Berdagang Tempe Demi Keberhasilan Anak-anaknya
- U-Report
VIVA.co.id – Hari itu awan cerah dan aku diam sendiri di depan rumahku. Tiba-tiba seorang ibu yang kukenal sebagai Ibu Rujinah mengalihkan pikiranku. Wanita kelahiran 52 tahun silam itu kini sudah tak muda lagi. Ia dikenal sebagai seorang ibu yang lembut dan pekerja keras. Bagaimana tidak? Pernah ia menceritakan padaku tentang awal kehidupannya. Dimulai sebagai seorang pedagang hingga kini tiga dari keempat anaknya telah berhasil menjadi sarjana.
Ibu Rujinah mengawali hidupnya dengan berdagang makanan gemblong di kampungnya yang hanya dihargai 25 rupiah. Tetapi hal tersebut ia lakukan hanya untuk menghidupi anaknya karena ingin membantu perekonomian keluarga. Setelah itu, dia datang ke kota Jakarta pada tahun 1998. Dan mencoba peruntungannya kembali dengan berjualan klontong di sekitar bundaran Hotel Indonesia.
Hal tersebut dia lakukan setiap hari bersama sang suami. Panas terik atau hujan yang dingin tidak mematahkan semangatnya untuk tetap berusaha demi anak-anaknya. Hingga Ibu Rujinah memutuskan untuk mencoba berjualan tempe. Sepeda tua dengan dua ranjang di sisi kanan dan kirinya, serta bel dari sepeda itu menjadi ciri khas Ibu Rujinah ketika berdagang dari satu tempat ke tempat lainnya.
Kini dengan kerja kerasnya, anak-anak dari Ibu Rujinah telah mendapatkan gelar sarjananya. Pernah suatu hari aku bertemu dengannya dan berbincang sedikit untuk bertanya apakah ia tidak pernah libur. Lalu Ibu Rujinah menjawab dengan lembut, “Ya, kalau ibu sama bapak tidak kerja, lalu anak ibu sekolahnya bagaimana, Neng.” Sebuah jawaban sederhana yang jujur dari hatinya ini seperti cambukan bagi diriku.
Anak wanita pertama Ibu Rujinah sudah lulus sarjana, dan telah menikah. Kini anaknya menjadi seorang ibu rumah tangga seperti Ibu Rujinah karena suaminya yang menginginkan hal tersebut. Anak laki-laki kedua telah menjadi seorang sarjana teknik mesin, dan kini bekerja di salah satu bank swasta. Sementara anak ketiganya baru lulus sarjana bulan April lalu, dengan menyandang gelar sarjana hukum. Anak terakhir Ibu Rujinah kini masih duduk di sekolah tingkat menengah pertama.
Sungguh bukan hal yang biasa bagiku. Membayangkan betapa hebatnya dia. Dengan berapapun rezeki yang dia dapatkan, dia berharap untuk selalu hidup di hari kemudian dan membuat anaknya bernasib lebih baik. Itulah yang mungkin menjadi penyemangatnya hingga kini. Keberhasilan anaknya menjadi cermin kehidupannya.
Hidup tidak hanya selalu milik mereka yang mempunyai segalanya dalam hidup ini. Tetapi juga milik kita manusia yang selalu mempunyai kepercayaan atas semangat dan campur tangan Tuhan. Tetaplah sehat ibu. Tuhan tidak pernah berbohong untuk setiap usaha dan pasti akan menghasilkan sesuatu yang berguna terus-menerus. (Tulisan ini dikirim oleh Nurul Choiruyatun M dan Kristin Sipahutar, mahasiswa Fikom, Universitas Pancasila, Jakarta)