Problem Putus Sekolah yang Kompleks

VIVAnews - Faktor ketidak mampuan membiayai sekolah atau faktor ekonomi menjadi faktor penyebab yang paling dominan putus sekolah. Kenyataan itu dibuktikan dengan tingginya angka rakyat miskin di Indonesia yang anaknya tidak bersekolah atau putus sekolah karena tidak ada biaya.

6 Pengganti Nasi Ini Bikin Diet Menurunkan Berat Badan Jadi Lebih Cepat

Pendidikan murah atau gratis yang banyak diwacanakan dan diinginkan kalangan masyarakat, memang akan menolong jika ditinjau secara faktor ekonomi, namun kebijakan ini harus juga ditunjang dengan kebijakan yang lain untuk menuntaskan faktor-faktor penyebab putus sekolah lainnya. Karena faktor ekonomi bukan penyebab satu-satunya putus sekolah yang masih tinggi.

Penyebab putus sekolah itu ternyata bermacam-macam, baik internal maupun eksternal dari diri siswa sendiri. Aspek internalnya, yaitu tidak ada keinginan atau motivasi untuk melanjutkan sekolah dalam diri anak. Lalu penyebab eksternalnya adalah selain faktor ekonomi orang tua yang tidak memungkinkan melanjutkan sekolah anak-anaknya.

Pembakar Kotak Suara Pilkada di Jambi Menyerahkan Diri

Kondisi orang tua yang tidak begitu memperhatikan pendidikan sang anak atau tidak begitu memahami makna penting pendidikan juga menyumbang terhadap kemungkinan putus sekolah sang anak. Faktor lainnya juga seperti kondisi keluarga anak yang perhatian orang tuanya kurang juga merupakan penyebab kasus anak putus sekolah.

Lokasi fasilitas sekolah yang jauh, tidak terjangkau, tenaga pengajar yang kurang juga menjadi faktor penyebab putus sekolah Kemudian fenomena pengaruh dari gaya hidup yang konsumtif dan hedonis juga membuat banyak anak-anak yang memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah tersebut.

Prabowo: Pilkada 2024 Berjalan Damai Tanda Masyarakat sudah Dewasa

Mereka ini akhirnya terjebak dalam hidup konsumtif dan hedonis serta meninggalkan pendidikannya. Selain itu, secara umum di beberapa daerah termasuk di Kabupaten Kayong Utara (KKU), pola pikir orang tua juga berpengaruh terhadap melanjutkan atau putus sekolahnya anak-anak mereka.

Karena masih banyak orang tua yang memiliki pola pikir bahwa pendidikan itu dianggap kurang penting, kemudian juga setengah memaksa anaknya membantu mencari nafkah, seperti di daerah pedalaman yang masyarakatnya hidup menggarap lahan pertanian dan jauh dari jangkau fasilitas pendidikan, atau di daerah kepulauan yang anak-anaknya terpaksa ikut melaut bahkan bekerja di jermal-jermal, ini harus ditangani.

Karena biasanya, jika anak-anak ini sudah terbiasa memegang uang dalam arti menghasilkan pendapatan, maka mereka akan menganggap pendidikan itu tak penting. Bahkan secara kultural, juga ada orangtua yang memang tidak ingin anaknya melanjutkan sekolah karena alasan tertentu, ini merupakan sebagian dari faktor penyebab anak putus sekolah.

Oleh karena itu, selain menerapkan kebijakan pendidikan murah nan gratis termasuk menyediakan fasilitas pendidikan yang terjangkau dan menyediakan tenaga pengajar yang siap sedia untuk terjun berjuang ditempatkan di mana saja (bukan yang hanya mengejar status PNS kemudian numpuk di daerah perkotaan).

Maka agenda lain yang tak kalah pentingnya, bahkan termasuk sangat penting dalam upaya menekan angka anak putus sekolah adalah mengubah pola pikir yang menganggap enteng pendidikan, dan menanamkan pola pikir baru kepada para orang tua bahwa pendidikan itu penting.

Sosialisasi atau proses penyadaran ini harus terus dilakukan secara massif dan dengan melibatkan setiap elemen masyarakat dengan sasaran para orang tua peserta didik. Sosialisasi tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak bangsa sekaligus merupakan agenda penyadaran di kalangan orangtua bahwa pendidikan sangat penting untuk bekal masa depan anak.

Karena itu, jika sudah ada kebijakan pendidikan yang murah dan gratis, maka faktor-faktor lain yang menjadi penyebab putus sekolah juga harus disentuh, sebab akan menjadi mubazir jika pemerintah dapat menyediakan sekolah murah dan gratis, tapi belum tentu menjadi jaminan masalah anak putus sekolah bisa teratasi jika faktor-faktor lainnya tak teratasi.

Kimberly Ryder dan Edward Akbar.

Resmi Bercerai dengan Kimberly Ryder, Segini Besaran Nafkah yang Diberikan Edward Akbar ke Anak-anaknya

Kimberly Ryder dan Edward Akbar resmi mengakhiri rumah tangganya. Pengadilan Agama Jakarta Pusat mengabulkan gugatan cerai yang diajukan oleh Kimberly.

img_title
VIVA.co.id
30 November 2024