Paket Sembako untuk Kakek Tua Penjual Koran di Ibu Kota
VIVA.co.id – “Sekarang mah ada internet, Neng.” ungkap Ade Suryanto, seorang loper koran asal Kp. Jembatan, Cipinang Besar Selatan, Jakarta, kepada Nurul, staf FO Rumah Yatim Otista. Perkembangan teknologi semakin pesat. Dengan kemajuan teknologi, memberikan orang kemudahan untuk mendapatkan semua yang dibutuhkan dan diinginkan.
Namun, ternyata tidak sedikit kerugian yang dirasakan oleh sebagian orang karena kemajuan itu. Salah satunya adalah pekerjaan loper koran yang diprediksi akan punah. Untuk mengakses informasi, manusia masa kini tinggal mengaksesnya melalui gadget mereka. Tak lagi, harus menunggu tukang koran lewat di pagi hari.
Hal itu pun dirasa betul oleh Pak Ade. Sudah dari tahun 1965, dia menjadi seorang loper koran. Perkembangan zaman amat dirasakan beliau. Sebelum ruang informasi sebebas saat ini, ia bisa membawa berbagai macam koran. Dari mulai koran nasional hingga koran lokal. Bahkan, majalah pun menjadi hal yang dia bawa setiap hari.
Dengan sepeda bututnya, dia menyusuri kota Jakarta. Meski sangat sedikit yang membeli korannya, namun dia tidak menyerah begitu saja. Bahkan di sepedanya yang kecil itu, terdapat banyak sekali barang yang dia bawa. Dari mulai peralatan ibadah seperti sarung, hingga peralatan servis handphone dan bengkel.
Menurut keterangannya, dia sempat mengadu nasib menjadi seorang sopir proyek pertamina, sebelum akhirnya terjun kembali menjadi loper koran. Dan selama menjadi sopir itu, dia pun memiliki keahlian membetulkan mobil-mobil. Meskipun sesekali, namun jika ada yang membutuhkan jasanya, dia bisa mendapatkan uang lebih.
Sedangkan untuk servis handphone, dia mengaku masih dalam proses belajar. “Sekarang sih sudah jarang, karena mobilnya sudah canggih-canggih,” ungkapnya, yang hanya memiliki keahlian membetulkan mobil lawas saja.
Dari loper koran, setiap harinya dia mendapatkan penghasilan Rp30 ribu per hari dan harus setor ke pemilik koran sebesar Rp160 ribu per dua hari. Terkadang, jika ada keperluan mendesak, dia pakai uang setoran itu. Namun, beruntung pemilik koran selalu memberikannya keringanan. Bahkan, anaknya yang tinggal di Cawang pun turut membantu memenuhi setorannya.
Kini, Pak Ade yang lahir tahun 1954 ini tinggal bersama keponakannya. Ada satu kamar yang disediakan oleh mereka untuknya merebahkan diri seusai bekerja dari pukul 06.00 sampai 22.00 WIB ini. Dia pun merasa bersyukur, meski terkadang penghasilannya tak mencukupi.
Seringnya pihak Rumah Yatim memberikan sembako ataupun nasi kotak, membuat dia bisa menabung sebagian uangnya untuk masa tua kelak. “Alhamdulillah bisa nabung. Jazakallah, Allah Maha Adil, asal kita mau berusaha,” tuturnya.
Selain ucapan terima kasih, Pak Ade pun mendoakan kebaikan Rumah Yatim. “Bungah (bahagia) dapat perhatian dari Rumah Yatim. Semoga lebih maju lagi, masyarakat lebih luas yang mengenal Rumah Yatim,” imbuhnya kepada Nurul yang sering melihatnya bolak-balik melewati asrama. (Tulisan ini dikirim oleh Sinta Guslia)