Langkah Berani Sri Lanka Larang Peternakan Teripang Tiongkok

Wanita di pawai di Sri Lanka memperingati kemenangan militer lawan pemberontak
Sumber :
  • AP Photo/Eranga Jayawardena

VIVA – Menghadapi krisis ekonomi yang mendalam dan kebangkrutan, Sri Lanka diguncang oleh demonstrasi besar pada bulan Juli ini, yang menyebabkan pengunduran diri sejumlah pejabat pemerintah.

Menteri Pertanian Wanti-wanti Calo Proyek ke Jajarannya

Dalam beberapa tahun terakhir, Sri Lanka sering digambarkan sebagai kisah peringatan tentang diplomasi jebakan utang, sebuah negara yang terjerat oleh pinjaman luar negeri yang besar dan proyek infrastruktur ambisius yang telah membebani perekonomiannya.

Baik itu pelabuhan Hambantota, yang sering disebut sebagai contoh nyata diplomasi jebakan utang Tiongkok, atau Pembangkit Listrik Norochcholai, yang telah membebani perekonomian dan menambah masalah kesehatan bagi masyarakat setempat, investasi Tiongkok di Sri Lanka sedang diawasi dengan ketat oleh pemerintah Sri Lanka.

Kembali ke Bisnis Inti, Waskita Karya Tak Akan Ambil Proyek Tol Baru

Dilansir PML Daily, Selasa 9 Juli 2024, contoh terbaru dan signifikan dari pengawasan ini adalah larangan terhadap peternakan teripang yang dioperasikan oleh Tiongkok. Pada tanggal 17 Juni, Menteri Perikanan Douglas Devanand mengumumkan bahwa warga negara Tiongkok tidak akan diizinkan lagi untuk membudidayakan bulu babi di distrik Jaffna.

Pengumuman ini muncul setelah upaya selama bertahun-tahun oleh para aktivis, nelayan lokal, dan masyarakat Jaffna yang telah menyuarakan keprihatinan mereka mengenai dampak buruk dari peternakan ini.

Pastikan Tata Kelola Pengerjaan Proyek, Pulomas Jaya Gandeng Kejari Jaktim

Menurut laporan tahun 2023 yang diterbitkan oleh South Asia Foresight Network berjudul 'The Baneful Existence of Chinese Sea Cucumber Farms in Sri Lanka', peternakan dan penetasan teripang Tiongkok terkonsentrasi di bagian utara negara tersebut, lebih khusus lagi, di sepanjang pantai Jaffna dan Killinochchi.

Teripang Laut

Photo :
  • Pixabay

Laporan tersebut mencatat bahwa industri budidaya teripang di Sri Lanka, yang dulunya merupakan praktik berkelanjutan, menghadapi tantangan yang semakin besar dengan munculnya peternakan berskala besar yang dioperasikan oleh Tiongkok.

Eksploitasi yang tidak terkendali dan pengawasan regulasi yang tidak memadai telah menyebabkan degradasi lingkungan, penangkapan ikan yang berlebihan, perusakan habitat, dan penurunan keanekaragaman hayati laut.

Peternakan Tiongkok yang tidak diatur juga menimbulkan ancaman besar bagi penduduk setempat dengan menghalangi akses mereka ke daerah penangkapan ikan tradisional dengan menangkap ikan secara ilegal di wilayah laut, sehingga merampas sumber pendapatan utama mereka.

Nelayan lokal terpaksa menjual hasil tangkapan teripang mereka dengan harga murah yaitu 1.500 SLR per kilogram, sementara hasil tangkapan tersebut dijual oleh operator Tiongkok dengan harga yang sangat tinggi yaitu 20.000-30.000 SLR per kilogram. Ketimpangan yang mencolok ini menyoroti tekanan ekonomi yang dialami masyarakat lokal.

Larangan ini sangat melegakan bagi para nelayan yang berunjuk rasa yang terus-menerus menuntut agar peternakan teripang Cina ini dilarang. Pada saat yang sama, pemerintah Sri Lanka juga secara aktif mempromosikan peternakan teripang lokal dan lokal, yang sering digambarkan sebagai 'emas hitam' karena harganya yang tinggi. Menurut sebuah artikel oleh EconomyNext, satu kilogram teripang dihargai 20.000-30.000 rupee Sri Lanka tahun lalu.

