Garda Bangsa Ajak Anak Muda Cegah Kenaikan Suhu Global
VIVA.co.id – Pada hari Selasa, 1 Maret 2016, bertempat di Gedung Lembaga Adat Melayu, Riau, di Pekanbaru dilaksanakan Seminar Nasional Lahan Gambut dan Perubahan Iklim. Acara ini dilakukan atas kerjasama Friedrich Naumann Stiftung, STAI-LE, dan DKN Garda Bangsa.
Tujuan diadakannya seminar ini antara lain untuk mendapatkan informasi dan masukan soal kebijakan pemerintah daerah dalam mengatasi dampak perubahan iklim dan dalam mengelola lahan gambut. Selaian itu, seminar nasional ini juga diharapkan mendapatkan gambaran rencana kebijakan yang akan diimplementasikan oleh pemerintah daerah dalam mengatasi kebakaran lahan gambut.
Hadir dalam seminar ini, H. Sugianto, SH (anggota FPKB DPRD Provinsi Riau), Dr. Sabarno Dwimulianto (Kasubdit Perubahan Iklim dan Perlindungan Atmosfir, BLH Provinsi Riau), dan Billy Ariez (Wasekjend DKN Garda Bangsa).
Dalam sambutannya, M. Husni Thamrin, Programme Officer FNF mengatakan bahwa fenomena kebakaran lahan gambut dan hutan merupakan bencana yang merugikan banyak pihak, dan kita harus mencegahnya terulang setiap tahun. Upaya itu mendapatkan dukungan dari semua kalangan. Sebab kebakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di Indonesia telah berhasil menaikkan suhu rata-rata permukaan bumi secara signifikan.
Sementara itu, Dr. Sabarno Dwimulianto (Kasubdit Perubahan iklim dan Perlindungan Atmosfir BLH Provinsi Riau), menyampaikan bahwa lahan gambut sebagai salahsatu penyumbang emisi. Pada bidang berbasis lahan merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh adanya penimbunan/akumulasi bahan organik dipermukaan tanah hutan atau non hutan yang berasal dari reruntuhan vegetasi di atasnya dalam kurun waktu lama.
Semakian besar total lahan gambut maka semakin besar pula emisi yang dihasilkan. Saat terjadi kebakaran di permukaan, maka lahan gambut yang memiliki cadangan karbon tinggi akan mengeluarkan emisi yang tinggi pula. Tingginya emisi ini harus dicegah dengan lahirnya kebijakan guna mengurangi emisi yang muncul akibat adanya kegiatan kebakaran dan perubahan guna lahan di lahan gambut.
Pembicara dari DPRD Provinsi Riau, H. Sugianto, SH banyak menyoroti lambatnya kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Riau. Padahal bangsa Indonesia memiliki lebih dari 130 kawasan hutan yang merupakan hutan tropis terbesar ke-3 di dunia setelah Brazil dan Republic Demokratik Kongo.
Sektor kehutanan memiliki posisi yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena memiliki peran vital yang tidak tergantikan. Peran kehutanan sebagai penyangga sistem kehidupan, penggerak perekonomian, pembuka keterisolasian wilayah, pencipta lapangan kerja dan faktor penentu perubahan iklim harus selalu dijaga.
Sementara itu, Billy Ariez yang berbicara di akhir sesi menyampaikan pentingnya peran serta pemuda/mahasiswa dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Dimana kesepakatan Paris telah sejalan dengan kebijakan yang diterapkan Pemerintah Indonesia dalam rangka menjalankan kebijakan ekonomi hijau berkelanjutan.
Hal itu dikenal dengan lima prinsip dan arah kebijakan ekonomi hijau berkelanjutan yang antara lain berisi, integrasi nasional, peluang bonus demografi, perhitungan nilai sumber daya alam, ketahanan pangan, energi dan air dan tata kelola pemerintahan yang bersih.
Di akhir sesi, Wasekjend DKN Garda Bangsa ini mengingatkan bahwa Konferensi Pengendalian Perubahan Iklim PBB (COP 21 UNFCC) yang telah berlangsung di Paris tanggal 30 November - 12 Desember 2015 lalu telah menghasilkan beberapa keputusan antara lain, membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat dari tingkat pra industri dan melakukan upaya untuk membatasinya hingga di bawah 1,5 derajat celcius. (Tulisan ini dikirim oleh Billy Ariez)