TNI Turun Tangan Cegah Petani Terperangkap Ijon
VIVA.co.id – Komandan Kodim 0718/Pati, Kodam IV/Diponegoro (Jawa Tengah & Daerah Istimewa Yogyakarta), Letkol.Inf. Andri Amijaya Kusuma S Sos, menginstruksikan kepada semua prajurit anak buahnya, terutama anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa), agar terjun ke area persawahan, membantu para petani yang saat ini memasuki masa panen raya (padi). Perintah itu disertai penekanan, agar para prajurit berupaya keras mencegah para petani tradisional tidak jatuh terperangkap pada praktik ijon yang dilakukan oknum-oknum tengkulak.
Para prajurit/anggota Babinsa di seluruh pelosok Kabupaten Pati, diminta bekerja dengan penuh semangat tanpa kenal waktu dan lelah. Khususnya dalam mencari informasi terkait siapa di antara petani yang akan memanen padi. “Jangan sampai kalah dan kedahuluan oleh para tengkulak,” kata Komandan Kodim 0718/Pati.
Jika anggota Babinsa mengetahui ada petani akan panen padi, maka mereka diminta memberi sosialisasi pada petani, supaya tidak menjual pada tengkulak/pengijon. Anggota Babinsa diharapkan bisa memberi arahan pada para petani untuk menjual hasil panen padi dalam bentuk gabah atau beras kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) setempat.
Melalui upaya ini diharapkan bisa terhimpun stok beras secara nyata bagi daerah setempat. Sekaligus salah satu upaya untuk memperkuat ketahanan pangan secara lokal maupun regional bahkan nasional. Sementara para petani sendiri, mendapatkan harga beli yang wajar menurut standar yang telah ditentukan pemerintah lewat Bulog.
Sayang, demikian sejumlah anggota Babinsa Kodim 0718/Pati berkata, masih banyak petani di pedesaan enggan menjual hasil panen ke Bulog. Dengan alasan, selain ribet tidak praktis dilaksanakan, dibanding jika dijual pada para penebas (pengijon) atau tengkulak. Menurut para petani, penebas justru menguntungkan mereka. Sebab penebas turun langsung ke sawah yang sedang dipanen. Lalu membeli hasil panen tanpa embel-embel persyaratan apapun, seperti yang ditetapkan oleh Bulog.
Tak cuma sebatas itu, keterlibatan para penebas/pengijon mendominasi para petani. Tidak jarang para penebas sudah mulai mengikat petani sejak dari awal musim tanam. Misalnya, biaya tanam, penyediaan pupuk, biaya saat panen, seluruhnya dibantu penebas/pengijon. Seluruh biaya itu nanti diperhitungkan dengan hasil akhir panen. Maksudnya, nilai finansial hasil panen akan dipotong penebas untuk mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan penebas sebelumnya. Malah penentuan harga gabah hasil panen petani ditentukan si penebas.
Jika petani menjual gabah hasil panen ke Bulog, maka seluruh biaya dari sejak proses tanam hingga panen ditanggung oleh petani sendiri. Belum lagi nanti ketika si petani mengangkut gabah hasil panen itu ke Gudang Bulog setempat, harus mengeluarkan biaya yang tidak kecil. Mekanisme seperti itu yang dianggap para petani merepotkan dan memakan banyak biaya. Lain jika dibeli oleh penebas/tengkulak, sebagian atau seluruh biaya tersebut sudah ditanggung penebas/tengkulak.
Budaya petani tradisional yang masih bergantung pada belas para penebas/pengijon/tengkulak, tampaknya belum bisa dilepaskan oleh para petani tradisional di Kabupaten Pati. Mengikis budaya yang sebenarnya merugikan para petani macam itu, dapatkah para prajurit anggota Kodim 0718/Pati melaksanakannya? (Tulisan ini dikirim oleh Heru Christiyono Amari, Pati, Jawa Tengah)