Tangis Warnai Penggusuran Kios di Puncak Bogor, Netizen Malah Dukung Satpol PP

Pembongkaran kios dan warung di sepanjang Jalan Puncak Bogor. VIVA/Muhammad AR
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhammad AR (Bogor)

Kabupaten Bogor, VIVA – Pembongkaran dan penataan kios di wilayah Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memasuki tahap kedua pada Senin, 26 Agustus 2024, dan berlangsung dengan penuh drama. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor yang menggagas langkah ini bertujuan untuk menata kembali kawasan Puncak agar lebih tertib dan teratur.

Namun, langkah tersebut mendapatkan perlawanan sengit dari para pemilik warung yang telah lama menggantungkan hidup mereka di lokasi ini.

Sejak pagi, para pedagang yang mengetahui bahwa kios mereka akan dibongkar telah bersiap-siap untuk menghadapi kedatangan petugas. Ketika tim dari Satpol PP dan aparat lainnya tiba di lokasi untuk menjalankan tugas mereka, suasana segera berubah menjadi tegang.

Para pedagang yang merasa terancam oleh kebijakan ini, menggelar aksi penolakan dengan melakukan orasi di depan petugas. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan tempat mereka berdagang, yang bagi mereka bukan sekadar tempat mencari nafkah, tetapi juga rumah dan sumber penghidupan yang telah mereka tekuni selama bertahun-tahun.

Suasana semakin haru saat tangisan para pedagang mulai terdengar di tengah kerumunan. Mereka memohon dengan segala cara agar warung mereka tidak dibongkar, berharap ada belas kasihan dari pihak yang berwenang. Beberapa dari mereka bahkan terlihat berlutut, memohon dengan air mata yang terus mengalir. 

Salah satu momen paling memilukan adalah ketika Masroh, seorang ibu yang telah lama bermukim di lokasi tersebut, menangis histeris saat melihat tempat tinggalnya yang sekaligus menjadi tempat mencari nafkah mulai dibongkar. Masroh bukan hanya kehilangan tempat berjualan, tetapi juga kehilangan rumah yang telah menjadi bagian dari hidupnya sejak ia lahir.

Seorang Pedagang kios di jalan raya Puncak menolak dibongkar. VIVA/Muhammad AR

Photo :
  • VIVA.co.id/Muhammad AR (Bogor)

Masroh bercerita dengan penuh kepedihan bahwa tempat itu bukan hanya sekadar lahan bisnis baginya, tetapi juga tempat yang memberikan rasa aman dan kenyamanan. "Saya cuma jualan kopi, mie, saya tidak mencari kekayaan. Saya cuma butuh penyambung hidup. Ini tempat tinggal, tempat berjualan," jelasnya dengan air mata yang terus mengalir.

Macet, Penumpang Meninggal Dunia Diduga Kelelahan di Puncak Bogor

Masroh bukan satu-satunya yang menolak direlokasi ke rest area Gunung Mas, yang disediakan oleh pemerintah daerah sebagai alternatif. Banyak pedagang lain yang juga menolak karena merasa bahwa lokasi baru tersebut tidak menjamin kelangsungan bisnis mereka. Mereka khawatir bahwa pelanggan setia yang telah mereka kumpulkan selama bertahun-tahun tidak akan mau mengikuti mereka ke tempat yang baru, yang menurut mereka kurang strategis.

"Harapannya, saya enggak mau ke rest area karena tempatnya tidak menjamin, saya sudah banyak langganan dari dulu pak. Kalau di sini saja hanya ramai Sabtu-Minggu," ungkap Masroh, menambahkan bahwa lokasi di rest area hanya akan mendatangkan pembeli di akhir pekan, yang tidak cukup untuk menopang kehidupannya sehari-hari.

Gunung Semeru 2 Kali Erupsi Pagi Ini, Kolom Abbu Meletus 500 Merter dari Puncak

Reaksi Netizen

Penggusuran ini pun menjadi sorotan netizen di dunia maya. Namun menariknya, mayoritas netizen malah mendukung aksi penggusuran yang dilakukan Satpol PP. Pasalnya, para pedagang dianggap menempati tanah ilegal dan kerap mematok harga mahal terhadap para pengunjung.

Catat! Kawasan Puncak Terapkan Gage hingga One Way saat Long Weekend Maulid Nabi

“Maaf nih kenapa mereka selalu berlindung di “kami rakyat kecil… butuh uang buat hidup” . Lah, lu kira yang lain ga butuh duit? Tempatnya aja ilegal ya wajar digusur. apalagi ngasih harga ga wajar pula,” tulis seorang netizen.

“es teh 15 ribu dipikir ga cari kekayaan? Biasanya aja 3 ribu,” lanjutnya.
“Parkir aja gocap, astagaaaa,” lanjut yang lain.
”Indomie rebus+telur 35 ribu,” keluh yang lain.
“Kami tidak cari kekayaan, tapi indomih semangkok 30 ribu.”

“Kali ini saya bersama pol PP.”
“Kami tidak cari kekayaan, beli makanan buat sendiri tapi harganya behh... kering dompet.”
“Dagang di tanah negara, pas digusur marah marah.”
“Harganya mahal-mahal ya, mungkin sewa lapaknya juga mahal kali yah. serem kali kalau ke puncak.”

“ya lu pada patok harga ga karuan tingginya, dari yang gua liat dari beberapa orang yang udah pengalaman ke sana aja ya kali es teh doank bisa ampe 20k, ada yang bilang 30k malah, itu masih es teh belum jajanan lainnya yang ternyata juga pada mahal mahal banget harganya, ga heran digusur.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya