Kisah 2 Pemuda Mualaf yang Bikin Geger, Orang Sekampungnya Auto Masuk Islam

Ilustrasi berdoa.
Sumber :
  • Pixabay/ Hamsan

Jakarta – Mualaf adalah istilah yang merujuk kepada seseorang yang baru memeluk Islam. Kata "mualaf" berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah orang yang hatinya telah dimenangkan atau dilembutkan. Dalam konteks ini, mualaf merujuk pada seseorang yang telah membuka hatinya untuk memeluk agama Islam.

Kisah Mualaf Diego Michiels, Pemain Naturalisasi yang Kritik Timnas Indonesia

Berita tentang seseorang yang menjadi mualaf merupakan suatu kegembiraan bagi umat Muslim. Hal ini menandakan kedatangan seorang saudara baru yang beriman, yang bersama-sama mereka dapat menjalankan ajaran Islam, mematuhi perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.

Cerita-cerita seseorang yang baru mualaf selalu menarik perhatian dan menjadi inspirasi bagi banyak orang, khususnya muslim. Tentu perjuangan seorang mualaf hingga mantap menjadi seorang muslim tidaklah mudah.

Belajar dari Manusia Rp2.000 Triliun Jensen Huang: Filosofi Hidup Tukang Kebun yang Bikin ‘Kaya Raya’

Ilustrasi berdoa.

Photo :
  • Freepik

Orang yang baru masuk Islam di usia dewasa sebetulnya sudah sejak lama. Namun memang tidak seperti era sekarang, ada media sosial yang kerap menjadikannya viral sehingga kabar mualaf seseorang diketahui banyak orang.

Cara PNM Dorong Pemberdayaan Ekonomi Gen Z

Jika menilik sejarah, orang yang mualaf alias baru memeluk agama Islam sudah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW sejak diutus oleh Allah SWT membawa ajaran Islam gencar mengajak orang-orang terdekatnya masuk Islam, kemudian kepada masyarakat Makkah hingga akhirnya kepada penduduk Madinah.

Salah satu kisah mualaf yang menginspirasi adalah masuk Islam-nya dua pemuda pemimpin kabilah di Madinah. Mereka adalah Usaid bin Hudhair dan Sa’ad bin Mu’adz. Mualafnya dua pemuda ini membuat masyarakat yang dipimpinnya mengikuti ajaran yang diserukan Nabi Muhammad SAW.

Dikisahkan, Mush’ab bin Umair yang merupakan pemuda cerdas diangkat oleh Rasulullah SAW sebagai duta Islam berangkat untuk berdakwah ke perkampungan Bani Abdul Asyhal, sebuah kabilah besar di kota Madinah.

Ia berangkat bersama As’ad bin Zurarah, seorang Muslim yang masih memiliki hubungan kerabat dekat dengan Sa’ad bin Mu’adz, tokoh pembesar dari kabilah Bani Asyhal.

Menurut para pakar sejarah, Sa’ad bin Mu’adz masih terhitung putra bibi dari ayah As’ad bin Zurarah. Ketika itu, Sa’ad bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair adalah dua pembesar dari kabilah Bani Asyhal yang sama-sama memeluk agama leluhur mereka dan tinggal di Yatsrib.

Merasa tidak enak karena masih memiliki hubungan saudara dengan As’ad bin Zurarah, maka Sa’ad bin Mu’adz mempersilakan Usaid bin Hudhair untuk menemui Mush’ab bin ‘Umair dan As’ad bin Zurarah terlebih dahulu.

Usaid bin Hudhair pun segera bergegas menemui kedua duta Islam kita ini dengan membawa tombak yang siap dihunuskan kepada keduanya. As’ad bin Zurarah pun datang dengan segenap sumpah serapahnya seraya berkata.

“Apakah kalian datang ke sini dari jauh hanya untuk membodohi orang-orang lemah kami? Menyingkirlah dari sini kalau kalian masih sayang nyawa kalian!”

Dengan penuh ketenangan, Mush’ab bin ‘Umair menjawab, “Maukah engkau duduk untuk mendengarkan ajaran yang kami serukan, sekiranya engkau rela dengan ajaran kami niscaya engkau dapat menerimanya dan sekiranya engkau benci dengan ajaran kami niscaya engkau dapat meninggalkannya.”

