Warisan Anies Baswedan yang Patut Dijaga
- VIVA.co.id / Irwandi Arsyad
VIVA.co.id – Publik sempat dikejutkan dengan masuknya nama Anies Baswedan sebagai salah satu menteri yang dicopot Presiden Joko Widodo dari jabatannya. Tentunya berbagai respons bermunculan. Ada pro dan ada yang kontra dengan kebijakan Presiden Joko Widodo ini. Seperti apa yang penulis temui di kalangan sesama mahasiswa pasca perombakan Kabinet Kerja, rata-rata di antaranya mereka mempertanyakan pencopotan ini yang juga bagi penulis lebih beraroma politis ketimbang akademis.
Namun terlepas dari aroma politik, ada beberapa hal yang patut dijaga oleh kita pasca pencopotan Anies Baswedan yang juga salah satu tokoh yang penulis akui sebagai tokoh pendidikan yang tak pernah kehabisan ide cerdasnya. Satu terobosan baru yang dibumikan oleh Anies Baswedan yaitu Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah.
Patut diakui suksesnya Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah tak terlepas dari tangan dingin sang pemimpin gerakan ini. Anies Baswedan mendesain gerakan ini sedemikian rupa hingga membumi dari kota sampai ke pelosok desa, dari Jakarta sampai seantero Nusantara. Anies Baswedan membangun kesadaran kolektif tentang apa artinya peran orang tua di era modernisme yang mengikis peran orang tua itu sendiri. Inilah warisan Anies Baswedan yang patut kita jaga, yang patut kita kenang sebagai terobosan akhir setelah mendapatkan kesempatan memimpin lembaga Pemerintah.
Penulis yakin jika Anies Baswedan tak akan kehabisan peran dalam pembangunan bangsa melalui pendidikan. Hal ini dibuktikan sebelum Anies Baswedan duduk di Pemerintahan sudah banyak kontribusinya dalam dunia pendidikan Indonesia. Indonesia sebagai sebuah Negara patut berbangga dengan terobosan Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah, sebab ini adalah bagian dari revolusi mental di dunia pendidikan. Selain itu, Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah adalah bentuk kepedulian yang jarang ditemui oleh anak-anak usia sekolah di era serba digital ini.
Tak banyak orang tua sadar dengan pentingnya peran orang tua dalam persoalan pendidikan anak. Yang bukan saja sebatas memenuhi kebutuhan keuangan untuk biaya pendidikan, namun Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah menekankan pada peran serta orang tua dalam persoalan dukungan moral bagi sang anak dan juga menjalankan fungsi orang tua dalam hal mengetahui lingkungan sang anak termasuk lingkungan sekolah.
Gerakan ini, menitik beratkan pada bagaimana pola komunikasi antara orang tua dan guru sang anak. Sebab pola komunikasi yang terbangun bisa mempermudah sang anak dalam dunia pendidikan. Jika komunikasi antara orang tua dan pihak penyelenggara pendidikan dalam hal ini guru sangat masif, maka yakin dan percaya sesungguhnya di situlah inti bagaimana mengetahui segala sesuatu tentang sang anak berkaitan dengan persoalan pendidikannya.
Peran serta orang tua dalam dunia pendidikan yang dikemas di akhir masa kepemimpinan Anies Baswedan adalah sebuah prestasi luar biasa. Di mana orang tua ikut dilibatkan dalam persoalan pendidikan anak. Dampak dari gerakan ini memang tak terlihat secara kuantitas, tapi secara kualitas. penulis yakin ini sangat berdampak pada anak.
***
Dari Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah kita akan temui suatu ikatan psikologis yang kuat antara orang tua dengan putra-putrinya dalam persoalan pendidikan. Hal ini juga nantinya akan berdampak positif pada proses tumbuh kembang sang anak. Dari gerakan ini pula kita kembalikan sebuah kebiasaan kita dulu kala. Di mana orang tua kita tak terlalu sibuk mengurusi urusan pekerjaannya, di mana orang tua kita bangga esok kita akan memulai hari baru di sekolah, dimana dengan semangat dan kasih sayang orang tua kita mengantar kita ke gerbang sekolah, lalu kemudian dengan bangganya pula ia cerita ke tetangga bagaimana tingkah kita ketika sampai di sekolah.
Sayangnya hari ini kita tumbuh besar dengan dasar kasih sayang oang tua kita dulu kala, namun kita lupa bagaimana melakukan itu kembali kepada anak cucu kita. Sebab kita terlalu sibuk dengan mengejar karir, mengejar rupiah, padahal kita sadar jika soal psikologis uang itu tak ada harganya. Parahnya lagi, terkadang kita lupa menanyakan ke tetangga, adik, bahkan anak sendiri tentang apa yang ia dapatkan tadi di sekolah, tentang pekerjaan rumah apa yang ia bawa pulang hanya karena sibuk dengan smartphone kita.
Padahal jika kita tengok bagaimana kehidupan kita dulu kala, ketika ada anak usia sekolah di sebelah rumah, Ayah penulis sering bertanya padanya “Nak, sudah kelas berapa?”, Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan berlanjut ke tingkatan pertanyaan lain seperti siapa nama gurunya sampai pekerjaan rumah yang ditugaskan oleh gurunya. Pertanyaan-pertanyaan itu tentu butuh jawaban, dan sang anak terkadang tak menjawabnya tanpa dituntun oleh orang tua.
Nah, di sinilah penulis melihat jika pertanyaan itu jatuh pada orang tua di generasi serba digital ini, tentu orang tuanya akan kebablasan dalam menjawab pertanyaan tetangga sebab jarang orang tua di era ini mengantar anaknya ke sekolah. Kalaupun ada orang tua yang mengantar anaknya ke sekolah, mungkin itu orang tua di desa di mana sebelum ke sawah ia mampir ke sekolah untuk mengantar anaknya tanpa kemeja, tanpa sepatu, hanya dengan modal cangkul di pundaknya. Dia tebar senyum indah dengan berjuta harapan melihat anaknya memasuki gerbang sekolah.
Setelah keberadaan Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama sekolah tentunya penulis merasa Anies Baswedan telah mengembalikan dan mengingatkan penulis dengan tradisi dulu kala. Oleh karena itu, mau tak mau suka atau tak suka, jika mengantar anak di hari pertama sekolah adalah sesuatu hal yang baik, maka tak pantas untuk kita tidak mengindahkannya.
Terimakasih Anies Baswedan telah mengingatkan kami generasi yang tumbuh di antara tradisionalisme dan modernisme untuk bagaimana menjaga tradisi lama yang baik. Di akhir tulisan ini, penulis ingatkan kembali jika mengantar anak di hari pertama sekolah adalah sebuah tradisi yang diangkat kembali oleh Anies Baswedan lewat terobosan kebijakan yang diwariskan pasca pencopotan. Maka saat ini adalah waktunya kita menjadi pagar untuk menjaga tradisi itu, Sekali lagi terima kasih Pak Anies. (Tulisan ini dikirim oleh Abdul Rasyid Tunny, Makassar)