Aku yang Dulu, Sekarang, dan Nanti
- Pixabay
VIVA.co.id – Malam yang tenang, sangat asyik sekali jika bernostalgia. Apa yang mau aku kenang aku pun bingung. Semua orang punya masa lalu yang menyenangkan untuk dikenang apalagi masa-masa sekolah dulu. Hmmmm..Apa akunya saja yang kurang bersyukur atau memang aku tak punya kenangan yang menakjubkan, entahlah.
Masa-masa saat SD-ku dulu lumayan bahagia, bermain, memiliki banyak teman wanita, dan banyak disukai teman lelaki. Bahkan, dulu aku punya sahabat lelaki dan kami selalu bertiga, hanya aku sendiri yang perempuan. Nama mereka Memel dan Kiki.
Kiki ini selalu saja mengikuti aku ke mana pun aku pergi. Aku sebut julukannya manukikuk karena seperti ekor, selalu ikut orang terus. Aku tidak pintar-pintar banget, tapi alhamdulillah aku selalu dapat peringkat. Bahkan aku pernah dapat beasiswa dan uangnya aku gunakan untuk membeli pianika, sisanya, ya mungkin diambil sama mama.
Waktu kelas 5 SD aku terpilih masuk kelas unggulan dan berpisah dengan sahabatku. Enak di kelas unggulan karena bisa jalan-jalan ke Kampung Radja gratis. Tapi semenjak itu aku tidak pernah lagi dapat ranking. Hanya saat aku kelas 6 aku berhasil dapat peringkat 10.
Saat itu aku juga dijuluki pendiam. Awalnya mungkin saat aku suka dengan cowok terpintar, tapi tidak akrab sama dia, jadi aku bicara jikalau perlu saja. Sampai-sampai aku diledekin cewek pendiam.
Sakit banget hatiku diledekin seperti itu, apalagi sama Surya, cowok yang aku suka. Dia itu teman akrab aku dari kelas 1 SD, kami bahkan dekat sekali. Tapi entahlah semua berubah. Jerawat pun mulai timbul padahal aku masih kelas 6. Teman aku bahkan sampai jaga jarak kalau sama aku, takut ketularan jerawat katanya.
Tibalah usiaku mulai bertambah, dan aku kini masuk SMP. Selama di SMP aku tidak pernah dekat dengan cowok. Tak ada yang terlalu istimewa, yang bisa aku kenang adalah aku punya sahabat yang sangat nakal dan suka mengganggu orang.
Alhamdulillah, aku masih bisa meraih peringkat, dan saat kelas 8 aku meraih juara umum yang kedua sedangkan di kelas aku juara 1. Itu semua karena aku punya tekad dan keinginan yang sangat kuat. Waktu itu aku ingin sekali punya handphone berkamera, kata bapakku kalau aku dapat peringkat 1 aku akan dibelikan. Makanya aku beruaha kuat dan akhirnya tercapai.
Masuk masa SMA, aku bertemu lagi dengan teman SMP-ku yang bernama Vivi. Dulu dari kelas 1 SMP sampe kelas 3 kami selalu sekelas, tapi tidak di SMA ini. Di kelas 1 SMA aku masih mendapat peringkat. Saat kenaikan kelas 2 aku terpilih masuk jurusan IPA dan bertemu lagi dengan Vivi sampai lulus.
Dalam kelas IPA ada 30 orang, tapi kami selalu berdua saja. Rasanya aku tidak bisa berbaur dengan mereka. Rasanya aku ingin cepat-cepat tamat dari situ, padahal masa-masa SMA kan harusnya paling asyik ya, tapi tidak bagiku.
Di kelas IPA, aku tidak pernah lagi dapat peringkat, hanya masuk 20 besar. Aku merasa tidak pintar, cuma mungkin aku bisa mempertahankan nilaiku agar tetap bagus. Aku ingin seperti mereka yang memiliki percaya diri yang tinggi, berani tampil di depan banyak orang, itulah yang tak bisa aku miliki.
Alhamdulillah lulus dari SMA, aku disuruh bapak masuk akademi kebidanan. Ya, aku menurut saja. Ada sedikit perubahan dalam diriku, lumayan lebih baik dari yang dulu. Tapi tetap saja aku belum merasa percaya diri. Alhamdulillah dari semester 1 sampai sekarang aku semester 4, IP-ku selalu dalam kisaran 3.
Aku ingin sekali seperti temanku, Nina. Dia pintar teori, praktek, wawasan luas, dan berani. Menjadi bidan itu harus cerewet, ramah, bisa meyakinkan, dan ada kemampuan. Sementara aku tidak ada apa-apanya. Tidak tergerak tubuh ini, mau bangkit, tapi rasa takut ,salah, dan malu itu yang menutupi, padahal niat sudah ada.
Entahlah jadi apa aku ini nantinya. Hati kecilku selalu berbicara, “ayo bangkit, mencoba berani mulai dari hal yang terkecil, ayo gapai apa yang kamu inginkan, kejar tekadmu!” Tiga peringkat terbaik akan diterima di rumah sakit nantinya. Apakah mungkin aku bisa mengejar mereka yang sudah jauh nilainya di atasku?
Aku harus bisa! Kita lihat tahun depan yaitu 2017, aku harus selesai dengan indeks prestasi terbaik 3 besar. Aku percaya jika kita yakin, kita pasti bisa. Ya, tentunya diimbangi dengan usaha, berdoa, dan bergerak. (Cerita ini dikirim oleh Uli Susanty, Jambi)