Sepenggal Cerita Naskahku dan Hujan
- Pixabay/ Holeysocksart
VIVA.co.id – Hari itu hari Senin, hari yang menyeramkan bagi murid sekolah. Karena bagi mereka hari Senin adalah hari mereka harus bangun pagi-pagi sekali, lalu mandi dan pergi ke sekolah untuk melakukan upacara bendera. Padahal, menurutku upacara bendera adalah saat yang penting untuk memperingati dan mengenang jasa-jasa pahlawan yang telah berkorban merelakan nyawa mereka demi kemerdekaan negara kita yang tercinta ini, Indonesia.
Sebenarnya dulu juga aku sering banget telat bangun pagi sampai tidak sempat ikut upacara bendera di sekolah. Bahkan, hampir 40 persen selama aku masih jadi anak sekolahan, aku tidak ikut upacara.
Masih sama seperti dulu, sekarang aku pun masih saja sering bangun siang. Setiap hari, aku bertugas menjaga warung ibuku pada siang hari sambil memikirkan ide cerita buat aku ketik di blogku. Ketika cerita sudah jadi, biasanya naskah tersebut aku lipat, lalu aku simpan di saku celana.
Aku akan mendapat ide menarik buat tulisanku ketika sedang ada waktu senggang, yaitu siang hari. Karena biasanya ibu-ibu berbelanja kebanyakan pada sore hari. Di siang hari mereka lebih banyak di rumah menemani suami mereka untuk makan siang.
Jaga warung? Iya, jaga warung. Aku adalah blogger yang saat ini sedang sibuk-sibuknya jaga warung bersama dengan kedua saudaraku, kadang sendirian. Siang hari aku menggantikan ibuku, karena ibuku menjaga warung dari pagi hingga jam 12 siang. Seenggaknya ibuku bisa beristirahat hingga menjelang magrib sebelum beliau beraktivitas kembali.
Dan Senin siang hari itu, aku sudah selesai menulis naskah untuk ditulis di blog. Maklum saja krisis internet dan laptop, jadi mengharuskan aku untuk menulis naskah di kertas dulu baru kemudian diketik di warnet.
Sudah selesai menulis, aku simpan naskah tersebut di saku celana. Sore jam 4, aku ingin pulang sebentar untuk mandi karena sejak kemarin siang aku belum mandi. Jalan kaki, karena motorku dipakai ayahku bekerja. Hujan turun tiba-tiba, awalnya tidak begitu deras, tapi akhirnya bertambah deras.
Jarak dari warung dan rumah cukup jauh dan memakan waktu 15 menit kalau berjalan kaki. Aku berlari terus, terus, terus, dan tanpa aku sadari sudah sampai di rumah. Baju basah, celana basah, dan rambut basah. Mandi, lalu tiba-tiba aku teringat sesuatu. Naskahku!!!
Sial, naskahku basah. Tapi yang namanya usaha pasti tidak ada batasnya. Aku pun balik lagi ke warung dan di sana masih ada adikku yang masih duduk menjaga warung. Aku duduk lagi di sana, mengambil pulpen dan kertas HVS yang sering aku bawa-bawa dalam plastik. Sampai akhirnya ide baru pun didapat.
Aku tulis lagi cerita yang lebih menarik dari cerita yang sebelumnya sudah aku tulis di kertas yang basah karena hujan. Walaupun sebenarnya cerita yang baru tidak semenarik cerita sebelumnya. Padahal menurutku cerita sebelumnya itu cukup memotivasi dan dapat menginspirasi banyak orang. (Tulisan ini dikirim oleh Ridho Adha Arie, Pekanbaru)