Gagal Nyaleg, Pria Ini Harus Menanggung Hutang Bank
- U-Report
VIVA.co.id – Eddy Siswoyo, pria berusia 50 tahun usai Pemilu 2014 lalu hingga sekarang masih merintih kesakitan. Pasalnya, pria Tionghoa yang tinggal di Ngeluk, Panjunan, Pati, Jawa Tengah ini masih menanggung cicilan pinjaman bank sekitar tujuh ratus juta rupiah. Uang sebanyak itu dipinjamnya dari bank dan dipakai untuk biaya pencalonannya sebagai anggota legislatif (DPRD) Kabupaten Pati pada Pemilu 2014 lalu.
Nama Eddy di kabupaten setempat cukup terkenal. Dia adalah seorang pengusaha yang berbisnis otomotif kecil-kecilan. Namun, ia orang yang tidak enggan merogoh kantongnya jika ada pihak lain yang minta sumbangan kepadanya. Saking banyaknya memberi sumbangan, bisnisnya pun ambruk. Sekarang, ia mencoba bangkit lagi dengan berbisnis memproduksi pakaian olahraga berbahan kaos yang bermerek Priamor. Namun, kebiasaannya yang suka memberi sumbangan tetap saja dilanjutkan.
Tahun 2009, Eddy ditawari sebuah partai untuk dijadikan calon legislatif nomor urut satu. Dengan pertimbangan tertentu, ditolaknya secara halus tawaran tersebut. Tetapi pada tahun 2014, Pemilu kemarin, ada partai lain yang meminta dia maju menjadi calon legislatif (caleg) dan dia malah bersedia. Berhubung tidak punya biaya, Eddy pun nekat meminjam uang di bank. Ternyata hasilnya sangat buruk dan membawa trauma mendalam pada diri Eddy, bahkan masih membekas sampai sekarang.
Betapa tidak? Ketika malam hari setelah pagi dilaksanakannya pencoblosan, pada penghitungan suara, Eddy berhasil unggul 19 suara dari lawan di bawahnya. Tapi aneh, pada esok pagi harinya dia dinyatakan kalah 17 suara dari lawan di bawahnya. "Itulah sulapan dalam dunia politik," tuturnya dengan nada kecewa. Sejak itu, ia memutuskan keluar dari partai yang semula dikaguminya.
Eddy bercerita kalau keinginannya menjadi anggota DPRD Kabupaten Pati bukan untuk mengejar kekuasaan semata. Dia bercita-cita ingin memajukan olahraga di daerahnya karena anggaran APBD Pati untuk bidang olahraga sangat kecil. "Kalau saya jadi anggota DPRD, saya akan memperjuangkan anggaran olahraga yang lebih besar lagi," tambah pria yang sejak sekolah hobi berolahraga, terutama bulutangkis dan sepakbola ini.
Kegamangan Eddy pada dunia politik semakin merasuki dirinya, dia merasa dipermainkan secara politis. "Opo ono, bengi dietung menang, esuke dadi kalah," (Apa ada, malam dihitung menang, paginya jadi kalah) ucapnya dengan bahasa Jawa berdialek Pati. Tahun depan setelah cicilan bank lunas, dia berencana akan mencoba memutar kembali kompetisi Sekolah Sepak Bola (SSB) Pati. Kompetisi SSB atas biaya pribadi Eddy itu kini terhenti, semoga keinginan itu dapat terealisasi. (Tulisan ini dikirim oleh Heru Christiyono Amari, Pati)