Pokemon Go, Kebutuhan yang Berimbas Kecanduan
- U-Report
VIVA.co.id – Akhir-akhir ini beberapa pemberitaan ramai tentang permainan yang disebut Pokemon Go. Tak terkecuali dengan media nasional. Hingga kini pula, seperti dilansir Live Science, permainan ini telah diunduh lebih dari tujuh juta kali di Amerika Serikat, sejak kali pertama rilis pada 6 Juli 2016. Karena disambut baik sejak peluncurannya, Pokemon Go mendapat pujian dari berbagai kalangan termasuk berbagai ahli kesehatan. Namun perlu kita ingat, jika kesehatan luas wilayahnya, sehingga tentunya butuh kajian lebih mendalam oleh seluruh komponen termasuk spesialis mata, psikitrik, dan lain-lain.
Jika Anda bertanya pada seorang ahli muskuskeletal, maka tentunya Anda akan mendapatkan jawaban baik, sebab Pokemon Go mengajak penikmatnya untuk lebih aktiv beraktivitas dan tentunya ini cocok untuk kultur masyarakat kota yang latar belakangnya “bekerja kantoran duduk”. Lebih relevan lagi bagi pencegahan obesitas.
Menurut hemat penulis yang juga punya sedikit pengetahuan kesehatan, kuncinya memang ada pada semakin lama Anda bergerak, semakin banyak kalori yang akan terbakar jadi tak heran jika jawaban orang-orang spesialis olahraga punya jawaban baik perihal ini. Sebagaimana penulis paparkan di atas, maka untuk kategori obesitas dan pekerja duduk ini tentunya sebuah kebutuhan, dimana akan lebih baik kegunaannya jika kategori tersebut menggunakannya.
Dari segi mental, Pokemon Go juga mendapat acungan jempol dikarenakan Pokemon Go mendorong penggunanya untuk melakukan gerakan fisik yaitu berjalan untuk mencari Pokemon. Aktivitas inilah yang bisa menurunkan kadar depresi seseorang. Bahkan pihak yang memproduksi Pokemon Go ini mengklaim jika game tersebut bisa menjadi sebuah aplikasi untuk terapi mental. Bukan itu saja, menurut hemat penulis, game ini baik juga untuk penderita stroke.
Namun ada beberapa catatan penting untuk kita telaah bersama-sama. Kecanduan-kecanduan game adalah fenomena efek dari bermunculannya berbagai jenis game, bahkan game sudah menjadi bagian terpenting dari kehidupan manusia. Penulis ibaratkan game adalah kebutuhan primer dalam tatanan masyarakat modern. Sehingga tak heran jika putra-putri bangsa yang lahir saat ini lebih dekat dengan game ketimbang dengan keluarga.
Dalam konteks game, tentunya efek kecanduan sudah pasti ada, sehingga kemudian memunculkan berbagai analisa tentang dampak buruk dari game ini. Seperti kita ketahui bersama juga kecanduan tentunya berefek buruk. Tak perlu teori-toeri modern penulis paparkan, penulis akan mencoba lebih realistis untuk menelaah ini.
Salah satu efek buruk nyata kecanduan adalah pola makan, dimana istilah lupa makan atau bahkan malas makan tentu sering dialami bagi mereka para pecandu game. Hal ini karena konsentrasi dalam menikmati game sangat tinggi. Jika ini terus berlanjut, maka kondisi pencernaan tubuh akan terganggu sehingga menimbulkan beberapa penyakit seperti Gastritis atau dalam istilah tradisionalnya disebut mag.
Selain itu, tentu ini juga tidak asing lagi di telinga kita jika seorang gamer sering punya masalah dengan matanya. Hal ini karena gamer selalu menghadapkan mata pada komputer. Sehingga radiasi yang dipancarkan sangatlah tidak baik bagi kesehatan mata. Kesehatan mata akan terganggu secara tidak disadari, apalagi bagi anak kecil.
Sedikit penulis ingatkan jika tak semua game itu baik. Menurut penelitian yang pernah dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics yang antara lain dilakukan di Seattle Children’s Research Institute (2011), Lowa State University (2010), dan Stanford University School of Medicine (2009), kebanyakan main game bisa mengganggu proses tumbuh kembang anak. Dan masih banyak efek lainnya yang tentunya butuh penelitian yang mendalam.
Belum lagi persoalan keamanan. Jika Pokemon melangkah keluar di malam hari, apakah Anda akan keluar untuk memburu pokemon langkah? Tentunya harus lebih pentingkan keamanan ketimbang Pokemon. Efek dari game Pokemon Go juga, penulis mengkhawatirkan jika game ini bisa mengakibatkan kecelakaan akibat para gamer sudah kecanduaan.
Inti dari segala sesuatu tentunya ada kelebihan dan kekurangan, sehingga seyogyanya kembali ke pribadi masing-masing. Jika digunakan sebijaknya maka manfaat yang didapat juga sama, namun apabila berlebihan hingga kecanduan, maka berbagai efek yang penulis prediksikan bisa saja terjadi dan pastinya mengancam. (Tulisan ini dikirim oleh Abdul Rasyid Tunny, Makassar)