Heboh! Dior Dihujat, Gegara Harga Jual yang Capai Rp40 Juta Ini Tak Sebanding Biaya Produksi

Tas Lady Dior
Sumber :

VIVA –  Baru-baru ini media sosial dihebohkan kabar mengejutkan yang datang dari brand mewah asal Prancis, yaitu Dior. Bagaimana tidak, rahasia di balik produsen barang mewah mulai dari tas, sepatu, hingga parfum ini, satu demi satu mulai terungkap.

Seperti salah satunya terkait biaya untuk setiap produknya dibanderol dengan nominal tak masuk akal, mulai dari puluhan hingga ratusan juta. Namun siapa sangka, jika nilai tersebut tak sebanding dengan biaya produksi produk yang dibuatnya.

Diketahui dari unggahan akun Instagram @pikology, bahwa Dior berhasil menjual sejumlah produknya dengan nilai fantastis. Namun ternyata nilai tersebut tak sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkannya.

Stasiun televisi Korea JTBC, belum lama ini telah melaporkan eksploitasi imigran dalam produksi tas Dior di Tiongkok.  Dalam laporan dari media Korea JTBC, investigasi yang dilakukan baru-baru ini mengungkapkan bahwa biaya produksi tas mewah Christian Dior, yang dijual sekitar 2850 USD (RP46 juta) di toko sebenarnya hanya menghabiskan 60 USD (980 ribu) atau tidak mencapai hingga Rp1 juta! 

Kritik terhadap praktik ini muncul karena Dior dianggap awalnya terkenal karena produksi tangan dan bahan baku berkualitas tinggi, tetapi kini terungkap bahwa barangnya diproduksi di pabrik nilainya hanya mencapai ratusan ribu.

Dikutip VIVA.co.id dari K Selection, bahwa putusan pengadilan Italia juga mengungkap adanya eksploitasi terhadap imigran ilegal Tiongkok, antara lain untuk memproduksi tas-tas tersebut dengan harga murah, sambil memberinya label sebagai "Buatan Italia".

Terkait hal tersebut, pengadilan Italia memutuskan bahwa 4 subkontraktor mempekerjakan pekerja Tiongkok dan Filipina tanpa fasilitas tidur yang layak, bekerja 24 jam tanpa libur, dan mempercepat produksi dengan mengabaikan keselamatan.

Beberapa pekerja tidur di bengkel agar dapat kembali ke pabrik yang beroperasi 24 jam sehari, tanpa hari libur. Dior diduga mendukung eksploitasi ini dengan tidak memverifikasi kondisi kerja, kemampuan teknis pemasok, atau melakukan audit rutin.

Kini, pengadilan memutuskan jika unit bisnis Dior harus bertanggung jawab karena gagal memverifikasi kondisi kerja sebenarnya atau kemampuan teknis pemasok, atau melakukan audit rutin.

Langkah ini menjadi salah satu upaya untuk mengatasi kekhawatiran bahwa perusahaan-perusahaan "berbiaya rendah" yang dipimpin Tiongkok merugikan industri kulit tradisional Italia, yang memproduksi sekitar 50% barang mewah dunia.


Reaksi Warganet

Sontak saja kabar terkait hal tersebut langsung mengundang banyak reaksi warganet di media sosial.

"Mending mandiri waktunya beli local brand , bagus bagus ko sekarang," tulis warganet.
"Brand lokal jg banyak yg bagus kok," kata lainnya.

Heboh Daging Berbau Busuk Ditemukan di Kantin Sekolah, Orang Tua Minta Pertanggungjawaban

"Org pake brand kyk gini itu sm aja mendukung eksploitasi.. pake brand skincare jg yg no animal tester, pake brand make up yg kira" suppliernya, gk eksploitasi orang kyk di india.. susah emg tp diusahakan," tulis lainnya.

"Perasaan lbh dr 40jt deh ada yg sampe 110jt," kata lainnya.

Pekan TV Fujian, Pintu Baru Menuju Pemahaman Antarbudaya

"Baju tas gak pernh masuk akal rasanya klo dijual beratus juta," sahut lainnya.
"Ya klo ngedukung genosida sih ya gtu, pasti perusahaannya gak bener.. terbukti kan," kata lainnya.

"Udah gak aneh memangnya brand yg lain juga gak? Jelas bgini miris makanya hehe," seru lainnya.

Profesor Politik Analisis Makna Penting di Balik Rute Perjalanan Luar Negeri Prabowo

"Bisnis is bisnis, berarti dior berhasil di dalam segi bisnis nya. Yg salah customernya pd kenyataannya yg mereka beli itu brand bukan kualitas. Kok malah di hujat," seru lainnya.
"Tas seharga 900rebu doang ternyata," tulis lainnya. 

Baca artikel VIVA Trending menarik lainnya di tautan ini.

ETH Zurich - Swiss Federal Institute of Technology

Pintu Universitas di Eropa Mulai Tertutup Bagi Mahasiswa Tiongkok

Mahasiswa Tiongkok, menurut media Jerman, terlibat dalam pekerjaan penelitian yang mungkin memiliki potensi penerapan di dunia militer.

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024