Gagal Jadi Polwan karena Tinggi Badan, Letkol Rosita Kini Berkarier di Militer AS
- Instagram/flip.education
Jakarta, VIVA – Perjalanan hidup Letkol Rosita Aruan Orchid Baptiste adalah bukti bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk meraih mimpi. Dulu, ia sempat minder untuk daftar Polwan karena tinggi badan. Namun, takdir membawanya ke jalur yang berbeda hingga menjadi perwira di militer Amerika Serikat (AS).
Melalui YouTube VOA Indonesia, Rosita bercerita sempat memiliki keinginan menjadi seorang Polwan di Indonesia, tetapi tinggi badannya yang hanya 149 cm membuatnya tak bisa mewujudkan impian itu.
“Saya pernah bilang sama ibu saya pengen jadi Polwan. Karena saya pendek kan gak mungkin jadi Polwan, kecil begini. Artinya dari sisi tinggi badan saya sudah di-stop, gak bisa jadi Polwan, apalagi tentara,” ucapnya Rosita.
Tidak bisa mendaftar sebagai Polwan lantaran persyaratan tinggi badan minimal 160 cm, membawa Rosita ke jalur yang berbeda hingga akhirnya ia menjadi perwira militer AS.
Perjuangan awal di Amerika
Ketika baru tiba di Amerika, Rosita yang merupakan mantan wartawan Warta Ekonomi ini mencoba melamar pekerjaan sebagai wartawan. Namun, karena belum memiliki pengalaman bekerja sebagai wartawan di AS, ia kesulitan mendapatkan pekerjaan di bidang jurnalistik.
Demi bertahan hidup, Rosita akhirnya bekerja sebagai kasir di Burger King dengan gaji 6,25 dolar per jam. “Di Burger King itu, kalau lagi gak ada pelanggan, kita harus bersih-bersih meja, bersih-bersih WC,” kenangnya.
Pekerjaan ini bukan hal yang mudah baginya, bahkan pada hari pertama bekerja, ia menangis saat harus membersihkan toilet. “Saya telepon ibu saya di Jakarta, saya bilang gak kebayang saya kerja di Amerika harus bersihin WC. Tapi, ya, itulah hidup,” imbuhnya.
Awal Bergabung dengan Militer AS
Melihat perjuangan Rosita, suaminya yang pernah bertugas di Angkatan Darat Amerika Serikat menyarankan agar ia bergabung dengan militer. Rosita akhirnya memberanikan diri untuk mendaftar. Ia menyebut, salah satu kelebihan sistem perekrutan militer AS adalah tidak adanya batasan tinggi badan yang ketat seperti di Indonesia.
“Mereka itu gak memandang tinggi badan, jenis kelamin,” kata perempuan berdarah Batak itu.
Namun, ujian pertama yang ia jalani tidak berjalan mulus. Rosita gagal dengan nilai 29, sementara nilai minimal yang dibutuhkan adalah 31. Tidak menyerah, ia mempersiapkan diri lebih baik dan mengikuti ujian ulang sebulan kemudian. Hasilnya, ia berhasil lolos.
Saat bertugas sebagai militer AS, Rosita sempat ditugaskan di Jerman selama empat tahun, serta ke Kuwait dan Irak saat berlangsungnya perang pada 2005 silam.
Keberhasilan Rosita meniti karier di militer AS tak lepas dari latar belakang pendidikannya yang merupakan lulusan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara (USU).
“Di Amerika itu kalau masuk angkatan ada jenjang pangkat, karena saya punya gelar Sarjana Hukum, saya gak sempat dipanggil Private First Class (PFC), pangkat langsung Spesialis (SPC) setingkat Kopral,” jelasanya.