Alasan Al Azhar Selama 1.000 Tahun Lebih Konsisten dalam Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Majelis Hukama Muslimin (MHM) menggelar bedah buku Al-Qawl Al-Thayyib dalam Islamic Book Fair 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Hall, Jakarta, Rabu 14 Agustus 2024. Hadir sebagai narasumber, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Amany Lubis dan Anggota Komite Eksekutif MHM yang juga mantan Gubernur NTB, TGB Dr. M Zainul Majdi. Selaku moderator, M Arifin, M.Ag. Hadir juga sejumlah pengunjung dari Malaysia.
“Grand Syekh, dalam berbagai forum nasional maupun internasional menekankan tentang perdamaian, resolusi konflik yang baik, dialog yang baik, serta menghilangkan Islamofobia. Ini jelas sekali dari pandangan Grand Syekh,” tegas Amany Lubis.
Buku Al-Qawl Al-Thayyib merupakan salah satu tulisan Grand Syekh Al-Azhar. Menurut Amany Lubis, Grand Syekh dalam bukunya banyak membahas isu kontemporer. “Masalah perempuan dan keluarga juga dibahas dengan baik. Pandangan beliau untuk kesetaraan sangat mendukung,” tutur Amany.
Grand Syekh, lanjut Amany, juga sangat konsern terhadap masalah olah raga, lingkungan hidup, serta hak hidup anak. Di bidang pendidikan, pandangan Grand Syekh juga sangat maju, terutama dalam ide integrasi ilmu yang sudah dilaksanakan Al Azhar sejak dahulu. “Saya tidak merasakan di Al Azhar ada pemilahan ilmu agama dan umum,” sebutnya.
Hal senada disampaikan TGB Dr M Zainul Majdi. Anggota Komite Eksekutif ini menjelaskan empat hal pokok dari hasil pembacaannya terhadap buku Al-Qawl Al-Thayyib. Pertama, buku ini mencerminkan gerak dan ikhtiar Grand Syekh Al Azhar dalam mewujudkan perdamaian.
“Grand Syekh meyakini sebagaimana Rasulullah meyakini, bahwa tidak ada tanah paling subur untuk tersebarnya Islam selain perdamaian,” paparnya.
Kenapa perlu perdamaian? Menurut TGB M Zainul Majdi, perdamaian menjadikan akal manusia bisa berpikir jernih. Sebab, kalau dalam situasi perang, maka manusia akan berpikir bagaimana bisa menyelamatkan dirinya.
“Apa yang terjadi di Palestina bisa menjadi pelajaran. Yang mereka hadapi adalah bagaimana menyambung nyawa. Karena itu, prinsip menghadirkan tatanan perdamaian menjadi bagian dari maqashid syariah. Allah mengajak pada terciptanya perdamaian,” ujarnya.
“Semua topik di buku ini mencerminkan kerja Grand Syekh dalam menghadirkan perdamaian yang pondasinya adalah kebenaran dan keadilan,” sambungnya.
Kedua, Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Menurut TGB, Grand Syekh dalam bukunya menguraikan alasan Al Azhar selama lebih 1.000 tahun konsisten dalam Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah. Hal itu disebabkan Aswaja lah yang bisa menjadi rumah besar bagi seluruh umat Islam.
TGB mencontohkan bahwa Aswaja sangat ketat dalam membatasi masalah mengkafirkan orang yang berbeda. Rumusannya: tidaklah mengeluarkanmu dari Islam kecuali kamu mengingkari sesuatu yang menyebabkan kamu beriman.
“Perbedaan derajat pengamalan tidak menyebabkan orang keluar dari Islam. Jika ada orang berbeda kualitas amal, maka pandangan kita adalah pandangan kasih sayang. Itulah konsep Aswaja. Ini kata Grand Syekh penting untuk dijaga. Semangatnya menasihati,” paparnya.
“Ketika bicara keyakinan, Grand Syekh mengingatkan betul supaya Islam tetap bisa memberikan hidayahnya dan berkontribusi ke depan, maka perlu dijaga Aswaja. Ini terbukti telah mampu menjadi rumah besar,” sambungnya.
Ketiga, fatwa. Dalam Islam fatwa menempati posisi sangat penting. Sebab, orang Islam ingin tahu apa tuntunan agama dalam sesuatu. Meski demikian, Grand Syekh dalam bukunya mengingatkan agar berhati-hati dalam menyampaikan fatwa.
Keempat, Grand Syekh Al Azhar memberikan perhatian yang sangat luas terhadap kelompok yang terpinggirkan dan terlemahkan. Siapa? Kaum pengungsi. Dalam Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan yang ditandatangani Grand Syekh Al Azhar bersama Paus Fransiskus, disebut juga secara khusus bahwa orang yang kehilangan rumah karena perang, mengungsi, meninggalkan negaranya, maka atas nama kemanusiaan, mereka harus dibela, termasuk juga kaum perempuan dan anak.
“Bahkan Syekh Azhar pernah mengeluarkan fatwa tentang kaum perempuan yang mengejutkan di Mesir. Fatwa itu menunjukkan keberpihakan yang sangat kuat kepada kaum perempuan yang sering mendapatkan perlakuan yang tidak setara sesuai martabat kemanusiaan,” tandasnya.
Islamic Book Fair di Jakarta berlangsung selama lima hari, 14–18 Agustus 2024, dengan tema “Membangun Optimisme Umat melalui Literasi Islami”. Stan MHM akan menampilkan ratusan publikasi dalam berbagai bahasa yang membahas kajian keilmuan dan budaya. Melalui buku terbitannya, MHM terus berupaya menyebarkan pemikiran keislaman yang moderat dan mencerahkan. MHM juga akan menggelar sejumlah seminar dengan menghadirkan sejumlah pembicara ternama.