Kearifan Memandang Barat dan Timur dari Sisi Sastra
- U-Report
VIVA.co.id – Sastrawan Sigit Susanto, Jumat, 14 April 2016, hadir di Komunitas Pecinta Buku Bandung. Tepatnya di toko buku Ultimus Cikutra, Bandung, penulis asal Boja, Kendal, Jawa Tengah yang selama ini bermukim di Swiss itu kali ini meluncurkan karya terbarunya berjudul “Kesetrum Cinta: Kisah Jenaka Pria Jawa Menikah dengan Perempuan Swiss”.
Selain itu, Sigit Susanto juga membawa dua buku karya Franz Kafka yang diterjemahkan dan telah beredar. “Berbeda dengan dua buku kisah perjalanan saya sebelumnya (Menyusuri Lorong-lorong Dunia jilid 1 dan 2), buku kali ini saya tulis dengan cepat. Tidak butuh rujukan referensi dan semata mengandalkan ingatan. Makanya agak cepat.” katanya.
Acara yang dihadiri oleh para pecinta buku dan aktivis-aktivis pergerakan itu menghadirkan narasumber Faiz Manshur, yang berkiprah pada Pergerakan Kewargaan Civic-Islam. Faiz menilai, buku Kesetrum Cinta itu sebagai bacaan ringan. Bahkan sampulnya pun dibuat sedemikian gaul.
Dalam penilaian Faiz Manshur, itu adalah cara yang tepat dalam mendekati kelompok pembaca tertentu. “Bukunya punya konten yang kuat soal budaya. Tetapi oleh Sigit ditulis secara popular. Artinya, ini bukan golongan pop. Isinya tetap memiliki nilai jika ditinjau dari sisi budaya karena memuat tiga hal yang penting, yaitu pemikiran, etos, dan etika. Antara barat dan timur diuraikan secara baik dengan cara pandang yang arif. Sekalipun muatannya berangkat dari kisah-kisah keseharian, tetapi di dalamnya punya nilai tentang keragaman suku bangsa,” papar Faiz.
Lain daripada itu, muatan isi buku Kesetrum Cinta tersebut menurut Faiz Manshur bisa menjadi tips berharga bagi para penulis yang ingin menuliskan kisah-kisah keseharian. Sebab, selama ini banyak karya tulis yang sulit dipahami hanya karena urusan penuturan. “Penulis yang baik adalah jika ia mampu mendaratkan pemikiran-pemikiran secara bernas dan mudah diserap pengetahuannya sehingga pembaca mudah dalam menyerap nilai-nilai yang disajikan. Nah, Mas Sigit ini perlu diteladani para penulis muda karena dia sangat piawai membawa tema yang yang berat ke dalam model penulisan tutur. Cocok untuk masyarakat lisan seperti Indonesia. Jadi penulis yang baik mesti mampu membuat pencerahan, bukan membuat pusing pembaca,” paparnya lagi.
Faiz Manshur yang sudah sering mengapresiasi karya Sigit Susanto itu menyarankan agar para penulis juga membaca buku-buku karya Sigit Susanto sebelumnya, yaitu Menyusuri Lorong-lorong Dunia Jilid 1 dan Jilid 2. Sebab menurutnya, kedua buku itu selain memberi wawasan tentang kebudayaan negeri orang juga memberikan pelajaran berharga, sebuah bentuk eksperimen penulisan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
“Penulis berani keluar dari pakem-pakem jenis penulisan agar tidak terpasung satu atau dua model penulisan. Karena yang terpenting dalam karya itu nilai dari konten yang disajikan dan cara penyajiannya memikat. Cocok juga menjadi kado untuk para remaja yang ingin mendapatkan gambaran tentang perbandingan kehidupan Eropa dengan Indonesia,“ jelasnya. (Tulisan ini dikirim oleh Ferlitahus)