Kisah Ulul, Anak Yatim yang Berlari Mengejar Mimpi
VIVA – Ulul Azmi, anak asuh Rumah Yatim NTB mendapatkan hasil raport semester pertamanya di kelas 3, SMP 23 Mataram. Dalam kesempatan tersebut, Ulul mendapatkan kejutan. Karena dirinya yang terbiasa hanya mendapatkan ranking di lima besar, pada semester ini dia mampu menjuarai kelasnya.
Menurut pengakuan Ulul, hasil tersebut didapatkan dari kerja kerasnya, dukungan dari Rumah Yatim dan tantangan dari teman-temannya yang berada di tiga besar. Mereka bersama-sama berkompetisi memperebutkan posisi pertama di kelas. Dan sungguh tak dinyana, Ulul yang sebelumnya di kelas memiliki ranking lima mampu mengalahkan teman-temannya dan para penantangnya.
Tak hanya prestasi di sekolah, ternyata Ulul yang hobi sepak bola ini pun mampu unjuk gigi di luar sekolah dengan mengantongi juara perlombaan tahfiz tingkat SMP se-Kota Mataram. Untuk hafalan, Ulul memiliki hafalan paling banyak di antara anak asrama lainnya, yakni 3 juz.
Selain prestasi, anak yang ditinggalkan ayahnya pada saat kelas 2 SD ini pun memiliki pribadi yang baik dan sangat rajin membantu di asrama. Sehingga kehadirannya selalu memberikan kebahagiaan tersendiri bagi Salma Hasanah, Ibu Asrama. “Ulul anaknya baik dan rajin membantu,” ungkap Salma.
Kerja keras Ulul menjadi anak berprestasi bukan tanpa alasan. Keinginannya untuk membahagiakan Sadiah (60), ibunya, menjadi motivasi terbesarnya. Mimpinya menjadi seorang dokter memaksanya untuk selalu menjadi yang terdepan.
Ulul menyadari, mewujudkan mimpinya untuk masuk jurusan kedokteran di kampus impiannya, Universitas Indonesia, membutuhkan usaha yang maksimal. Karena dia yakin, dengan menjadi dokter dia mampu membantu orang-orang yang membutuhkan, terutama masyarakat di desanya, Mapak Dasan, Mataram yang cukup jauh dari fasilitas kesehatan.
“Di kampung saya kurang sekali dokter. Jadi, saya ingin membantu orang-orang kampung agar mereka mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik,” ujar Ulul.
Selain itu, kenangan ayahnya yang meninggal sembari memeluknya tanpa riwayat penyakit yang jelas, membuat ibunya harus banting tulang seorang diri. Hal ini membuatnya semakin kukuh untuk mengubah nasib keluarganya yang hidup serba dalam keterbatasan.
Kakak pertamanya terpaksa menjadi TKI dan yang kedua mengadu nasib di kota lain, masih tak mampu membuat ibunya yang renta pensiun dari pekerjaannya yang serabutan. “Saya ingin kelak ibu berhenti bekerja. Saya ingin ibu istirahat dan bisa membahagiakannya,” ungkap Ulul.
Menjadi anak asuh Rumah Yatim menjadi langkah awal dalam mewujudkan mimpinya. Dan dia pun kini merasakan mimpinya perlahan-lahan mulai tercapai. Atas dukungan Amir Sumarna, kepala cabang dan Salma, ibu asramanya membuat dia semakin betah diam di asrama. Padahal, dulu ia sempat terhalang karena ibunya tak mengizinkan dirinya tinggal di asrama.
“Pada saat saya masih SD, tim Rumah Yatim datang ke desa saya dan mengajak untuk tinggal di asrama. Pada saat itu, saya ingin sekali ikut. Tapi ibu tak mengizinkan. Alhamdulillah, pada saat masuk SMP, ibu mengizinkan. Dan saya pun bisa belajar di Rumah Yatim,” tutup Ulul, yang mengaku bahagia tinggal di Rumah Yatim. (Tulisan ini dikirim oleh Sinta Guslia)