Menengok Jejak Makam Cina di Kota Depok

Bangunan makam China di dalam kompleks pemakaman keluarga.
Sumber :

VIVA – Ramai dan riuh dengan hawa panas menyeruak di pinggir kota metropolitan. Padat, bangunan-bangunan saling berimpit seakan tak mau lepas. Rindangnya pohon-pohon di pinggir jalan tak jua membuat hawa panas menjadi hilang.

Luas memang kota ini, sangat. Kota dengan kepadatan penduduk yang terbilang cukup banyak. Saat memasuki kota ini, kita akan disuguhkan pemandangan gapura selamat datang dengan hiasan buah khas kota ini, belimbing, di atas gapuranya.

Depok, salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat, yang berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan dan Kabupaten Bogor. Kota ini dikenal dengan sebutan Kota Belimbing, Karena belimbing sangat prospektif dikembangkan di kota ini dan menjadi unggulan di kota Depok.

Kebanyakan orang bila ditanya tentang Depok, hal pertama yang akan dikatakan adalah Kota Belimbing. Sama seperti Kota Bogor dengan sebutan Kota Hujan. Penghasil belimbing terbanyak terdapat di kawasan Sawangan, Depok. Karena masih banyak lahan-lahan kosong untuk berkebun. Tidak seperti di Depok kota yang sudah padat oleh bangunan-bangunan pertokoannya.

Tidak hanya menjadi kota administratif seperti kebanyakan kota-kota administratif lainnya, Depok memiliki berbagai cerita peninggalan sejarah di dalamnya. Mulai dari sejarah awal mula tebentuknya kota Depok, sejarah awal mula kedatangan bangsa Belanda di kota ini, hingga awal mula kedatangan etnis Tionghoa yang sempat singgah di kota Depok ini. Yang menjadikan salah satu kawasan di kota ini dinamai dengan nama serupa.

Pondok Cina, tempat tinggal etnis Tionghoa. Tidak sekarang, tetapi dahulu. Saat Kota Depok tidak semaju sekarang. Saat Kota Depok masih berupa lahan kosong di mana-mana. Saat kota Depok masih belum dinamai demikian. Ya, dahulu sekali.

Kedatangan warga etnis Tionghoa di kota ini yang tadinya hanya sekadar tempat berlalu-lalang untuk berdagang, berubah menjadi tempat hunian. Depok yang dulu bukanlah yang sekarang. Bangunan-bangunan ruko dan pertokoan terlihat sesak berdempetan satu dengan yang lainnya di sepanjang kawasan ini.

Tidak hanya padat dengan gedung-gedung pertokoan, lalu lintas di kawasan ini pun tak mau kalah padatnya. Hilir mudik kendaraan berlalu-lalang di sepanjang jalan ini. Salah satu kawasan dengan nama cukup unik, Pondok Cina. Yang akan terbersit dalam pikiran pertama kali adalah bahwa kawasan ini adalah adalah tempat tinggal orang-orang dengan etnis Tionghoa.

Dahulu, memang demikian. Kini semua telah berlalu. Pondok Cina bukan lagi sebagai tempat tinggal orang-orang dengan etnis tersebut. Semua melebur, beragam suku tinggal di kawasan ini. Bukan hanya etnis Tionghoa, tetapi juga ada suku lainnya. Tetapi, anehnya tidak lagi dapat ditemui keberadaan masyarakat etnis Tionghoa di kawasan ini. Justru, dapat kita temui orang-orang dengan etnis ini di kawasan Pemuda, Depok yang jaraknya cukup jauh dari Pondok Cina.

Seiring berjalannya waktu, keberadaan etnis Tionghoa yang semakin menghilang ini tak menjadikan warisan budaya dan situs-situs sejarahnya ikut luntur tergerus zaman. Masih terdapat beberapa situs sejarah yang dapat menjadi penambah wawasan seperti salah satunya adalah Makam Cina kuno yang berada di Jalan Karet, Margonda, Depok.

Posisinya berada di tengah-tengah antara Gedung Gramedia dan pusat perbelanjaan Margocity. Akses yang dilalui cukup mudah, karena tidak jauh dari jalan utama. Kompleks Pemakaman Cina kuno yang terdapat di Jalan Karet ini diperkirakan sudah berusia ratusan tahun.

Keberadaan makam ini sesungguhnya sangat tidak mencolok seperti kebanyakan makam Cina yang ada. Makam ini dipagari oleh dinding-dinding tinggi yang mengelilinginya. Selain itu, pemandangan lain yang dapat dilihat selain makam adalah pohon-pohon besar yang menjulang tinggi dengan daun yang rindang.

