Musabaqoh Kitab Kuning Kembalikan Khazanah Ilmu Esoterik
VIVA.co.id – Di Institut Studi Islam Fahmina Cirebon, Jumat (31/03/16), di hadapan ratusan kiai-kiai muda progresif, aktivis kampus, dan tokoh lintas iman telah diadakan "Ngaji Ihya" bersama KH. Husein Muhammad. Kiai Maman Imanul Haq selaku SC kegiatan Musabaqoh Kitab Kuning yang diadakan Garda Bangsa PKB, menjelaskan bahwa kegiatan ini meneguhkan kembali PKB sebagai partai berbasis Islam yang lahir dari rahim NU akan selalu menjaga tradisi pesantren, salah satunya pengajian kitab kuning ini.
PKB juga akan terus melibatkan anak-anak muda untuk berperan aktif dalam menjaga geologi keilmuan pesantren dan sekaligus menjaga NKRI dari ancaman radikalisme dan terorisme. Partisipasi aktif dari ribuan santri di 20 provinsi dari penjuru nusantara tidak terlepas dari dukungan para kiai sepuh dari banyak pesantren legendaris dan punya alumni yang menjadi tokoh- tokoh hebat, seperti Lirboyo, Sidogiri, Tegalrejo, Babakan Cuwaringin, dll.
Acara yang akan berlangsung dari awal sampai pertengahan April 2016 ini juga dikhusyukkan dengan "Ngaji Ihya" di beberapa pondok pesantren, kampus perguruan tinggi, dan LSM Kajian Islam. Kegiatan ini dimulai di Cirebon dan akan terus berlangsung di beberapa daerah.
Di Cirebon, Kiai Husein yang didaulat untuk menyampaikan pengantar atas kitab "Ihya Ulumiddin", karya masterpiece Imam al-Ghazali. Kitab yang dipergunakan dalam rangka "Musabaqoh Qira'at Al-Kutub" (lomba baca kitab kuning se-Indonesia) ini.
Imam Al-Ghazali mengatakan "Sungguh, pengetahuan agama yang benar telah lenyap. Cahaya petunjuk jalan lurus di seluruh pelosok bumi telah redup, yang tersisa hanyalah fatwa hukum-hukum formal, atau perdebatan untuk kebanggaan diri, mengalahkan dan menjatuhkan lawan bicara, atau permainan kata-kata yang penuh pernak-pernik yang digunakan oleh “sang penasehat agama” untuk meninabobokan publik awam. Sementara pengetahuan esoterik yang menuntun jalan ke kehidupan abadi di akhirat dan pengetahuan yang ditempuh para ulama Al-Salaf Al-Saleh yang disebut Tuhan sebagai pengetahuan tentang hak dan kewajiban, kebijaksanaan, ilmu, cahaya dan obor petunjuk jalan telah menjadi terlipat atau tenggelam, dan dilupakan orang”.
Menurut Imam al-Ghazali juga, "Para ulama memiliki tanggung jawab besar tentang runtuhnya moralitas para pejabat negara dan rakyat. Penyakit paling berbahaya adalah kehilangan dokter. Para dokter masyarakat adalah para ulama. Tetapi sayang, para ulama sendiri sakit parah." (Tulisan ini dikirim oleh Billy Ariez, Jakarta)