Pelabuhan Sunda Kelapa, Dulu dan Kini
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA – Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan tertua yang ada di Indonesia, dan merupakan cikal bakal terbentuknya Kota Jakarta. Pada awalnya, Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan Kerajaan Pajajaran di muara Ciliwung, yang kemudian berkembang menjadi Kota Jakarta. Sunda Kelapa ditetapkan sebagai nama resmi pelabuhan ini pada 6 Maret 1974, berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta.
Pelabuhan Sunda Kelapa sejatinya sudah ada sejak abad ke-5, dan merupakan pelabuhan yang berada di bawah kepemilikan Kerajaan Tarumanegara. Namun, pada abad ke-12 berpindah tangan menjadi milik Kerajaan Sunda. Menurut sejarahnya, Pelabuhan Sunda Kelapa dibangun tahun 1610 dengan kanal sepanjang 810 meter. Tahun 1817, pemerintah Belanda memperbesarnya menjadi 1.825 meter. Setelah zaman kemerdekaan, dilakukan rehabilitasi sehingga memiliki kanal sepanjang 3,250 meter dan dapat menampung 70 perahu layar dengan sistem Susun Sirih.
Sampai sekarang, pelabuhan ini masih berfungsi sebagai pelabuhan yang melayani kapal-kapal tradisional, yaitu angkutan antar pulau di Indonesia. Di kawasan ini sekarang diadakan pemugaran-pemugaran, antara lain untuk gedung Museum Bahari (dulu bernama Pasar Ikan).
Pada tahun 1610, Belanda membuat perjanjian dengan Pangeran Jayawikarta atau Wijayakarta, penguasa Jayakarta saat itu. Dalam perjanjian tersebut, disebutkan bahwa Belanda diizinkan membuat gudang dan pos dagang di timur muara Sungai Ciliwung. Setelah perjanjian disetujui, Belanda pun mendapat keuntungan yang besar akibat perdagangan rempah-rempah yang mereka lakukan di negeri asal mereka. Melihat keuntungan yang pesat, Belanda akhirnya memutuskan untuk melakukan ekspansi di Jayakarta dan kemudian mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia.
Di bawah kekuasaan Belanda, Pelabuhan Sunda Kelapa kemudian direnovasi. Pelabuhan Sunda Kelapa yang tadinya hanya memiliki kanal sepanjang 810 meter, diperbesar hingga menjadi 1.825 meter. Mulai masuk abad ke-19, Pelabuhan Sunda Kelapa mulai sepi akibat terjadinya pendangkalan air di daerah sekitar pelabuhan. Sehingga menyulitkan kapal dari tengah laut yang hendak berlabuh.
Padahal, pada saat itu Terusan Suez baru saja dibuka dan seharusnya bisa menjadi peluang besar bagi Pelabuhan Sunda Kelapa untuk dapat berkembang lebih pesat lagi. Melihat pelabuhan ini menyia-nyiakan potensi yang diberikan oleh Terusan Suez, Belanda kemudian mencari tempat baru untuk mengembangkan pelabuhan baru.
Perhatian Belanda untuk mengembangkan pelabuhan pun jatuh kepada kawasan Tanjung Priok. Tanjung Priok kemudian berhasil berkembang menjadi pelabuhan terbesar se-Indonesia. Peran Pelabuhan Sunda Kelapa pun tergantikan dengan keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok ini.
Kini, Pelabuhan Sunda Kelapa tidak terlihat sesibuk saat masa jayanya. Pelabuhan ini sekarang hanya melayani jasa untuk kapal antar pulau di Indonesia. Namun mengingat memiliki nilai sejarah yang tinggi, kini pelabuhan ini dialihfungsikan menjadi situs sejarah. Bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang ada di sekitar wilayah pelabuhan kini dijadikan museum. Ada beberapa museum di sekitar pelabuhan, seperti Museum Bahari, Museum Fatahillah, Museum Wayang, dan lain sebagainya.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, walaupun Pelabuhan Tanjung Priok sudah dibangun, namun Pelabuhan Sunda Kelapa yang tadinya menjadi pasar ikan masih banyak dikunjungi berbagai macam pedagang dari dalam maupun luar negeri.
