Hoax Ancaman Indonesia yang sedang Belajar Berkomunikasi
VIVA.co.id – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Ronggolawe (Fisip Unirow) Tuban menggelar Seminar Nasional dan Call for Paper pada Sabtu, 15 April 2017 di Aula lantai III perpustakaan kampus setempat. Hadir sebagai pembicara, Prof. Burhan Bungin Guru Besar Ilmu Komunikasi, Komisoner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Hardly Stefano Fenelon Pariela, dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unirow Tuban, Satya Irawatiningrum.
Dalam kegiatan ini juga berkumpul para praktisi ilmu komunikasi dan politik dari empat provinsi. Di antaranya dari Universitas Padjadjaran Bandung Jawa Barat, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Jawa Tengah, Universitas Kristen Indonesia Jakarta, STIKOSA AWS Surabaya, UMM Malang, Untag Surabaya, STAIN Kediri, Unmer Madiun, Universitas Trunojoyo Madura, Universitas Darusalam Gontor Ponorogo, dan Unesa Surabaya.
Dalam seminar tersebut para pemateri membahas tentang etika komunikasi politik di Indonesia. Prof Burhan Bungin mengatakan politik saat ini tak luput dengan citra. Menurut dia, citra itu gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Sedangkan citra politik didefinisikan sebagai strategi suatu partai politik, politisi, kepala negara, atau kepala daerah untuk membangun gambaran positif diri.
Citra politik sangat berkaitan dengan berbagai macam identitas seorang tokoh politik dan tokoh pemerintahan. Sedangkan citra politik juga merupakan rangkaian atribut yang diberikan oleh pihak luar untuk membentuk citra tertentu atas suatu entitas seorang tokoh politik dan tokoh pemerintahan.
‘’Pencitraan yang dikonstruksi ini sangat penting dalam mengendalikan kemauan pencipta pencitraan. Karena pencitraan dilakukan oleh seorang tokoh. Ketika pencitraan itu dimaknakan oleh masyarakat sebagaimana kemauan pembuat pencitraan, maka sesungguhnya yang terjadi adalah kesadaran semu terhadap realitas semu yang digambarkan melalui media sebagai suatu hiper-realitas atau pseudorealistis,’’ katanya.
Dia menuturkan, strategi-strategi konstruksi sosial pencitraan tersebut disebarkan melalui media-media mainstream maupun melalui media sosial. Pria yang menjadi guru besar di Untag Surabaya itu menjelaskan, saat ini hoax menjadi salah satu ancaman. Menurutnya, The Social Construction of Public Administration (SCoPA) dalam praktik komunikasi politik merupakan sebuah proses secara keseluruhan dalam kehidupan demokrasi sebuah negara.
Negara-negara yang baru belajar berdemokrasi dan berkomunikasi seperti Indonesia, jauh lebih rumit, bila dibandingkan dengan negara-negara demokrasi murni. Ada dua pilihan yang harus diambil oleh negara. Yaitu mencengkeram sekuat-kuatnya kebebasan media dan mengatur perkembangan penggunaan teknologi di kalangan warga negara seperti RRC-Bejing, atau melepaskan sama sekali perkembangan teknologi di kalangan warga negara agar masyarakat belajar sendiri terhadap literasi media.
‘’Kedua cara itu sama-sama mengandung risiko. Pertama pengalaman negara-negara yang menerapkan kebijakan represif terhadap media, contohnya RRC-Bejing, menyebabkan masyarakat menjadi terpenjara di dalam dominasi kekuasaan rezim. Walaupun kemajuan ekonomi dapat diciptakan oleh negara, namun warga negara merasa kebebasannya selalu dibayangi oleh pemerintah, sedangkan negara secara ketat mengontrol warga negaranya. Kedua membebaskan warga negara menggunakan teknologi (media), menyebabkan masyarakat berkembang bersama berbagai aspek komunikasi (media). Negara semakin sulit mengontrol masyarakat dan media menjadi alat kapitalis yang senantiasa mengontrol seluruh aspek kehidupan masyarakat,’’ tuturnya.
Dikatakan dia, selain harus membuat pilihan-pilihan di atas, negara juga menghadapi efek hoax sebagai akibat communication jammed yang berlangsung di masyarakat. Communication jammed disebabkan karena perkembangan teknologi komunikasi yang tidak bisa dikontrol lagi serta communication traffic yang sangat rumit, menyebabkan mudah bermunculan berita-berita hoax sebagai suatu tindakan konstruksi sosial sederhana, namun menjadi musuh masyarakat dan negara.
Sementara itu, para praktisi komunikasi dari berbagai universitas turut memaparkan hasil penelitiannya. Makalah tersebut nanti akan dibukukan menjadi sebuah prosiding. Dekan Fisip Unirow, Satya Irawatiningrum mengatakan kegiatan ini adalah bagian proses tanggung jawab seorang akademisi.
‘’Jadi, membuat penelitian lalu menuliskan dan mempresentasikan sudah menjadi tanggungjawab akademisi,’’ katanya. Dengan begitu, adanya Seminar dan Call for Paper ini cukup berarti bagi dunia komunikasi dan media massa. (Tulisan ini dikirim oleh Bayu, Unirow, Tuban)