Kasihan, Yatim Piatu Ini Mengidap Penyakit Seperti Robot
VIVA – Remaja berusia 18 tahun ini sudah hampir tiga tahun dilanda kesakitan. Namun, ia belum juga mendapatkan penanganan medis yang layak. Siti, bocah asal Kampung Ciherang, RT3, RW8, Desa Girijaya, Kecamatan Warung Kiara, Kabupaten Sukabumi ini, menderita penyakit yang tidak biasa, karena seluruh tubuhnya merasa kaku.
Hal itu bermula ketika ia duduk di bangku kelas 2 SMP, tepatnya saat sedang latihan Paskibra. Tiba-tiba tubuhnya lemas dan kakinya terkilir yang menyebabkan saraf pada persendiannya sakit dan kaku seperti robot. Sehingga terjadi gangguan pada tulang ekor punggungnya dan mengalami kerusakan. “Sejak kejadian itu, tubuhnya menjadi mengecil. Gangguannya ada di tulang ekor punggung,” imbuh salah satu tokoh masyarakat, Febri.
Siti hanya tercenung di rumah sempitnya, sambil merasakan sakit yang luar biasa. Ia mengalami kesulitan berdiri, duduk atau jongkok, serta sulit menggerakkan anggota tubuh lainnya. Bahkan, untuk buang air kecil atau besar, harus dilakukannya sambil berdiri. Apabila jongkok, ia akan menjerit karena merasakan sakit yang luar biasa.
“Sampai hari ini, kalau mau buang air, harus berdiri, enggak bisa jongkok. Tapi sekarang mulai dipaksakan. Walaupun kalau dipaksakan juga suka menjerit karena kesakitan. Kalau duduk juga bisanya di tempat yang tinggi,” jelas Febri.
Ia mengatakan, Siti belum pernah mendapatkan ASI dari ibu kandungnya. Karena ibunya meninggal dunia saat melahirkan remaja tersebut. Kemudian saat ia menginjak usia remaja, sang ayah kembali pada pangkuan yang Maha Kuasa. “Siti ini dari kecil tidak pernah mendapatkan ASI, karena ibunya meninggal saat melahirkan. Hingga menuju remaja, bapaknya juga ikut meninggal,” ungkap Febri.
Ketika masa kanak-kanaknya pun, Siti jarang mendapat kasih sayang dari sang ayah. Karena ayahnya bekerja serabutan di luar kota. Ini membuatnya jarang pulang untuk mengunjungi putrinya di kampung halaman. “Dari kecil, ia jarang sekali melihat bapaknya. Karena bapaknya hanya mengunjunginya tiga sampai empat kali dalam setahun,” tambahnya.
Kini, ia menjadi yatim piatu. Kehilangan sang ayah dan ibunya, tentu menjadi ujian terberat dalam hidupnya. Di saat sakit yang dialaminya begitu luar biasa, ia harus menjalani hari-harinya tanpa orang-orang tercinta. Sekarang, ia dirawat oleh salah seorang saudara kandung ayahnya yang kini menjadi ibu angkatnya.
Keterbatasan ekonomi yang sangat kurang, menurut Febri, membuat pengobatan dan penanganan medis yang dilakukan kurang intensif. Tidak adanya biaya menjadi kendala utama. Ibu angkatnya yang hanya bekerja serabutan tak cukup untuk membiayai pengobatan Siti.
Sebelumnya, lanjut Febri, Siti sempat mendapat penanganan medis dan berobat rawat jalan dengan mengandalkan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Dari pihak Rumah Sakit hanya memberikan terapi laser dan pemberian obat saja. Menurut pihak Rumah Sakit, Siti diharuskan rutin menjalani terapi satu minggu sekali, setiap hari Rabu.
Lokasi rumah dengan Rumah Sakit yang amat jauh serta kurangnya biaya ongkos pulang pergi, menyebabkan berobat rawat jalannya terhenti. Waktu yang ditempuh menuju Rumah Sakit bukan hanya satu hingga dua jam, terkadang hal itu membuat remaja tersebut merasa kelelahan.
Penyakit dan kondisinya yang tidak memungkinkan, serta keadaan ekonomi yang sulit, membuat remaja asal Sukabumi itu, terpaksa harus berhenti sekolah. Bahkan dalam kondisi keterbatasan fisiknya yang sulit bergerak dan semakin mengecil, ia tetap berkeinginan untuk melanjutkan sekolahnya yang sempat terhenti. (Tulisan ini dikirim oleh Dila Nurfadila)