Perjalanan Hidupku Menyedihkan
- U-Report
VIVA.co.id – Pada tahun 1983, aku dilahirkan di Kota Palembang, Sumatera Selatan, dari keturunan darah Minang. Kebersamaanku dengan orangtua tak bertahan lama, saat aku berusia 5 tahun kami di tinggal pergi oleh ayah untuk selamanya menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa.
Namaku Muchlis, orang-orang yang mengenalku biasa memanggilku dengan Boy. Mungkin karena nama akun facebookku Boy Putera Andalas atau Boy van Andalas. Bukan bermaksud apa-apa, aku menulis kisahku melalui surel ini hanya sekadar menceritakan kisah hidupku sebagai pelampiasan rasa kekesalan yang selama ini aku simpan.
Dari umur lima tahun sampai aku kelas 3 Sekolah Dasar (SD), aku dibesarkan oleh nenek, ibu dari ayahku, karena saat itu ibuku kembali ke kampung halamannya untuk kembali bertani. Selama di kampung ternyata ibuku menikah lagi dengan seorang pria.
Di awal aku sekolah, aku sempat tinggal kelas di kelas 1 dan sempat beberapa kali pindah rumah dan tentunya sekolah. Maklumlah waktu itu nenek tak punya rumah pribadi alias ngontrak sana ngontrak sini. Saat aku naik ke kelas 2, atas permintaan paman akhirnya kami tinggal bersama beliau.
Saat ujian kenaikan kelas di kelas 3 tepatnya pada tahun 1995, aku kedatangan seorang perempuan yang nyaris aku tak mengenalnya. Setelah dijelaskan oleh nenek akhirnya aku tahu ternyata dia adalah ibuku. Akhirnya, atas izin nenek aku dibawa pulang ke kampung oleh ibu. Selama di kampung berbagai pekerjaan aku lakukan salah satunya sebagai kuli tani di bawah umur. Hal itu dikarenakan akibat dari krisis moneter pada tahun 1998 dan ibu juga bercerai dangan ayah tiriku.
Pada awal tahun 1999, ibu pergi merantau ke Kampar, Riau, tepatnya di Bangkinang. Alasan ibu merantau karena kehidupan di kampung tidak memuaskan dan demi kelangsungan keluarga, akhirnya di pertengahan tahun 2000, aku menyusul ibu ke Kampar. Selepas tamat sekolah, selang dua tahun kemudian aku mencoba peruntungan di Kota Padang Sidempuan. Di sini aku bekerja sebagai karyawan pangkas rambut.
Selama aku menjadi karyawan pangkas rambut banyak hal yang sudah ku ikuti. Mulai dari Multi Level Marketing (MLM) bahkan investasi valas. Namun, semuanya tak membuahkan hasil. pernah sekali waktu aku berniat membuka usaha sendiri, lagi-lagi terkendala modal. Mau mendapatkan modal saja susahnya minta ampun, apalagi mau pinjam modal dari bank yang harus ada yang namanya jaminan, entah itu sertifikat tanah atau BPKB kendaraan. Tapi sayangnya, aku tak mempunyai itu semua.
Aku menginginkan kembali ke Pekanbaru, Riau, dengan membuka usaha pangkas rambut dengan konsep sendiri. Pertanyaannya, mengapa harus di Pekanbaru? Apakah di Padang Sidempuan tak bisa dibuka? Bisa! Tapi kalau di Padang Sidempuan peputaran ekonomi sangat lambat, bahkan jalan di tempat. Hanya bisa untuk makan saja.
Aku sudah menikah, dan kisah asmara kami tergolong unik. Pertama sekali menginjakkan kaki di Padang Sidempuan, aku berjumpa dengannya. Tepatnya di tempat jualan sarapan pagi milik ibunya. Saat itu aku diajak oleh teman sarapan di sana dan berjumpa saat dia mau berangkat ke sekolah. Pada pandangan pertama itu terbersit di hati kalau suatu saat nanti dia bakal menjadi istriku. Mungkin hanya pertemuan singkat, aku tak begitu peduli. Tapi beberapa tahun kemudian terdengar kabar kalau dia sudah menikah dengan kekasihnya.
Sangat disayangkan, pernikahan dia hanya bertahan setahun saja. Setelah mempunyai anak mereka bercerai, mungkin karena pernikahan mereka tidak direstui oleh kedua orang tua dari kedua belah pihak yang menyebabkan ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Entah karena sudah jodoh atau apa, kami pun kembali bersua di awal tahun 2012.
Pada saat itu ada undangan pernikahan dari sahabatku. Awalnya aku malas datang sendirian karena tak ada yang menemani, tapi saat aku lihat dia sedang ngobrol di warung jualan lontong dengan tetangganya, akhirnya dengan memberanikan diri aku pun bertanya apakah dia mau menemaniku ke pesta pernikahan tersebut. Ternyata dia bersedia menemani. Lucunya, di acara pesta itu banyak sekali yang bertanya siapa dirinya. Tanpa sadar aku menjawab kalau dia adalah istriku, padahal kami belum menikah.
Entah siapa yang duluan memulai, hubungan kami berlanjut menjadi serius sampai setahun kemudian kami pun menikah. Pada saat selesai akad nikah terjadi peristiwa kebakaran tidak jauh dari lokasi acara kami. Saat itu muncul desas-desus kalau peristiwa kebakaran itu ada unsur sabotase dari keluarga mantan suami pertama istriku. Tetapi biarpun demikian, acara kami tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Namun, kini kami tinggal dengan mengontrak rumah bersama mertua laki-laki yang sudah mulai uzur. Sebenarnya tak layak dikatakan rumah sebab sudah lapuk di sana-sini dan atapnya juga bocor ketika hujan datang. Hanya tinggal menunggu waktu roboh. Ingin rasanya mengontrak rumah yang layak, tapi kami tak punya uang yang cukup.
Pernah beberapa kali aku mengajukan proposal hibah dengan tujuan membuka usaha sendiri dan bisa mengontrak atau membeli rumah serta tempat usaha yang layak. Namun, proposal tinggal proposal, satu pun tak ada yang di tindaklanjuti.
Aku hanya bisa pasrah menerima kenyataan. Harapanku memboyong anak istri dan mertua pindah dari kota ini hanya tinggal harapan saja, tentunya bukan tanpa alasan. Selain alasan ekonomi tentu juga alasan keselamatan keluarga sebab sampai hari ini kami sering diganggu dengan black magic yang membuat kami sering merasa tertekan. Demikian kisah singgkatku, aku sangat berterimakasih sekali bagi yang telah membaca kisahku ini. (Cerita ini dikirim oleh Muchlis Piliang)