Mengingat Pelabuhan Sunda Kelapa aktivitasnya tinggi, maka pada 1977 kegiatan pendaratan ikan lewat jalur pelabuhan tersebut dinyatakan tertutup berdasarkan Kep. Gub. KDKI No. 268 Tahun 1977. Dimana kegiatan pendaratan ikan melalui Pelabuhan Sunda Kelapa dinyatakan ditutup. Namun untuk aktivitas bongkar muat dan pelelangan ikan tanpa jalur laut, diizinkan sampai sekarang dimana diberikan klasifikasi menjadi Pos Retribusi Ikan.
Pada saat ini, Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan menjadi kawasan wisata karena nilai sejarahnya yang tinggi. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa adalah salah satu pelabuhan yang dikelola oleh PT Pelindo II yang tidak disertifikasi International Ship and Port Security karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk kapal antar pulau.
Saat ini, Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 hektar serta luas perairan kolam 16.470 hektar, yang terdiri atas dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 meter dan luas kolam lebih kurang 1.200 meter yang mampu menampung 70 perahu layar motor.
Pelabuhan Kalibaru panjangnya 750 meter lebih dengan luas daratan 343.399 meter persegi. Luas kolam 42.128,74 meter persegi, dan mampu menampung sekitar 65 kapal antar pulau dan memiliki lapangan penumpukan barang seluas 31.131 meter persegi.
Dari segi ekonomi, pelabuhan ini sangat strategis. Karena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Sebagai pelabuhan antar pulau, Sunda Kelapa ramai dikunjungi kapal-kapal berukuran 175 BRT.
Barang-barang yang diangkut di pelabuhan ini selain barang kelontong adalah sembako serta tekstil. Untuk pembangunan di luar Pulau Jawa, dari Sunda Kelapa juga diangkut bahan bangunan seperti besi beton dan lain-lain. Pelabuhan ini juga merupakan tujuan pembongkaran bahan bangunan dari luar Jawa seperti kayu gergajian, rotan, kaoliang, kopra, dan lain sebagainya.
Bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional. Di pelabuhan ini juga tersedia fasilitas gudang penimbunan, baik gudang biasa maupun gudang api. Dari segi sejarah, pelabuhan ini pun merupakan salah satu tujuan wisata bagi DKI.
Tidak jauh dari pelabuhan ini, terdapat Museum Bahari yang menampilkan dunia kemaritiman Indonesia masa silam serta peninggalan sejarah kolonial Belanda masa lalu.Di sebelah selatan pelabuhan ini, terdapat pula Galangan Kapal VOC dan gedung-gedung VOC yang telah direnovasi. Selain itu, pelabuhan ini direncanakan akan menjalani reklamasi pantai untuk pembangunan terminal multifungsi Ancol Timur seluas 500 hektar.
Pelabuhan Sunda Kelapa ini juga sangat sering dikunjungi mahasiswa maupun fotografer yang ingin mengabadikan momen di sana. Dimulai dari harga tiket masuk yang murah, yakni Rp5.000 untuk mobil dan Rp2.500 untuk motor. Di tambah, pelabuhan ini sangat bersih dan unik untuk dijadikan spot foto. Kapal-kapal yang terparkir di pelabuhan sangat rapi sehingga menarik untuk berfoto di sana.
Bahkan, di sana juga terdapat sampan yang siap mengantar kamu untuk mengelilingi pelabuhan. Harganya pun terjangkau. Untuk dua sampai tiga orang dikenakan biaya Rp35.000 sekali mengelilingi pelabuhan. Jika kamu ingin bertanya bagaimana sejarahnya pelabuhan ini, bapak yang mendayung sampan pun siap menceritakannya. Tak hanya keindahan pelabuhan yang bisa kamu dapat, bahkan sejarahnya pun dapat menambah wawasanmu. (Tulisan ini dikirim oleh Dina Chairina, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Nasional)