Biaya Masuk ke Perguruan Tinggi Makin Mahal
- U-Report
VIVA.co.id – Tahun telah berganti tahun, entah mengapa setiap pergantian tahun biaya untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi semakin mahal. Hal ini seakan menutup kemungkinan bagi masyarakat yang kurang mampu untuk bisa menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
Memang ada program beasiswa dari pemerintah bagi siswa yang kurang mampu untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri seperti program bidik misi. Tetapi kuota yang tersedia untuk menampung calon mahasiswa kurang mampu tersebut hanya puluhan dari ribuan jumlah pendaftar yang mengikuti program bidik misi tersebut.
Padahal jika kita cermati secara seksama, setiap tahun banyak siswa yang ingin menikmati dan melanjutkan pendidikan terutama di pergururuan tinggi negeri. Hal ini bisa kita amati dengan banyaknya jumlah siswa yang mendaftarkan dirinya pada program SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) baik itu jalur undangan maupun jalur tulis. Terutama yang sering saya amati yaitu program SBMPTN jalur tulis.
Di situ saya mengamati betapa banyaknya siswa yang bahkan jumlahnya sampai ribuan siswa mendaftarkan dirinya untuk mengikuti tes tersebut. Namun, sayangnya dari peserta yang jumlahnya hingga ribuan itu kuota yang tersedia hanya sedikit, bahkan hanya sekitar 70-100 kursi (per prodi) yang disediakan bagi peserta yang dinyatakan lulus ujian.
Dari hal tersebut saya mengambil kesimpulan, ternyata banyak sekali kaum pemuda di negeri ini yang ingin sekali melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi terutama melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Namun, yang menjadi kendala yaitu betapa sedikitnya peluang untuk bisa masuk ke dalam Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tersebut. Misalnya dari 700 calon mahasiswa yang mengambil jurusan ekonomi-manajemen mengikuti tes tulis ujian SBMPTN, tapi hanya sekitar 70-90 orang yang dinyatakan lulus ujianlah yang berhak masuk ke PTN yang diinginkannya.
Mengapa seperti itu? Ya, karena kuota yang disediakan memang terbatas dan jumlahnya hanya puluhan. Kemudian sisa-sisa dari para peserta yang lain akan dinyatakan tidak lulus ujian SBMPTN. Para calon mahasiswa yang kurang mampu tidak akan melanjutkan pendaftaran secara reguler ke PTN. Karena apabila masuk secara reguler (bukan melalui tes SBMPTN) biaya administrasi awal terbilang sangat mahal jika dibandingkan dengan biaya di Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Sehingga ketika para peserta ujian SBMPTN dinyatakan tidak lulus, maka mereka lebih memilih untuk mendaftarkan diri ke Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sebagai jalur alternatif dan tujuannya tetap sama yaitu agar tetap bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Namun, ada saja kendala yang mereka temui, yaitu tingginya biaya SPP per bulan di perguruan tinggi swasta tersebut sehingga pada akhirnya banyak juga siswa yang memilih untuk tidak kuliah karena ekonomi keluarga yang terbilang kurang mampu untuk bisa melanjutkan pendidikannya. Bahkan ada yang sampai putus kuliah karena kehabisan dana di tengah perjalanan kuliahnya.
Pada umumnya, ketika kita membandingkan antara biaya untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ataupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) itu tidak jauh berbeda. Jumlah biaya yang dikeluarkan baik itu mulai masuk sampai lulus kuliah, walaupun terdapat selisih tapi perbedaannya hanya sedikit sekali. Sehingga banyak kalangan masyarakat yang memperdebatkan antara perbedaan biaya ini.
Terkadang ada yang sebagian orang berpendapat bahwa masuk ke Perguruan Tinggi Negeri itu lebih murah dari pada masuk ke Perguruan Tinggi Swasta (PTS) karena hanya biaya awalnya saja yang mahal dan biaya per semesternya itu lebih murah dibandingkan PTS. Tetapi di sisi lain juga ada sebagian orang yang mengatakan bahwa PTS itu lebih murah dibandingkan PTN, karena biaya awal masuk lebih murah dan biaya per bulan jika di hitung-hitung juga tidak begitu jauh selisihnya dibandingkan biaya SPP per semester pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Selain biaya mungkin juga banyak yang membandingkan antara kualitas PTN dan PTS, tapi pada akhirnya yang menentukan kualitas itu adalah mahasiswanya sendiri. Sangat disayangkan bagi para siswa yang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi tetapi tidak dapat mewujudkannya karena terkendala oleh biaya.
Mungkin ketika impian mereka untuk masuk perguruan tinggi tidak terwujud maka alternatif satu-satunya yaitu mencari pekerjaan. Tetapi semakin hari peluang atau lapangan kerja di negeri ini terasa semakin sempit. Semakin banyaknya jumlah permintaan akan pekerjaan, menyebabkan semakin bertambahnya jumlah pengangguran. Dampaknya tidak sedikit dari warga negeri kita yang merantau ke luar negeri untuk menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia).
Melihat semakin tingginya biaya ini, saya hanya bertanya-tanya dalam benak saya tentang bagaimanakah cara pemerintah untuk mewujudkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas? Sedangkan tingginya biaya pendidikan ke jenjang universitas menjadi kendala bagi siswa kurang mampu untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Apakah akan selamanya bangsa ini menjadi bangsa yang tertindas? (Tulisan ini dikirim oleh Basori Alwi, Surabaya)