Lima Fakta Berbahaya di Balik Minuman Kekinian Bubble Tea

Ilustrasi bubble drink/bubble tea/minuman bubble.
Sumber :
  • Pixabay/sam651030

VIVA – Masyarakat perkotaan pastilah familiar dengan minuman kekinian yang disebut bubble tea, minuman racikan teh, susu/krim, dan bola-bola kenyal berbahan baku tepung tapioka, gula aren, dan madu.

5 Destinasi Musim Dingin Terbaik untuk Liburan Nataru 2024

Minuman semacam itu mudah sekali ditemui, terutama di pusat-pusat perbelanjaan atau tempat-tempat hiburan. Rasa manisnya, karena semua bahan baku utamanya mengandung gula, disukai banyak orang. Namun, ternyata minuman asal Taiwan itu menyimpan sejumlah risiko berbahaya bagi kesehatan, sebagaimana dijelaskan dr Juwalita Surapsari M.Gizi, SpGk, spesialis gizi klinik, dalam program Ayo Hidup Sehat di tvOne.

Pertama, kadar gula tinggi. Bahan baku utamanya--tepung tapioka, gula aren, dan madu--jelas mengandung banyak gula. Menurut Dokter Juwalita, ada satu penelitian tahuan 2014, yang mengamati komposisi bubble tea dalam satu kemasan, yang ternyata kandungan gulanya sebanyak 38 gram, setara tiga sendok makan gula pasir.

Kapal Perang China Berada di Perairan Taipei, Militer Taiwan Siaga Tinggi

"Jadi, kandungan gulanya memang tinggi banget. Sedangkan orang boleh mengonsumsi gula pasir--bukan penderita diabetes--maksimal cuma empat sendok makan sehari. Satu kali minum bubble tea sudah setara tiga sendok makan gula," katanya.

Kedua, memicu diabetes. Sebetulnya, kata Juwalita, mengonsumsi bubble tea tidak langsung menyebabkan diabetes. Tapi, karena kalorinya tinggi, kadar gulanya tinggi, berarti risiko kegemukan menjadi cukup tinggi. 

'Taiwan Waves of Wonder', Cara Pemerintah Taipei Tarik Wisatawan Indonesia

"Kegemukan kalau dalam waktu jangka panjang bisa menyebabkan resistensi insulin, yang gambarannya seperti diabetes. Bagi anak-anak, orang tua mesti pintar ngasih tahu: kapan boleh atau tidak boleh mengonsumsi bubble tea," ujarnya.

Ketiga, mengandung kalori yang tinggi. Minuman bubble tea biasanya dijual dalam kemasan 500 cc, yang isinya teh, susu, bubble-nya, bahkan kadang kadang ditambahi jelly, puding, dan lain-lain. Maka dalam satu kemasan 500 cc bubble tea biasanya mengandung kalori sampai 300-400. "Itu sama dengan nasi enam sendok dan satu ayam goreng. Itu jangan hanya dianggap minuman, tapi makan--seperti dessert."

Keempat, meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama bubble tea adalah fruktosa. Fruktosa juga terkandung dalam minuman-minuman manis. Di Amerika Serikat, ada regulasi khusus yang mengatur makanan dan minuman dengan tambahan gula. Minuman semacam itu harus dikurangi dalam daftar makanan dan minuman sehari-hari.

"Ada penelitian, kalau kita mengonsumsi minuman seperti tadi, sebanyak satu liter sehari, kira-kira dua gelas bubble tea, dalam enam bulan akan timbul gejala sindrom metabolik, atau malah perlemakan hati," katanya. 

"Kalau kita minum bubble tea dan soda (fruktosa tinggi) setiap hari, ternyata dia bisa menimbulkan sindrom metabolik, atau minimal perlemakan hati. Kalau kebanyakan, itu kayak ditimbun di liver, jadi menyebabkan perlemakan hati. Kalau perlemakan hati ini makin berat, bisa timbul kerusakan. Padahal liver itu fungsinya macam-macam," ujarnya.

Kelima, menyebabkan kecanduan. Rasa manisnya memang diyakini membuat banyak orang, terutama anak-anak, ketagihan. "Karena gula bikin ketagihan; karena gula bikin orang hepi. Tapi bentuk kecanduannya tidak seperti pada kecanduan narkoba. Apalagi anak-anak yang sudah hapal rasa manis, besok dia akan ketagihan," kata Juwalita.

Klarifikasi Mitos

Dia mengklarifikasi anggapan bahwa terlalu banyak mengonsumsi bubble tea dapat menyebabkan kanker. Dahulu, katanya, memang berkembang opini bahwa bubble tea mengandung zat-zat yang dapat menyebabkan bikin kanker. "Tapi itu sudah dibantah, sejauh bubble tea itu dibeli dari tempat yang terpercaya; seharusnya dia menggunakan bahan tambahan yang aman untuk makanan."

Meski bentuk kecil dan licin, bubble tea juga menyimpan bahaya tak langsung lainnya. Butir-butir bubble tea dapat membuat tersedak dan mengganggu saluran pernapasan kalau meminumnya tidak hati-hati, terutama kalau tidak dikunyah alias langsung ditelan.

"Anak-anak yang belum bisa mengunyah dengan baik, atau belum bisa mengatur makanan di mulut, baiknya jangan, karena risikonya tersedak. Begitu juga dengan orang tua (lansia)," katanya.

Kiat Aman

Meski mengandung sejumlah risiko berbahaya, menurut Juwalita, bukan berarti bubble tea sama sekali dilarang untuk dikonsumsi. Boleh saja meminum bubble tea, tetapi dengan takaran atau kadar yang wajar atau bahkan rendah.

"Kalau kita minum bubble tea secara teratur selama enam bulan, akan timbul sindrom metabolik. Jadi, ini boleh diminum tapi sekali seminggu aja, dan tidak disertai minuman manis lainnya," ujarnya.

Terutama jika membeli minuman bubble tea di tempat-tempat yang terpercaya, pelanggan bisa memesan dengan pemanis dengan kadar gula rendah. Penting juga diingat agar tidak menambahkan yang lain-lain, seperti jelly atau cokelat, dalam minuman bubble tea, karena itu akan menambah kadar gula.

Tak kalah pentingnya, meminum bubble tea haruslah juga terlebih dahulu mengunyah bola-bola kenyalnya di mulut sebelum akhirnya ditelan. "Biar membantu pencernaan di lambung dan usus," katanya. (ase)

>
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya