Ibu, Sang Pemersatu Keluarga
- Ibu
VIVA.co.id – Wajahnya mulai terlihat menua dan memiliki banyak keriput di wajahnya. Badannya yang kini telah berubah menggemuk adalah sebuah tanda betapa banyaknya pengalaman hidup yang telah ia jalani seumur hidupnya, hingga kini.
Namanya Sri Winarni, ia adalah ibuku. Ia adalah sosok pertama yang kukenal dalam hidupku. Ibu adalah sosok perempuan yang sangat penting dan berharga dalam hidupku. Ibuku yang kini berusia 55 tahun ini adalah sosok seorang ibu yang kuat, sabar, dan perhatian kepada anak-anaknya. Ibuku mempunyai cita-cita tinggi untuk mendidik anak-anaknya.
Ibu anak ke tujuh dari dua belas bersaudara di keluarganya. Ibuku tidak memiliki pendidikan yang terlalu tinggi. Ia hanya bisa bersekolah hingga jenjang Sekolah Menengah Pertama. Karena ia harus mengalah memberikan kesempatan kepada adik-adiknya agar bisa melanjutkan sekolah hingga SMA.
Kehidupan ibuku bisa dikatakan tak mewah. Ia adalah seorang ibu rumah tangga biasa dan istri dari seorang Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang bernama Pak Prihatino. Ibu dulu pernah bekerja di sebuah pabrik untuk menambah penghasilan keluarga ini. Ibu bekerja di sana cukup lama. Namun sejak usiaku 3 tahun, ibu memutuskan untuk berhenti bekerja dan fokus mengurusku.
Di saat usiaku empat atau lima tahun, ibu dan bapakku sering sekali bertengkar. Di saat itu aku tidak mengerti mengapa mereka sering sekali bertengkar. Dan kadang aku yang tidak tega melihat ibuku dimarahi, mencoba untuk membelanya. Namun, aku tidak berdaya.
Hampir setiap hari mereka bertengkar, namun seiring berjalannya waktu pertengkaran di antara mereka pun sudah tidak pernah terjadi lagi. Saat itu pun kondisi ekonomi keluargaku cukup kurang. Mungkin itu yang menjadi salah satu penyebabnya.
Di pertengahan tahun 2004, ibu mengalami kecelakaan. Dirinya tidak sengaja ditabrak oleh sepeda motor dan membuat tulang selangkanya patah. Saat itu aku sangat sedih karena ibuku harus dirawat selama beberapa lama di klinik tradisional khusus patah tulang di daerah Cimande, Sukabumi, Jawa Barat. Aku yang masih kecil takut untuk ditinggal sendiri di rumah. Tidak seperti biasanya ada ibu yang selalu menemaniku.
Waktu terus berjalan dan ibu pun pulih kembali. Ibuku yang terkenal suka dengan anak-anak dimintai tolong oleh kakak sepupuku untuk mengasuh anaknya yang masih kecil hingga keponakanku itu berusia lima tahun. Kadang aku merasa kesal dan tidak terima melihat keponakankanku bertindak tidak sopan terhadap ibuku. Namun, ibu hanya biasa saja menanggapinya. Ibu hanya sesekali memarahinya jika keponakanku sudah sangat keterlaluan.
Momen yang membahagiakan ibu adalah di saat kakak perempuanku menikah di tahun 2011. Ibu terlihat sangat bahagia dan gembira bahwa anaknya kini telah memiliki suami yang sah. Hingga dua tahun kemudian, kakakku dikaruniai anak yang pertama dan merupakan cucu pertama juga bagi kedua orang tuaku, yang diberi nama Reino Mufid Priyandhika.
Seiring berjalannya waktu berlalu, tepatnya di tahun 2014 kondisi kesehatan ibu sudah mulai menurun. Menjadi lebih sering sakit-sakitan. Pertama kali ibu masuk rumah sakit karena sakit mag-nya kambuh. Ibu sudah berobat ke dokter namun tetap saja merasa sakit. Sakitnya tidak tertahankan hingga ia sering menangis menahan sakit, dan membuatku sedih.
Ibu mulai cukup sering masuk rumah sakit karena penyakit yang datang. Ibu sempat terserang stroke ringan, dan hal itu cukup membuat syok ibu dan keluargaku. Namun dengan penanganan yang cepat, sakit itu pun sudah sembuh. Setelah terserang stroke ringan, ibuku sempat menjalani dua kali operasi batu ureter di bagian ginjalnya.
Awalnya aku kira ibu sudah sehat di operasi pertama. Namun, saat kontrol ke dokter ternyata masih ada yang tersisa di bagian ginjalnya. Saat itu aku sedang sibuk-sibuknya mengurus dokumen-dokumen untuk persiapan Winter Camp China dan Hongkong dari Unas. Dan di saat yang sama pula, saat itu hampir menjelang Ujian Tengah Semester. Kondisi itu menyebabkan aku jarang masuk kelas karena menemani ibuku di rumah sakit.
Alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar. Itu membuatku lega dan lebih fokus mempersiapkan Ujian Akhir Semester dan acara Winter Camp ke China. Belum lama ini, ibu kembali dirawat ke rumah sakit akibat gejala demam berdarah dan stres, karena banyak hal yang harus dipikirkan ibu. Setelah seminggu dirawat, ibu dibolehkan untuk pulang ke rumah oleh dokter.
Ibu, terima kasih atas kasih sayangmu selama ini yang tak terhingga. Dan semoga engkau dipanjangkan usia serta kesehatan. Aku sayang ibu. (Tulisan ini dikirim oleh Dwie Rakhman Priono, mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Nasional, Jakarta)