Gembiranya Ibu Penjual Tisu saat Menerima Bantuan Sembako
VIVA – Mungkin ada sebagian orang yang berpikir berjualan tisu di kemacetan Jakarta sebagai modus pengemis model baru, khususnya dengan mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Namun, tak semuanya seperti itu. Contohnya, Sri (50), wanita paruh baya asal Indramayu yang benar-benar menggantungkan hidup dari berjualan tisu.
Sejak suaminya meninggal, tepat saat anaknya Adam masih berusia 1 tahun, dia sudah rajin berjualan tisu di jalan-jalan. Jika dihitung, sampai sekarang berarti sudah 10 tahun lamanya Sri berjualan. Dari hasil jualannya yang mengambil keuntungan Rp1.000 per tisu itu, Sri bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dia bisa memenuhi kebutuhan sekolah anak semata wayangnya, dan juga bisa menabung lima ribu per hari untuk kontrakan sepetaknya yang ada di wilayah Kuburan Cina. Dia harus membayar kontrakan yang berharga Rp300 ribu per bulan.
Jika tabungannya masih tidak cukup untuk membayar kontrakan, biasanya dia pun siap menerjunkan dirinya menjadi asisten rumah tangga panggilan atau hanya sekadar jadi buruh cuci. “Tisu ini dijual Rp2.500 per buah, dari sananya Rp1.500. Kadang saya mendapatkan keuntungan Rp40 ribu per hari. Tapi, yang namanya jualan penghasilan tidak menentu, Neng.” ungkap Sri kepada Nurul, salah satu pengurus Rumah Yatim area Jakarta yang memberikannya santunan sembako.
Santunan sembako dari Rumah Yatim bagai durian runtuh baginya. Karena dengan sembako tersebut, dia tak usah memikirkan pengeluaran beras sekitar lima hari ke depan. Menurut keterangannya, setiap hari dia menanak nasi sekitar 1 liter.
Wanita yang mengaku tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali ini pun amat sangat kegirangan dan beberapa kali mengucapkan terimakasih kepada pihak Rumah Yatim. “Ya Allah, saya senang sekali dengan pemberian ini. Terimakasih banyak, Neng.” ungkapnya dengan nada gembira. (Tulisan ini dikirim oleh Sinta Guslia)