujar Alvina
Sedangkan menurut Eminensi seorang Produser Televisi, mengatakan bahwa film ini sangat cocok ditonton bagi remaja hingga dewasa yang biasanya lebih tertarik ke film dengan genre romance. Selain itu penambahan kemasan film yang sangat Bali dengan memasukan kegiatan-kegiatan budaya Bali, seperti upacara pembukaan took dan melukat bisa menjadi hal baru bagi para penontonnya. Agar budaya Bali bisa diketahui oleh lebih banyak orang lagi. Selain itu ia juga mengatakan bahwa film ini membangkitkan keinginan untuk mengunjungi Bali.
“Saya rasa, di situasi saat ini, saat disuguhkan film dengan nuansa Bali, cukup memberikan keinginan yang besar untuk hadir ke Bali. Tetapi sebaiknya setelah PPKM selesai yaa” Ucapnya.
Lalu Eminensi juga menambahkan pendapatnya, bahwa film ini bisa memperkenalkan Indonesia ke kancah internasional.
“Saya rasa Bali sudah dikenal di dunia dan saya berharap dengan film ini ada di salah satu aplikasi film online yg bisa di akses di dunia, Bali dapat bangkit kembali menjadi salah satu destinasi wisata terbaik di dunia. Serta mampu untuk meningkat perekonomian masyarakat Bali setelah pandemi panjang ini.”
Kaitan budaya dan romansa yang ringan membuat film ini menjadi comfort movie kalian lho!