Antara Bell's Palsy dan Karma
VIVA.co.id – Pernah dengar Bell's Palsy? Kalau ada yang bilang itu adalah merek agar-agar, saya sarankan Anda untuk berhenti membaca tulisan ini. Bell's Palsy adalah nama penyakit yang menyerang saraf wajah hingga menyebabkan kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah.
Sebenarnya ini bukan penyakit berbahaya atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Intinya kamu bisa tetap beraktivitas seperti biasa, tapi ya muka kamu jadi enggak karuan bentuknya. Biasanya butuh 2-3 bulan untuk penyembuhan agar muka ganteng dan cantik kamu bisa kembali lagi seperti sedia kala.
Kenapa tiba-tiba saya ngomogin Bell's Palsy? Apa saya terserang virus ini? Untungnya enggak, dan saya berdoa jangan sampai deh terkena virus ini. Sudah dasarnya punya muka enggak ganteng, masa harus ditambah mencong-mencong kayak begitu.
Jadi begini, saya punya teman dekat sejak SMP, kita sebut saja namanya John. Nah, entah kenapa setiap habis pergi sama saya, John ini selalu sial. Satu kali dia pergi sama saya, pulangnya dia harus dioperasi usus buntu karena ususnya kemasukkan bubuk cabai gara-gara makan keripik yang saya beli. Satu kali lagi dia pergi sama saya, pulangnya bibir dia disengat tawon sampai bengkak gede kayak habis ciuman sama tembok. Suatu kali juga dia pergi sama saya, pulangnya dia kena virus Bell's Palsy yang membuat mukanya mencong ke kiri. "Sial banget, muka gue enggak bisa digerakkin. Mencong ke kiri, mata gak bisa nutup," kata dia di telepon.
Dia menambahkan, "Pas gue bangun pagi, muka gue langsung mencong ke kiri. Gue kira kena stroke dong, nyokap gue sampai nangis, bokap gue sampai histeris mengira gue terkena stroke. Umur masih 27 tahun, gue kena stroke, masa depan seolah lenyap dari hadapan gue. Terakhir kan gue pergi sama loe, terus kita makan nasi gila kan? Apa gara-gara nasi gila gue kena Bell's Palsy? Kalau gue kena, loe juga bakal kena dong?!”.
Keringat langsung membasahi tubuh gue. Serius, kalau gara-gara nasi gila dia kena Bell's Palsy itu artinya saya juga bakalan kena. Waduh, gue berkaca sebentar terus sedikit mencongin bibir saya ke kiri sampai saya sendiri takut buat melihat muka saya di cermin. Saya langsung berdoa, “Ya Tuhan, jangan sampai saya kena Bell’s Palsy. Muka sudah pas-pasan begini, masa masih juga dikasih mencong.”
Ternyata tidak. Dua hari berlalu muka saya masih mulus seperti sedia kala. Menurut dokter yang memeriksa teman saya, John terkena Bell's Palsy gara-gara dia terlalu sering pulang malam. Terus dia enggak pakai helm full face sehingga ada virus yang menyerang saraf dia dan hasilnya ya itu tadi, mukanya jadi mencong ke kiri dan matanya tidak bisa menutup. "Besok deh kalau mau ketemuan ya, habis gue pulang gawe.” Isi BBM dia ke saya.
Saya pun bercerita ke mama saya tentang si John dan mama langsung wanti wanti, "Jangan sampai ngetawain atau diejek-ejek ya. Bisa-bisa kamu yang kena!". Saya pun sudah memantapkan diri, kalau besok saya ketemu dia, saya enggak akan ketawa dan enggak akan mengejek. Saya akan bersikap profesional dan menganggap semua biasa saja. Ya, biasa saja seolah tidak ada apa-apa.
***
Sekarang saya sedang berada di sebuah coffe shop menunggu John, sepertinya dia datang terlambat. Tidak berapa lama, dia pun datang. Dan dari jauh saya melihat dia, saya benar-benar tidak bisa menahan tertawa. Mukanya lebih mencong dari yang saya kira. Bibirnya menjorok ke kiri terus matanya melotot gara-gara enggak bisa merem.
Saya sebisa mungkin bersikap cool, sesuai janji ke mama saya. "Hai John," saya menyapanya seolah tidak ada apa-apa. "Ini semua gara-gara loe. Gue doain loe juga kena!" kata dia sambil menunjuk mukanya. Gara-gara dia bilang begitu tawa saya langsung pecah, hahahahahahaha. Aduh, saya benar-benar tidak bisa menahan. “Gila loe John. Pede tingkat dewa. Jalan ke sini gak pake masker, pede amat loe diliatin orang-orang. hahahahahaha."
Lagi asyik-asyiknya bercerita, datang pelayan restoran membawa daftar menu. Awal pas dia datang, dia biasa saja. Tapi pas dia melihat wajah John, muka dia langsung berubah. Dari yang biasa saja berubah menjadi seperti orang habis kontraksi. Setelah puas ngetawain dia dan cerita-cerita, akhirnya saya pamit pulang.
Di kamar, saya baru kepikiran ucapan mama soal karma kalau saya ngetawain dia. Omongan mama kadang ada benarnya dan itu bikin saya takut juga. Bagaimana kalau ternyata pas besok saya bangun pagi, muka saya jadi mencong ke atas? Saya buang jauh-jauh pikiran kotor itu dan mulai memejamkan mata buat tidur.
Besoknya ternyata saya baik-baik saja. Saya bercermin dan muka saya masih “ganteng” seperti biasanya. Saya balas pesan yang masuk dari teman-teman saya dan menyimpan android saya di kantong celana. Tanpa saya sadari, ternyata sebentar lagi saya bakalan kena karma. Saat saya masuk ke toilet untuk buang air kecil, tanpa sengaja android saya merosot dari kantong celana dan sukses masuk ke dalam kloset. Saya enggak sadar kalau saya pakai celana yang kantongnya bolong.
Waduh, saya langsung ambil android itu. Saya sudah enggak peduli android ini baunya sudah kayak gimana, yang penting bisa terselamatkan dulu. Langsung saya jemur, saya kipas-kipas pakai kertas-kertas file, saya tiup-tiup, saya keringkan dengan hair dryer, tapi percuma. Android saya sudah enggak bisa menyala lagi. Oh, My God. Saya baru percaya ini yang namanya karma. Biar muka saya tidak sampai mencong, tapi android saya yang jadi mencong.
"Hahahahahahahaha, bodoh banget. Android loe jadi bau pesing begini. Buang ajalah!" kata John sambil tertawa gila-gilaan dengan muka mencongnya gara-gara mendengar cerita saya. Sekarang saya janjian lagi sama John di cafe terakhir kita ketemu. Kalau kemarin dia yang pasrah gara-gara saya ketawain, sekarang saya yang pasrah melihat dia ngetawain saya habis-habisan. (Cerita ini dikirim oleh Stefanus Sani, Bandung)