Demokrasi yang Terbajak Mahar Politik

Ilustrasi suap.
Sumber :
  • http://www.blogpakihsati.com

VIVA – Proses Pilkada serentak telah dimulai. Pendaftaran calon telah dilakukan saat ini dan sedang dalam proses verifikasi berkas dan pengecekan oleh KPU. Di awal proses demokrasi ini, kita dikejutkan dengan isu mahar politik. Sosok yang menghembuskan isu ini tidak tangung-tangung. Sosok La Nyalla Matalitti, mantan ketua PSSI dan KPSI ini membeberkan kalau ada mahar politik yang diminta oleh partai politik.

Pilkada 2020, Harapan Membaiknya Pesta Politik Rakyat

Partai yang dituduh melakukan mahar politik adalah partai  pemenang ketiga dalam Pileg 2014 kemarin. Partai Gerindra dituduh oleh La Nyalla telah meminta mahar untuk pencalonannya dalam berkompetisi politik di Pilkada Jawa Timur.

Kita selaku masyarakat terkejut dengan adanya isu mahar politik ini. Yang semakin membuat kita kurang simpati kepada partai politik. Dengan  keterangan La Nyalla, semakin membenarkan kalau isu mahar politik ini ada dalam proses mendapatkan tiket pencalonan kepala daerah.

KPK Apresiasi Caleg Tanpa Mahar ke Parpol

Sebenarnya, di setiap momen pencalonan, isu mahar politik  ini sering berhembus. Hanya bedanya, tidak ada orang yang berani mengungkapkannya. Kalau apa yang disampaikan La Nyalla ini benar adanya, maka mahar politik membuat demokrasi dibajak.

Elemen terpenting dalam demokrasi adalah partai yang mengusulkan calon-calon kepala daerah dengan melakukan praktik- praktik transaksional. Praktik mahar politik memang rentan terjadi, dan seakan menjadi kebiasaan di dunia politik pencalonan kepala daerah. Karena agak berbeda tipis dengan cost politik yang perlu disiapkan. Dan biasanya, ini dilimpahkan biayanya kepada calon yang akan maju.

20 Calon Kepala Daerah Akui Beri Mahar ke Partai Politik Ratusan Juta

Perbedaan cost politik dan mahar politik cenderung disumirkan. Sehingga agak sulit untuk membuktikan bahwa itu mahar politik atau untuk biaya pemenangan yang dikelola oleh partai politik. Karena memang Pilkada memerlukan biaya besar, seperti pengadaan atribut dan marketing politik. Sampai ada istilah, hanya orang berduit saja yang bisa menjadi calon kepala daerah.

Mahar politik yang saat ini menjadi isu hangat, semestinya menjadi cambuk bagi partai politik untuk menghindari praktik- praktik seperti itu. Semoga dalam hari pemilihan nanti, kita tidak mendengar adanya politik uang sedikit pun, baik dengan modus lama ataupun baru. Semoga demokrasi di Pilkada serentak nanti bisa berjalan bersih dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang berperadaban. Kalau ini tidak terwujud, maka demokrasi akan suram.

Kita semua menginginkan lahirnya pemimpin yang tidak memiliki beban politik. Pemimpin yang memiliki konsep untuk membangun daerah dan bangsa. Yang bisa terhindar dari praktik-praktik koruptif yang merusak tatanan yang ada. Dan kita sangat berharap, ke depan tidak ada lagi pemimpin- pemimpin daerah yang terkena OTT KPK karena korupsi. (Tulisan ini dikirim oleh Deni Yusup)

Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Oesman Sapta Odang

Jadi Ketum, OSO Tegaskan Tak Ada Mahar Politik dalam Hanura

Hanura akan terus dekat bersama dengan rakyat.

img_title
VIVA.co.id
24 Januari 2020