Miris, Kakek Ini Dibuang Anak-anaknya
VIVA – Di sebuah kontrakan sepetak yang kecil dan kumuh, tepatnya di Jl. Dato Tonggara 3, Kramat Jati, Jakarta Timur, tinggal seorang kakek tua bernama H. Baron. Kakek berusia 73 tahun ini tinggal sebatang kara di tempat yang jauh dari kata layak untuk orang tua seumurnya.
Bukan karena ia tidak memiliki siapa-siapa. Kakek tua ini memiliki empat orang anak yang bisa dibilang sudah hidup mapan. Anak pertamanya bernama Giri Respati, lulusan S1 Univeristas Gunadarma, yang kini sudah sukses menjadi polisi.
Anak keduanya bernama Bayu Prasetyo, yang juga sudah memiliki usaha sendiri dan maju. Anak ketiganya bernama Serogres, lulusan S1 Universitas Indonesia, yang kini telah bekerja sebagai IT di perusahaan Astra. Sedangkan anak perempuan satu-satunya bernama Anastasya, yang juga sudah terbilang sukses bekerja di salah satu bank swasta.
Mungkin ini yang dibilang pepatah, Orang tua bisa mengurus sepuluh anak, sedangkan anak belum tentu bisa mengurus satu orang tua. Hal ini terbukti di kehidupan Pak Baron. Ia harus berjuang sendirian untuk kehidupannya sehari-hari. Untuk menopang jalannya yang sudah tidak bisa normal karena stroke, ia hanya mengandalkan tongkat besinya.
Untuk bisa makan dan membayar kontrakan, Pak Baron menggunakan uang pensiunan yang sampai sekarang masih mengalir. Meskipun tak seberapa, tapi setidaknya bisa untuk membayar kontrakan dan makan.
Pak Baron dulunya bekerja di Bulog, dan dana pensiunannya Alhamdulillah masih terus ia terima sampai saat ini. Kakek tua ini sudah terkena stroke sejak April 2017. Keadaannya sangat memilukan. Saat ditanya mengenai anak-anaknya, betapa sedih dan terharunya mendengar jawaban seorang ayah yang kuat ini.
“Meskipun anak-anak saya mengabaikan dan membuang saya di kontrakan sekecil ini, tapi saya tetap menyayangi mereka. Saya memaafkan mereka semua, dan saya ikhlas menghabisi masa tua saya seperti ini, asal saya bisa melihat anak-anak saya bahagia,” ujarnya lirih.
Betapa besar rasa sayang dan cinta seorang ayah ini kepada anak-anaknya yang sudah jelas mengabaikannya. Kehidupan sehari-hari Pak Baron ini sangat menyedihkan. Ia tidak bisa bergerak secara normal karena tubuhnya terserang penyakit stroke. Jangankan untuk mencari nafkah, untuk berjalan ke kamar mandi saja ia harus berusaha keras. Hati seorang anak mana yang tega melihat ayahnya menderita seperti ini?
Ya Allah, semoga Pak H. Baron selalu diberikan kekuatan dan kesembuhan dari penyakitnya. Dan semoga keempat anaknya bisa sadar betapa berharganya orang tua. Ini salah satu bukti betapa semakin banyaknya masalah sosial seorang anak yang tega membuang orang tuanya yang sudah tua dan penyakitan.
Cobalah kita bayangkan dulu jika ingin membuang orangtua kita. Kita bukan siapa-siapa tanpa ayah dan ibu. Semoga tidak akan ada lagi kasus sosial seperti ini. (Tulisan ini dikirim oleh Nely Wahyuni)