Penjual Bubur yang Menginspirasi
- http://www.solopos.com
VIVA.co.id – Saat sang fajar sudah mulai terbit dari sebelah timur, seorang laki-laki bertubuh besar dan berjanggut putih mulai terbangun dari mimpinya. Ia memulai harinya dengan mengolah bubur dan mempersiapkan semua bahan-bahannya. Dialah Pak Samsul, sang penjual bubur ayam dekat rumah saya yang sedari dulu bersedia mengorbankan tenaganya hanya untuk menafkahi sebuah keluarga yang sederhana.
Laki-laki yang memiliki tiga orang anak ini merupakan seorang ayah yang sudah tak lagi muda. Namun hal ini tidak akan menghalanginya untuk terus mencari nafkah demi menyekolahkan anak-anaknya untuk terus menimba ilmu di dunia pendidikan.
Dengan hanya bermodal kaos dan gerobak bubur yang masih layak pakai, tidak membuat laki-laki ini mengeluh demi keluarganya. Kesadaran bahwa pendidikan begitu penting bagi anak-anaknya menjadi motivasi dan penyemangat bagi pria berjanggut putih ini. Dia terus memperjuangkan keinginan anaknya agar bisa menjadi seorang koki yang andal dalam membuat suatu masakan.
Samsulah, yang akrab dipanggil dengan sebutan Babeh Samsul ini lahir di Jakarta sejak 50 tahun yang lalu. Ia lahir di dalam keluarga yang memang dididik untuk tidak pernah putus asa dalam hal apapun. Sejak kecil ia sudah dituntut untuk mandiri. Mulai dari mencari uang untuk jajan sehari-hari sampai semua pekerjaan apapun akan dilakukan olehnya demi mendapatkan uang dari hasil keringatnya sendiri dan tidak akan menyusahkan orang lain.
“Saya memang sudah dari kecil merasakan pahitnya hidup. Maka dari itu sekarang saya bekerja keras demi anak-anak saya agar mereka tidak merasakan apa yang saya rasakan dulu,” ujar pria berusia 50 tahun tersebut. Meskipun ia hanya menikmati pendidikan hingga tingkat SD, tapi ia begitu mengerti akan pentingnya pendidikan bagi semua anak-anaknya. Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat.
Jika anak-anaknya tidak merasakan dunia pendidikan hingga tingkat tertinggi, dan hanya mengikuti jejak pendidikan sang ayah, maka semua anak-anaknya akan jauh tertinggal oleh perkembangan zaman. Pekerjaan yang sampai sekarang dijalani olehnya akan tetap terus dijalani. Hal ini ia lakukan lantaran sudah menjadi tanggung jawab sebagai seorang ayah yang diwajibkan untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Dahulu semua pekerjaannya masih dikerjakan sendiri, dan rumah pun masih mengontrak. Tapi sekarang ia sudah mempunyai rumah sendiri dan sudah ada orang-orang yang membantu dia. Bahkan dia sudah mempunyai gerobak lebih dari satu. “Alhamdulillah, Mas. Sekarang saya sudah terbilang cukuplah. Sudah bisa menyekolahkan anak dan belikan anak motor. Bisa membantu ekonomi warga sekitar, dan dagangan bubur saya sudah terbilang selalu laris,” tutupnya. (Tulisan ini dikirim oleh Andrew Nicolas Laurens, mahasiswa Universitas Pancasila, Jakarta)