Sementara penduduk lokal Jaffna menyambut baik keputusan ini, melihatnya dalam konteks geopolitik yang lebih luas, ini merupakan langkah strategis lain yang diambil Sri Lanka untuk menjauhkan diri dari China. Tampaknya negara kepulauan itu kini bertekad untuk menulis ulang narasinya, beralih dari citra korban menjadi mercusuar ketahanan dan reformasi ekonomi strategis.

Para pengunjuk merayakan pengumuman pengunduran diri presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa.

Photo :

Sri Lanka secara aktif berupaya mengimbangi pengaruh China melalui berbagai strategi yang melibatkan diversifikasi kemitraan internasional dan penguatan kebijakan domestik. Salah satu pendekatan penting adalah meningkatkan hubungan ekonomi dan strategis dengan India, termasuk usaha patungan dalam kerja sama infrastruktur dan pertahanan.

Pada bulan November 2023, Sri Lanka menandatangani perjanjian senilai $553 juta dengan US International Development Finance Corp. untuk proyek pengembangan pelabuhan di Kolombo, yang didukung oleh Adani Group dari India. Sri Lanka juga memberikan Proyek Kincir Angin kepada Adani Green Energy untuk membangun dua pembangkit listrik tenaga angin di wilayah utara Mannar dan Pooneryn, setelah membatalkan tender yang dimenangkan oleh perusahaan Tiongkok.

Pada bulan Januari 2024, Sri Lanka memberlakukan larangan selama satu tahun bagi kapal penelitian Tiongkok untuk memasuki pelabuhannya. Selain itu, Sri Lanka juga menjalin kerja sama dengan Jepang, yang telah berinvestasi dalam proyek infrastruktur utama seperti sistem Light Rail Transit di Kolombo dan menyediakan pinjaman lunak dan hibah.

Pada bulan Mei 2024, Sri Lanka dan Jepang sepakat untuk melanjutkan proyek bilateral yang terhenti, termasuk kereta api ringan senilai $1,5 miliar yang didanai Jepang. Sri Lanka sebelumnya telah menarik diri dari proyek tersebut pada tahun 2020 ketika negara itu lebih dekat dengan Tiongkok.

Meningkatkan hubungan dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa, merupakan strategi penting lainnya. Dukungan ekonomi potensial melalui Millennium Challenge Corporation dan perjanjian perdagangan seperti mendapatkan kembali status GSP+ sangat penting dalam hal ini. Sri Lanka juga berpartisipasi dalam organisasi regional seperti ASEAN, SAARC, dan BIMSTEC untuk mendorong kerja sama regional dan integrasi ekonomi.

Keterlibatan dengan lembaga multilateral seperti Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia memberikan dukungan keuangan alternatif dan arahan ekonomi. Upaya gabungan ini bertujuan untuk menciptakan pendekatan yang seimbang dan berkelanjutan terhadap hubungan luar negeri dan pembangunan ekonomi, serta mengurangi ketergantungan yang berlebihan pada Tiongkok.

Ilustrasi/Buruh China

Photo :
  • Businessinsider.com

Sebagai kesimpulan, langkah-langkah proaktif Sri Lanka untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok mencerminkan perubahan strategis menuju diversifikasi kemitraan internasional dan penguatan kebijakan domestik.

Dengan meningkatkan hubungan dengan negara tetangga India, bekerja sama dengan Jepang, dan meningkatkan hubungan dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, Sri Lanka berupaya menciptakan pendekatan yang seimbang terhadap tantangan ekonomi dan geopolitiknya.

Larangan baru-baru ini terhadap peternakan teripang yang dioperasikan Tiongkok merupakan contoh komitmen negara tersebut untuk melindungi kepentingan lokal dan mempromosikan praktik-praktik yang berkelanjutan.

Melalui kerja sama regional dan keterlibatan dengan lembaga-lembaga multilateral, Sri Lanka tidak hanya menjaga kedaulatannya tetapi juga membuka jalan bagi pembangunan ekonomi yang tangguh dan inklusif.

Upaya-upaya bersama ini menggarisbawahi tekad Sri Lanka untuk beralih dari narasi kerentanan perangkap utang menjadi narasi ketahanan strategis dan reformasi ekonomi.

Baca artikel VIVA Trending menarik lainnya di tautan ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya