Adit dan Kerasnya Kehidupan Jalanan
VIVA.co.id – Banyak anak bangsa yang terlantar di jalanan. Tidak merasakan bangku sekolah, dan bahkan sampai tidak merasakan kasih sayang kedua orangtua karena sibuk dipekerjakan oleh orangtuanya sendiri. Mereka, anak bangsa yang dipaksa untuk mengamen atau mengemis layak untuk mendapat perhatian lebih.
Adit, salah satunya adalah anak dari pasangan yang kurang harmonis. Ayah Darman dan Ibu Sulis, orangtua Adit bercerai, mengakibatkan Adit sampai tidak terurus dan dikeluarkan dari kontrakan. Tepatnya setelah kedua orangtuanya menghilang, dan tidak ada lagi yang ingin mengurusnya.
Mulai saat itu, Adit sudah merasakan bagaimana kerasnya hidup di jalanan. Apapun ia lakukan demi mendapatkan uang untuk kehidupan sehari-harinya. Adit, yang biasa dipanggil Didit ini sudah merasakan kerasnya hidup di jalanan sejak berumur 7 tahun. Setelah ia ditinggalkan oleh ibu dan ayahnya entah ke mana perginya. Keseharian Adit hanya bergantung kepada belas kasihan orang-orang yang melintas.
Didit mempunyai 2 orang teman, yang tidak sengaja bernasib sama sepertinya. Dari situlah ia selalu bersama dengan temannya tersebut. Mulai dari bermain alat musik dan merasakan kebersamaan bagaikan kakak dan adik. Bahkan temannya itu ia sebut sebagai saudara. Mulai dari belajar memainkan alat musik seperti gitar kecil, semua hal diajari oleh temannya itu. Mereka mempunyai umur yang lebih tua dari pada Didit, selisihnya 5 tahun. Sebagai kakak, temannya ini selalu mengajarkan kehidupan.
Didit sudah dianggap sebagai adik bagi temannya itu. Selalu berbagi, itulah hidup mereka bertiga dahulu. Namun pada suatu hari, Didit bertemu dengan seorang ibu dari Panti Asuhan Ahsanul Amalah. Awalnya, ia menolak untuk diasuh oleh ibu tersebut. Alasannya tentu saja karena ia tidak mau berpisah dengan kedua orang kakak angkatnya. Tetapi dengan bujuk rayu, akhirnya ia berhasil membawa Adit ke panti asuhan.
Adit bermaksud untuk mengajak kedua kakak angkatnya ke panti asuhan. Namun sayang, mereka malah memilih lari lantaran takut. Mereka mengira Adit terkena razia gepeng atau pengemis jalanan. Dan sejak itu, Adit sudah tidak tahu lagi di mana keberadaan kakak-kakak angkatnya.
Di panti asuhan, Adit diajari berbagai banyak hal. Mulai dari membaca, mengaji, dan menulis dengan baik. Ia belajar kata demi kata yang tidak pernah ia temukan di jalanan. Hampir tidak menyangka, akhirnya Adit merasakan juga rasanya sekolah.
Bukan hanya membaca dan menulis, tetapi ia mendapatkan lebih dari apa yang dia kira. Dan agama menjadi nomor 1 dalam pelajaran yang ia dapatkan. Adit sudah benar-benar merasakan seperti memiliki keluarga. Ia hidup senang bersama penghuni-penghuni lainnya yang nasibnya hampir sama seperti Adit. (Tulisan ini dikirim oleh Singga Pratama dan Dea Amira)