Antara Beratnya Rindu dan Pahitnya Kartu Kuning
- VIVA/Fajar GM
VIVA – Fenomena yang ditampilkan dalam film Dilan 1990 di kalangan pemuda menjadi tren di awal tahun 2018 ini. Film yang dibintangi oleh Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Prescilla ini bahkan sudah berhasil mendapatkan empat juta penonton sampai hari ini.
Salah satu dialog dari film Dilan 1990 yang seketika menjadi populer atau viral di dunia maya ialah ketika Dilan melarang Milea untuk merindukannya karena rindu adalah satu hal yang berat. Dalam filmnya, Dilan saat itu diceritakan sedang menelepon Milea dari telepon umum di malam hari.
“Sekarang kamu tidur, jangan begadang. Dan, jangan rindu,” kata Dilan. “Kenapa?” jawab Milea singkat. “Berat. Kau enggak akan kuat. Biar aku saja,” kata Dilan lagi.
Dialog tersebut diambil langsung dari novel Dia adalah Dilanku Tahun 1990 karya Pidi Baiq. Adegan yang ada di dalam trailer tersebut menjadi salah satu adegan favorit yang dijadikan meme oleh para pelaku dunia maya.
Sedangkan, pahitnya kartu kuning menjadi viral di dunia maya saat Zaadit Taqwa, Ketua BEM UI membunyikan pluit dan mengacungkan kartu kuning ke Presiden Jokowi. Kejadian tersebut berlangsung saat Jokowi hadir dalam agenda Dies Natalis Universitas Indonesia di Gedung Balairung UI, Jumat, 2 Februari 2018 silam.
Zaadit Taqwa mengatakan kartu kuning itu adalah peringatan kepada Jokowi bahwa masih banyak tugas-tugas Jokowi yang belum selesai dan harus dikerjakan. Diantaranya musibah gizi buruk Asmat, dwifungsi Polri/TNI dalam masalah penunjukkan perwira tinggi Polri menjadi pelaksana tugas (plt) gubernur (jabatan sipil) yang hanya berlandasan Permendagri No. 1 tahun 2018 dan berbenturan dengan peraturan lainnya, draft Rancangan Peraturan Perundang-undangan (RPP) ORMAWA yang mengekang kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa.
Kepemimpinan bukanlah harta rampasan perang yang bisa dinikmati oleh pemimpin lalu bersenang-senang dengan kata-kata pujian. Kepemimpinan adalah kerja keras dan tanggung jawab. Seorang pemimpin adalah individu yang memiliki kemampuan dengan jiwa terlatih dan mampu melatih individu-individu lain untuk mewujudkan visi yang bersifat seragam serta telah ditentukan. Seorang pemimpin diharuskan mampu melibatkan diri dalam unsur keberagaman sifat anggota yang menjadi tanggung jawabnya.
Saat ini, kami merindukan pemimpin yang ideal dalam memperjuangkan persoalan keumatan dan kebangsaan. Seperti tertuang dalam pasal 4 Anggaran Dasar Himpunan Mahasiswa Islam (AD-HMI) yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridai Allah SWT.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi pengkaderan yang siap membina generasi muda dalam menata kehidupannya dan menciptakan kader-kader yang memiliki jiwa leadership. Dengan demikian HMI akan dapat menjawab tantangan masyarakat dalam menciptakan pemimpin-pemimpin yang dicintai oleh kalangan masyarakat.
Namun, kita bisa melihat kegelisahan sejarawan HMI, Profesor Agus Salim Sitompul dalam bukunya 44 Indikator Kemunduran HMI yang merupakan perwujudan atau representasi persoalan serius yang sedang dialami HMI. Menurutnya, HMI tidak lagi menarik dan sudah tidak mampu menjawab kebutuhan kalangan mahasiswa juga masyarakat pada umumnya.
Hal ini mungkin terjadi karena ketidakseriusan para pemimpinnya. Mulai dari kepengurusan cabang, Badan Koordinasi (Badko)/Daerah, hingga tingkat pusat yaitu Pengurus Besar (PB HMI). Mereka tidak berintegritas dan terjebak pragmatisme yang hanya melanggengkan kekuasaan semata.
Tidak sedikit pula kader ingin menduduki jabatan dengan menempuh berbagai cara yang tidak ideal dan tidak etis. Seperti memaksakan diri sebagai pemimpin dengan berbagai fasilitas yang dimilikinya. Diantaranya uang, popularitas, dan jejaring dengan penguasa dari tingkat daerah hingga nasional.
Walaupun sebenarnya mereka tidak memiliki kualifikasi yang layak untuk menjadi nakhoda di organisasi mahasiswa tertua dan terbesar. Namun banyak juga yang berusaha mencapainya dengan cara-cara yang sesuai aturan dan yang dari segi etis betul-betul mengutamakan kualitas atau kemampuan yang layak.
Seperti halnya fenomena dalam film Dilan 1990 yang tren saat ini di kalangan mahasiswa dan pemuda, yang berat menahan rindu pada kekasihnya. Lalu, Ketua BEM UI yang memberikan kartu kuning ke Presiden Jokowi sebagai tanda peringatan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan.
Maka, kami juga sangat merindukan pemimpin yang ideal dalam menakhodai HMI dalam dua tahun ke depan agar HMI bisa segera berbenah diri dan tidak ketinggalan zaman seperti yang disampaikan Prof. Agus Salim Sitompul.
Terkait dengan kegelisahan yang telah disampaikan oleh Prof Agus Salim Sitompul, kami berharap pada kongres HMI ke XXX di Kota Ambon, bisa menghasilkan para pemimpin yang ideal. Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu membawa misi kelompoknya ke arah yang baik dan tetap teguh merangkul semua anggota kelompoknya.
Sifat karakter utama pemimpin ideal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, baik secara sempit maupun luas. Tentunya seorang pemimpin perlu mengetahui dan memiliki sifat karakter utama pemimpin ideal. Diantaranya pemimpin yang cerdas, pemimpin yang berinisiatif, pemimpin yang bertanggung jawab, pemimpin yang dapat dipercaya serta mampu untuk menyatukan hati anggotanya dan menciptakan keseragaman kelompok demi keutuhan suatu organisasi.
Semoga dalam Kongres HMI ke XXX di Kota Ambon bisa melahirkan pemimpin baru yang membawa pencerahan ke arah yang lebih baik. Tidak hanya untuk dirinya tapi untuk semua anggota HMI. Selamat berkongres dan selamat berdinamika intelektual. Yakin Usaha Sampai, Bahagia HMI, Jayalah Kohati. (Tulisan ini dikirim oleh Maizal Alfian ST, Mahasiwa pasca sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Ketua PAO HMI Badko Jabodetabeka-Banten)