Pintu masuk ke kompleks pemakaman ini pun ditutup oleh pagar dan dijaga oleh pengurus makam ini. Sehingga menjadikan makam ini terkesan agak private atau tertutup. Saat melintas di depan kompleks pemakaman ini, tak akan terpikir bahwa di sini ada makam Cina, karena tidak terlihat demikian. Seperti rumah biasa bentuknya.

Menurut penuturan penjaga dari makam ini, tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalam kompleks pemakaman jika belum memiliki izin dari sang pemilik. “Saya enggak berani bawa masuk orang luar kalau belum ada izin dari yang punya,” ujar Pak Rahmat, pada saat wawancara dengannya.

Ia menambahkan, bahwa kompleks pemakaman ini bukan untuk umum, melainkan hanya milik satu keluarga. Tentunya tidak semua orang diperbolehkan masuk untuk sekadar melihat dan berkunjung. Sebuah peninggalan yang seharusnya diabadikan sebagai penambah wawasan bagi penerus bangsa. Namun, pasti ada alasan di baliknya mengapa diberlakukan demikian.

Saat ditanya alasan peraturan tersebut, Pak Rahmat menjawab itu sudah keputusan dari pihak pemilik makam, ia pun tak tahu alasan pastinya. “Saya enggak tahu kalau itu. Saya juga enggak berani nanya ke yang punya,” jawabnya.

Ibu Zahra yang saat itu menemani Pak Rahmat saat wawancara menambahkan bahwa pihak keluarga dari pemilik makam ini masih sering berkunjung. Mereka biasanya berkunjung saat menjelang Tahun Baru Cina atau Imlek. Kegiatan yang dilakukan pun bukan sekadar berkunjung, namun mereka menyalakan dupa dan berdoa di makam. Melepas rindu dengan keluarga yang telah berpulang lebih dulu. Manusiawi, memang sudah sepatutnya seperti itu.

Apartemen Tempat Kelahiran Che Guevara Mau Dijual

Ia melanjutkan, bahwa tidak pada hari-hari menjelang Imlek saja mereka berkunjung ke makam, namun juga pada saat hari meninggalnya anggota keluarga yang telah dimakamkan tersebut. “Iya, enggak cuma pas Imlek saja pada ke sini. Tapi pas hari meninggalnya juga mereka datang,” ucapnya.

Saat saya menanyakan apakah banyak warga atau mungkin mahasiswa yang berkunjung ke makam ini, Ibu Zahra menjelaskan bahwa cukup banyak warga yang datang untuk sekadar melihat namun tidak bisa masuk. Hanya bisa mengintip dari luar tembok.

Gereja Yahudi Kuno Berusia 2.700 Tahun Terbuat dari Ganja

Tetapi, ternyata ada pengecualian untuk mahasiswa yang berkunjung. Karena mahasiswa diperbolehkan masuk ke dalam makam untuk melihat. “Bapak yang nemenin kalau ada mahasiswa yang berkunjung dan pengin lihat ke dalam. Rata-rata sih pengin tahu situs sejarahnya, bentuknya seperti apa,” tutur Pak Rahmat, sambil sesekali mengisap rokok yang dipegangnya.

Di dalam kompleks pemakaman ini terdapat dua makam. Makam-makam ini diberikan tempat berupa bangunan yang menyerupai rumah dengan atap. Dengan bangunan khas makam Cina, letak kedua makam ini tidak terlalu dekat seperti makam pada umumnya. Batu nisan berukuran besar, terlihat sangat tebal juga kekar, persis seperti gaya kuburan Cina pada umumnya. Adapun, tulisan yang digunakan di batu nisan menggunakan huruf Cina dan ditambahkan dengan bahasa Indonesia untuk penjelasan tentang riwayat hidup orang yang dimakamkan.

Jejak Tjong A Fie, Bangsawan Legendaris Tionghoa di Medan

Makam kuno ini merupakan bagian dari peninggalan sejarah pemukiman masyarakat etnis Tionghoa yang dahulu menempati kawasan Pondok Cina. Letaknya memang tak telihat di hiruk-pikuk padatnya Kota Depok ini. Namun, tak menjadikan kita lupa akan warisan sejarah, dan harus tetap melestarikannya agar tetap terjaga keasliannya. (Tulisan ini dikirim oleh Yuni Roismawati, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Nasional, Jakarta)

Foto udara Gedung Kejaksaan Agung yang terbakar pada Sabtu malam 22 Agustus 2020.

Polemik Cagar Budaya, Renovasi Gedung Kejaksaan Agung Pernah Ditegur

Kejaksaan ditegur Dinas Pariwisata DKI, katanya masuk cagar budaya.

img_title
VIVA.co.id
25 Agustus 2020