Bulan Ramadan dan Kerinduan Mendalam pada Kampung Halaman

Desa Bajo Sangkuang (foto: indonesiamengajar.org)
Sumber :

VIVA.co.id – Bulan suci Ramadan adalah bulan penuh berkah dan magfirah, semua umat muslim berlomba-lomba menunaikan ibadah dan memohon ampunan dari segala kesalahan yang telah dilakukan. Di bulan suci Ramadan biasanya umat muslim berkumpul bersama keluarga besar dalam menjalankan ibadah puasa.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Bisa berkumpul bersama orang tua, saudara, dan keluarga di kampung halaman dalam menjalankan ibadah puasa adalah kebanggaan tersendiri dan sesuatu hal yang sangat diinginkan oleh semua umat muslim. Karena dengan berkumpulnya sanak keluarga dalam menjalankan ibadah puasa dapat mempererat silaturahmi persaudaraan dan kekeluargaan.

Sayangnya berbeda dengan saya. Kurang lebih empat tahun terakhir saya belum sempat merayakan bulan suci Ramadan berkumpul bersama kedua orang tua, saudara, dan keluarga di kampung halaman tercinta. Hal ini dikarenakan saya adalah seorang mahasiswa dengan berbagai kepadatan kesibukan. Mulai dari kesibukan akademik kampus, organisasi, dan lain-lain. Sehingga belum mendapatkan waktu luang untuk berkumpul bersama keluarga dalam setiap bulan Ramadan.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Kerinduan mendalam sangat terasa oleh saya di setiap kali bulan Ramadan tiba. Menurut saya, ada banyak hal dalam merayakan bulan puasa yang berbeda dengan suasana di kampung halaman saya di ufuk timur Indonesia, tepatnya di Provinsi Maluku Utara, di salah satu desa terpencil di Kabupaten Halmahera Selatan, yaitu Desa Bajo Sangkuang.

Di sanalah kampung halaman saya. Sebuah desa yang tertinggal jauh dari sentuhan teknologi modern. Desa dengan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Masyarakatnya masih mengandalkan jalan kaki untuk beraktivitas sehari-sehari. Desa dengan tingkat pendidikan masyarakat di bawah standar rata-rata. Dan desa yang masyarakatnya menggantungkan diri dengan mata pencaharian sebagai nelayan.

Bantuan untuk Pesantren Mirrozatul Lombok Barat

Terlepas dari semua aspek masalah modernisasi, pendidikan dan penghasilan, Desa Bajo Sangkuang adalah desa yang unik, apa lagi di saat bulan Ramadan seperti ini dimana pemandangan indah terlihat di saat sore hari. Biasanya, di sore hari masyarakat Desa Bajo Sangkuang duduk di jembatan sambil memandangi laut alami yang indah, dibumbui dengan melihat petani-petani yang pulang dari kebun mereka dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Ditambah lagi dengan melihat para nelayan yang akan berangkat ke laut mencari nafkah.

Menjelang waktu berbuka puasa, suara anak-anak kecil desa terdengar berteriak riang, “Illeneee- illeneee!” yang artinya waktu buka puasa telah tiba. Sungguh pemandangan dan suasana desa sangat kental terasa. Ya, itulah Desa Bajo Sangkuang, desa dengan berbagai keunikkan yang tidak bisa diceritakan semua.

Jika dilihat dari aspek potensi alam, Desa Bajo Sangkuang sangat berpotensi di bagian perikanan. Desa Bajo Sangkuang sudah terkenal luas sebagai desa dengan ikan yang melimpah. Semua jenis ikan ada di sana, tetapi sayangnya dengan ikan yang melimpah tidak menjamin tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini karena pengelolaan hasil laut/ikan belum terealisasi dengan baik oleh Pemerintah setempat.

Harapan ke depannya, terkhusus untuk Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan untuk memfasilitasi masyarakat dalam pengelolaan hasil perikanan yang melimpah. Sehingga dengan pengelolaan hasil perikanan yang baik, bisa menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan pendapatan masyarakat.

Walaupun Desa Bajo Sangkuang dari semua aspek belum mendukung, saya Andi Kamal M Sallo sangat merindukan kampung halaman, pemandangan yang indah, dan suasana Desa Bajo Sangkuang tetap di hati dan selalu terbayang di kala kesunyian malam. (Tulisan ini dikirim oleh Andi Kamal, Makassar)

Ilustrasi.

Pergilah Dinda Cintaku

Maafkan aku yang terlalu berlebihan mencintaimu.

img_title
VIVA.co.id
26 Februari 2018