Usaid bin Hudhair seraya mengikat tombaknya menjawab, “Baiklah, aku akan duduk di sini mendengarkan penjelasan kalian.”

Alquran (Foto ilustrasi)

Photo :
  • Pixabay

Maka, sahabat Mush’ab pun menjelaskan ajaran Islam dengan lemah lembut serta memperdengarkan suara indah lantunan ayat suci Al-Qur’an. Senyum yang berseri-seri pun tergurat dalam wajah Usaid bin Hudhair. Kemudian, Usaid bin Hudhair mengatakan.

“Sungguh indah ajaran kalian, lantas bagaimana cara kalian masuk ke dalam agama yang indah ini?” Mush’ab bin ‘Umair menjawab, “Mandilah, bersihkan badan dan pakaianmu kemudian bacalah dua kalimat syahadat serta dirikanlah shalat.”

Maka, Usaid bin Hudhair pun melakukan apa yang diperintahkan dan menjalankan dua rakaat shalat. Kemudian, Usaid bin Hudhair mengatakan “Sungguh di kota ini ada seorang tokoh (Sa’ad bin Mu’adz) yang seandainya ia beriman maka berimanlah seluruh kaum dan pengikutnya dan aku akan memanggilnya sekarang agar bertemu dengan kalian berdua.”

Said bin Hudhair pun berlalu dengan membawa tombak kesayangannya untuk menemui kaumnya. Melihat wajah Usaid bin Hudhair yang berseri-seri, kaumnya serta Sa’ad bin Mua’dz merasa kebingungan. Memuncaklah amarah Sa’ad bin Mu’adz, ia merasa bahwa ajaran yang dibawa Mush’ab bin ‘Umair membawa segenap sihir untuk menundukkan hati kaumnya. Sa’ad bin Mu’adz pun bergegas seraya membawa tombaknya,

“Sungguh aku lebih tangguh untuk membunuh keduanya daripada Usaid bin Hudhair”. Sa’ad bin Mu’adz pun menghampiri Mush’ab bin ‘Umair dan As’ad bin Zurarah dengan segenap kemurkaan,

“Keparat kau As’ad bin Zurarah seandainya kita tidak memiliki hubungan kekerabatan niscaya sejak dahulu sudah kutusukkan tombak ini ke kepalamu. Apakah kamu ingin mengepung kabilah kami dengan ajaran yang kami benci?”

Ilustrasi berdoa

Photo :
  • Pixabay

Dengan penuh ketenangan, Mush’ab bin ‘Umair mengatakan, “Maukah engkau duduk untuk mendengarkan ajaran yang kami serukan? Sekiranya engkau rela dengan ajaran kami niscaya engkau dapat menerimanya dan sekiranya engkau benci dengan ajaran kami niscaya kami akan menyembunyikan ajaran kami darimu?”

Sa’ad bin Mu’adz seraya mengikat tombaknya menjawab, “Baiklah, aku akan duduk di sini mendengarkan penjelasan kalian.”

Maka, Mush’ab pun menjelaskan ajaran Islam dengan lemah lembut serta memperdengarkan suara indah lantunan ayat suci Al-Qur’an. Senyum yang berseri-seri pun tergurat dalam wajah Sa’ad bin Mu’adz.

Kemudian, Sa’ad bin Mu’adz mengatakan, “Sungguh indah ajaran kalian, lantas bagaimana cara kalian masuk ke dalam agama yang indah ini?” Mush’ab bin ‘Umair menjawab,“Mandilah, bersihkan badan dan pakaianmu kemudian bacalah dua kalimat syahadat serta dirikanlah shalat.”

Muiz Bocah 12 Tahun yang Rawat 7 Adiknya

Kisah Muiz Bocah 12 Tahun yang Rawat 7 Adiknya, Rela Jualan Demi Penuhi Kebutuhan Sehari-hari

Muizatul Halim, bocah berusia 12 tahun mengorbankan masa kecilnya untuk merawat ibu dan tujuh adik-adiknya. Ia rela berjualan demi penuhi kebutuhan sehari-hari.

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024