Ayah, Aku Mau Jadi Penulis.
- U-Report
VIVA.co.id – Aku ingat sekali, hari itu hari Sabtu. Hari itu aku sedang dilanda kekecewaan yang sangat berat. Kedua orangtua dan keluargaku memberiku satu pilihan yang sangat tidak aku sukai. Bagaimana tidak? Saat itu aku ingin masuk universitas swasta yang memang di sana tempat aku dan teman-temanku masuk. Tapi mereka memaksaku untuk berkuliah di tempat lain dengan jurusan yang tidak aku minati. Sedikit kesal dan ingin marah aku dibuatnya. Padahal sudah jauh-jauh hari mereka memberiku pilihan sesuai dengan apa yang aku inginkan.
Andai saja waktu itu salah satu anggota keluargaku yang bekerja di universitas swasta yang ada di kotaku itu tidak datang ke rumah, mungkin aku sudah berada di universitas yang aku inginkan dan berkumpul bersama teman-temanku. Belajar bersama, kumpul dan membuat tugas bersama. Mungkin saja aku tidak akan menjadi seorang pengangguran seperti sekarang. Tidak menjadi seorang introvert dan pemuda yang luntang-lantung sana-sini dengan harapan menemukan lowongan pekerjaan.
Tidak pernah terpikirkan olehku kalau aku akan menjadi seorang pengangguran. Padahal dulu aku ingin menjadi seorang penulis yang terkenal, dan sukses merebut hati dan minat banyak orang lewat karya tulisku. Tapi pilihan yang dijatuhkan untukku dari kedua orangtua dan keluargaku membuat aku tidak semangat dalam menjalani aktivitas kampus. Yang akhirnya membuat studiku terhenti di tengah jalan.
Berpura-pura bersikap baik, ingin sukses menjadi seorang engineering, lulus dengan baik dalam waktu 3,5 tahun, IP yang tinggi dan pekerjaan sebagai engineering di depan mata. Semua itu hanyalah bualan yang keluar dari mulut manisku demi menyenangkan mereka. Keinginan yang aku inginkan sebenarnya adalah menjadi seorang penulis. Pendapat yang ditolak dan keinginan yang terkekang, membuat aku ingin rasanya pergi dari dunia ini.
Itu yang pertama kali terpikir di dalam benakku. Namun, aku masih memiliki empat orang adik dan keponakan yang harus dibina dan diberitahu mana yang benar dan mana yang salah. Kini, ketika orang-orang melihatku sebagai seorang pengangguran, tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, membuat aku merasa bersalah. Terlebih harapan kedua orangtua dan keluargaku yang menginginkan aku untuk menjadi seorang engineering. Dengan bermodalkan ilmu teknik dan berbagai macam praktik, mereka berpikir aku akan sukses di dunia engineering.
Memang dengan menjadi seorang engineering bisa membuat orang menjadi terlihat dan terkesan sukses. Memiliki mobil, motor, rumah dan uang. Jabatan, kekuasaan dan wewenang dalam membangun sebuah bangunan, itu jelas membuat kedua orangtua dan keluargaku bangga akan aku. Tapi aku tidak ingin itu. Aku ingin mereka bangga dengan melihatku sukses sebagai seorang penulis.
Ingin rasanya aku memutar waktu dan melawan pilihan yang diberikan oleh kedua orangtua dan keluargaku. Memang kedengarannya egois, tapi mau bagaimana lagi, inilah aku dan segala kekuranganku. Bodoh dan mau-maunya saja dikekang. Memberikan harapan yang tidak akan pernah bisa aku wujudkan kepada kedua orangtua dan keluargaku.
Hingga akhirnya, aku menemukan cara bagaimana aku bisa membuktikan kepada mereka. Jika ayah, ibu dan keluargaku membaca tulisan ini, aku ingin mereka tahu dan mendengar keinginanku. Aku mau menjadi seorang penulis. (Tulisan ini dikirim oleh Ridho Adha Arie, Pekanbaru)