Sebuah Penantian atau Malah Sebuah Kebodohan?
- U-Report
VIVA.co.id – Berawal dari rasa ilfil melihat tingkah kamu yang terlalu suka bercanda, enggak bisa duduk diam, juga tingkah kasarmu yang kadang keluar. Waktu yang terus berjalan sedikit demi sedikit memusnahkan rasa ilfil itu dalam hati juga pikiranku. Aku memang tidak mengenal dekat dengan dirimu, hanya melihatmu dari jauh. Tapi dari jauh pun aku dapat melihat besarnya kasih sayang yang kamu berikan kepada keluarga dan sahabat-sahabat kamu.
Sikap penyayang kamulah yang melunturkan image jelek pada dirimu dalam benakku. Seiring bergulirnya waktu aku mulai mengagumimu, memperhatikan setiap gerik dan tingkahmu. Semakin lama rasa kagum itu menjadi terasa aneh, karena aku mulai merindukan pertemuan di antara kita. Ya, walaupun jikalau kita bertemu kita hanya bercakap singkat, tapi rasa ingin melihatmu itu yang sering menyesakkan hati.
Saat itu ku tahu kau tidak sendiri, namun tak ada rasa kecewa sedikitpun yang aku rasakan. Justru melihat kesetiaanmu pada pasanganmu membuat rasa itu makin bergejolak di hatiku, dan ku rasa perasaan itu telah membodohkan pikiranku karena menanti sesuatu yang tak mungkin terjadi. Tak ada yang tahu tentang perasaan ini selain Allah, ya “teman” yang setia mendengar keluh kesahku.
Sebagai seorang wanita aku memang tidak bisa berbuat banyak hanya bisa menunggu keajaiban-Nya. Dan tiba-tiba Allah menciptakan suatu momen di mana untuk pertama kalinya aku bisa mendapatkan nomor teleponmu tanpa perlu aku mencarinya, karena kamu tiba-tiba meneleponku. Memang sih kamu telepon tentang hal yang formal dan memang mendesak pada saat itu, namun hati ini serasa melayang mendengar desah suaramu dari balik speaker handphone-ku.
Esok malamnya ketika sedang dinner dengan salah seorang kawan baikku, dia berkata jika kemarin kamu bercerita dan memuji diriku, demi apapun sungguh bahagianya hati ini. Setelah kejadian itu tibalah saat perpisahan kami, dia berkata kepada semua kalau kemungkinan dia akan fokus kepada sekolahnya. Di situ aku merasa sedih karena berarti itu merupakan hari terakhir kita berjumpa. Tapi Allah begitu baik kepadaku, kami dipertemukan kembali saat sedang membantu teman yang sama.
Malam itu di suatu lapangan indoor kita bercanda, dia menggodaku dengan tingkah jailnya, kami bermain tebak tebakan, dan endingnya dia menitipkan kemeja yang ia kenakan karena harus mengurus sesuatu. It's best moment yang pernah aku rasakan. Wangi parfum kemeja yang ia kenakan kala itu menempel pada baju dan jaketku, yang mengurungkan niatku untuk mencuci keduanya karena masih ingin menikmati wangi dirimu.
Waktu terus berjalan, sampai tiba-tiba ketika aku melihat status di media sosialmu, kamu sedang galau karena putus dengan kekasihmu. Rasanya hatiku berpelangi mendengar berita itu, namun melihatmu yang galau aku menjadi ikut merasa sedih. Aku pun kemudian berdoa agar Allah bisa mempersatukan kalian kembali. Namun, ternyata kalian tidak bersatu kembali, tapi aku bersyukur karena kamu bisa kembali ceria walau dengan kesendirianmu. Yah, aku senang melihatnya.
Dan kamu pun berulang tahun, teriknya matahari kala itu sama sekali tak menyurutkan niatku untuk menyetop angkot dan pergi membeli hadiah untukmu. Dengan berjalan kaki ku susuri toko satu persatu hingga menemukan hadiah yang pas untukmu. Malamnya ku desain gambarmu untuk melengkapi hadiah yang ingin kuberikan. Walau masih dua minggu lagi, tapi persiapan hadiah sudah 99 persen, yah 1 persen-nya tinggal cari cara untuk memberikannya saja.
Di hari-H ku putuskan menitipkan kado itu ke temanku. Namun sayangnya momen malam itu tak mendukung untuk pemberian kado tersebut, jadi kembali lagi lah kado itu kepadaku. Dan kuputuskan untuk mengurungkan niatku untuk memberikannya. Kami memang jauh, banyak juga wanita cantik yang suka padanya, tapi entah kenapa rasa itu seakan diberi lem kuat sehingga tak mau lepas dari hatiku. Rasa yang tanpa pamrih kuberikan setulus hatiku.
Sebenarnya aku merasa tersiksa dengan perasaan ini, karena secara tidak langsung aku menutup pintu hatiku sendiri kepada semua orang baru yang ingin mencoba masuk ke dalamnya. Aku sedih melihat kebodohanku sendiri. Aku pun berdoa jika memang dia bukan jodohku tolong jauhkan, tetapi jika ya, maka berilah aku petunjuk. Dan, kemarin tepat satu hari setelah ku meminta petunjuk dari Allah tanpa aku sadari kita menyukai sebuah postingan bersama, aku pun baru menyadarinya ketika sahabatku yang memberitahukannya.
Hatiku berdegup kencang, tanganku dingin, mungkinkah ini pertanda, atau hanya kebetulan saja? Aku tak tahu pasti bagaimana ending cerita ini. Apakah semua kisah ini akan tersampaikan padamu, ataukah hanya menjadi lukisan hatiku di masa lalu? Mari kita lihat bersama, hanya waktu yang bisa menjawabnya. (Tulisan ini dikirim oleh Malisa)