Ramadan sebagai Rekonstruktor Social Behavior
- REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id – Bulan Ramadan mampu merekonstruksi social behavior dari setiap umat yang menjalankannya. Tercatat terdapat tiga hal yang mampu direkonstruksi, yaitu kebersamaan, rasa empati, dan hasrat berbagi. Ketiga-tiganya bisa terwujud diakibatkan aktivitas yang bersifat kontinuitas. Seperti yang dikatakan oleh salah satu presiden AS, bahwa kebiasaan akan menjadi suatu karakter. Ketiganya merupakan habitual action di bulan suci ini yang perlahan-lahan akan mengakar menjadi karakter.
Ketiga social behavior akan mampu memperbaiki keadaan sosial di Indonesia. Lihat saja, pertama adalah kebersamaan. Kebersamaan terbentuk disebabkan banyaknya aktivitas yang mengharuskan dilakukan bersama dan aktivitas yang esensinya akan lebih terasa saat dilakukan dengan bersama.
Contohnya, salat. Salat akan lebih besar pahalanya jika berjamaah. Jadi, dengan dijanjikannya berlipat ganda pahala di bulan suci akan bisa mendorong hasrat mereka untuk selalu salat berjamaah. Kedua, buka puasa, buka puasa akan lebih nikmat ketika dilakukan bersama-sama.
Beberapa contoh di atas menunjukkan kebersamaan yang tidak bisa dilepaskan dari bulan Ramadan. Terwujudnya rasa bersama akan memperbaiki beberapa problematika yang terjadi di Indonesia yang diakibatkan karena minimnya kebersamaan. Seperti kesulitan untuk bersama antara PSSI dan Mempora. Sehingga persepakbolaan Indonesia sempat vakum dan mengakibatkan beberapa orang kehilangan penghasilannya, serta juga menambah angka pengangguran.
Lemahnya rasa empati yang dimiliki oleh bangsa Indonesia mengakibatkan beberapa orang tetap terlantar dan berada di bawah garis kemiskinan. Karena egoisme tetap dijadikan pegangan hidup demi memuaskan hasrat individu. Jika boleh diistilahkan “loe, loe, gue, gue”. Masa bodoh akan keadaan orang lain meski sungguh melarat dan menderita. Hati kita tidak pernah terketuk sama sekali untuk menolongnya atau berbagi kebahagiaan dalam tanda kutip melebarkan kesejahteraan di Indonesia.
Melemahnya hawa nafsu yang mengarah ke hal-hal yang negatif menjadi faktor pendorong untuk melunakkan sifat buruk dan ajang rekonstruksi rasa empati kita. Karena hasutan setan mulai tidak ada, hanya tersisa sifat asli dari seseorang untuk menjadi pendorong dalam melangkah.
Disadari ataupun tidak, pada bulan Ramadan, setiap orang akan sering terketuk hatinya untuk berbuat kebaikan dengan menolong sesama yang membutuhkan. Jadi, seringnya muncul rasa empati nantinya akan menggerakkan dirinya untuk berbuat sesuatu dan melupakan keinginannya.
Rasa empati di atas yang akan menjadi obor akan pengaktualisasian rasa berbagi. Realita menunjukkan banyak orang yang mau berbagi di negeri ini pada bulan Ramadan. Itu bisa disaksikan di berbagai media sosial online ataupun cetak. Pasti akan terlintas di bayangan kita semua, bagaimana jika tidak ada bulan puasa. Umur kehidupan tidak akan berlangsung lama seperti sekarang ini. Jadi, bulan ini bisa dikatakan bulan paling spesial di jagat raya sebagai penambah umur bagi kehidupan.
Jadi, bulan Ramadan menjadi ajang training ketiga social behaviour dan menjadi solusi akan problematika yang terjadi di Indonesia. Ketiganya bisa didapatkan dalam artian menjadi karakter kita hanya pada bulan yang penuh rahmat ini.
Sungguh malang bagi kita semua jika tidak memanfaatkan kesempatan yang sudah ada di depan mata untuk membuat hidup ini move on ke dunia yang lebih baik dan indah. Karena, kunci untuk memperbaiki semuanya yang terjadi hanyalah dari diri kita sendiri. (Tulisan ini dikirim oleh Syahid Mujtahidy, Pamekasan)