Memberi Harapan Badak Jawa dengan Habitat Kedua
- Cerita Anda
VIVA.co.id - Saya belum pernah melihat seekor badak di alam liar. Saya hanya pernah melihatnya di kebun binatang sewaktu kecil. Waktu kecil semua hewan yang besar menurut saya adalah menggemaskan. Baik itu gajah, kuda nil, panda, gorilla maupun tentunya badak.
Sekarang saat saya sudah menjadi mahasiswa jurusan konservasi biodiversitas tropika di Institut Pertanian Bogor (IPB), bayangan bahwa hewan besar itu menggemaskan memang tidak lagi sama. Sekarang tentu saya sadar bahwa hewan liar di habitatnya tentu saja tidak jinak. Apalagi badak, hewan yang memiliki cula tajam dengan berat antara 900-2.300 kg dan panjang badan 2-4 meter, saya bisa membayangkan betapa harus berhati-hatinya kita saat bertemu hewan ini di habitat aslinya.
Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus) adalah salah satu dari lima spesies paling langka di dunia. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) mengkategorikan Badak Jawa sebagai terancam punah (critically endangered) dalam daftar Red List Data Book. Selain itu Badak Jawa juga masuk Apendiks I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) karena jumlahnya di alam yang sangat sedikit dan memiliki ancaman kepunahan.
Saya pernah ke Ujung Kulon, tepatnya Cidaon dan Pulau Peucang dalam rangka pelatihan mengenai biodiversitas bersama Universitas Vienna. Pelatihan tersebut memang bukan untuk pengamatan badak, tapi untuk pengamatan burung, capung, kupu-kupu, dan herpetofauna. Apalagi dua lokasi itu memanglah bukan habitat dari Badak Jawa karena penyebaran badak di Ujung Kulon pada umumnya berada di daerah bagian selatan Semenanjung Ujung Kulon yaitu daerah Cibandawoh, Cikeusik, Citadahan, dan Cibunar.
Pada bagian utara penyebarannya berada di daerah Cigenter, Cikarang, Nyiur, Nyawaan, Cimayang, Citerjun, dan Cijengkol. Tapi selama saya berada di Ujung Kulon tersebut saya beruntung karena selalu ditemani salah seorang yang bekerja di Rhino Monitoring and Protection Unit (RMPU). Momen pertemuan tersebutlah yang membuat ketertarikan saya meningkat sekaligus pemahaman saya semakin lengkap, Badak Jawa memang butuh harapan.
Di dunia, Badak Jawa hanya tersebar di Vietnam dan Indonesia. Di Indonesia hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon. Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon relatif kecil berdasarkan laporan WWF hanya berkisar 50 ekor individu. Di Vietnam, Badak Jawa dinyatakan punah akibat perburuan.
Dosen saya pernah berkelakar dalam salah satu kuliah, kalau sejak beliau kuliah hingga sekarang menjadi seorang professor jumlah populasi Badak Jawa selalu diangka 50. Hal tersebut tentu membuktikan satu hal: stagnansi. Bahwa belum adanya sebuah usaha yang berhasil dalam meningkatkan populasi Badak Jawa.
Banyak penelitian menunjukkan Ujung Kulon sebagai habitat Badak Jawa telah mencapai daya dukungnya yaitu pada jumlah individu 50 ekor. Sehingga populasi pada jumlah tersebut adalah tingkat maksimum. Untuk mengatasi hal tersebut saat ini sedang dilakukan pengkajian secara mendalam dan komperhensif mengenai habitat kedua (second habitat).
Beberapa permasalahan lain yang mengancam kondisi populasi Badak Jawa di Ujung Kulon adalah berkurangnya keragaman jenis akibat jumlah individu yang terlalu sedikit, bencana alam, dan invasi Langkap (Arenga obtusifolia) yang menyebabkan menurunnya ketersediaan pakan.
Beberapa lokasi yang sedang dikaji adalah Hutan Baduy, Taman Nasional Halimun-Salak, Cagar Alam Sancang dan Cikepuh. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmat dkk, yang diterbitkan di Jurnal Manajemen Hutan Tropika, menyatakan bahwa preferensi habitat di mana frekuensi kehadiran Badak Jawa dipengaruhi secara dominan oleh tingkat kemiringan, jarak dari rumpang, jarak dari kubangan, dan jarak dari pantai sehinngga beberapa lokasi yang sedang dikaji setidaknya harus mengindahkan kondisi tersebut.
Walaupun hingga saat ini informasi mengenai analisis habitat kedua terus dilakukan. Tapi memang belum ada keputusan di mana akhirnya habitat kedua untuk Badak Jawa. Hal tersebut karena translokasi dan reintroduksi Badak Jawa sangat berisiko tinggi dan membutuhkan dana yang besar.
Saya sepakat bahwa habitat kedua memang adalah harapan untuk habitat Badak Jawa agar populasinya bisa ditingkatkan. Tapi saya juga berharap agar hal tersebut dilakukan dengan hati-hati dengan tanpa menggagu populasi awal serta meminalisir kegagalan. (Cerita ini dikirim oleh Whisnu Febry Afrianto, Bogor)
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?"