Dijuluki Duta PMM, Asnawir Ingin Tingkatkan Kualitas Pembelajaran di Kalimantan

Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 2 Kalimantan Utara, Asnawir
Sumber :
  • Kemendikbudristek

VIVA – Guru yang terus belajar dan mengutamakan kualitas pembelajaran murid adalah kunci transformasi pendidikan di Indonesia. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Platform Merdeka Mengajar (PMM) pada tahun 2022 untuk membantu guru di seluruh Indonesia meningkatkan kompetensinya.

8 orang tewas dan 17 Luka-luka usai Insiden Penusukan di Sebuah Sekolah di China

Ada beberapa cerita menarik mengenai PMM ketika pertama diluncurkan, salah satunya datang dari Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 2 Kalimantan Utara, Asnawir. Asnawir dulunya tidak mengerti dengan PMM, dengan sabar ia mempelajari PMM, menggunakannya dengan serius, dan kemudian merasakan sendiri manfaat aplikasi ini bagi sekolahnya. Ia kemudian berkeliling ke sekolah lain agar ikut memaksimalkan pemanfaatan PMM. Atas dedikasinya itu Asnawir dijuluki sebagai “Duta PMM” oleh para guru di daerahnya.

Semenjak diluncurkan pada awal 2022 lalu sebagai pendukung Implementasi Kurikulum Merdeka, aplikasi PMM telah diunduh oleh lebih dari 3,5 juta guru. Pada mulanya, platform ini dirancang agar dapat membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman tentang Kurikulum Merdeka. Namun, seiring waktu, fasilitas yang disediakan dalam aplikasi ini semakin berkembang. Dalam PMM juga tersedia berbagai sumber ajar di mana bisa membantu peningkatan kompetensi guru secara keseluruhan. Sejak tahun lalu pemerintah mengembangkan PMM sebagai platform yang akan mengintegrasikan pengembangan karier guru.

Cerita Nadia Siswi Kristen di Kota Bogor Sekolah 9 Tahun di Madrasah

Banyak guru di penjuru Indonesia yang mengakui bahwa PMM sangat membantu mereka dalam memperbaiki kualitas pembelajaran, namun tentu saja masih ada perbedaan pandangan di lapangan. Bagi beberapa pihak, keberadaan aplikasi ini menimbulkan tantangan yang berbeda bagi para guru, salah satunya Asnawir.

“Jujur aja, kami juga awalnya bingung seperti apa caranya menerapkan Kurikulum Merdeka, tapi ternyata di PMM ada fasilitas seperti video pembelajaran, pelatihan mandiri. Lalu adanya hal lain seperti fungsi perangkat, asesmen, video bukti karya, dan seterusnya. Dari semua itu akhirnya kami mendapatkan banyak inspirasi untuk menerapkan Kurikulum Merdeka,” ujarnya.

Ruang Kelas Sebuah SD di Sukabumi Ambruk saat Belajar-Mengajar Berlangsung

Seiring perjalanan waktu, Asnawir yang mulanya bingung dengan PMM, lama-lama ia dikenal sebagai “Duta PMM” di Kalimantan Utara. Ini tentu bukan julukan yang datang dari atas ke bawah, dari pemerintah pusat ke individu, melainkan muncul dari kalangan guru itu sendiri, yang menyaksikan langsung dedikasi Asnawir untuk memajukan pendidikan di daerahnya, salah satunya dengan berbagi praktik baik dalam memanfaatkan PMM.

Semuanya bermula dari pandemi Covid 19 lalu. Kondisi itu turut mempengaruhi penurunan jumlah siswa yang mendaftar di sekolahnya. Asnawir mencari cara untuk meningkatkan kembali minat anak-anak untuk mendaftar ke sekolahnya. Saat itu, pemerintah mengenalkan PMM dan Asnawir mencoba untuk memahaminya. Meski sempat bingung tapi kemudian ia mengaku platform tersebut memberikan dampak yang nyata bagi sekolahnya.

“Saat itu teman-teman di sekolah lain belum menggunakan PMM. Kami berani menerapkan beberapa materi-materi di PMM untuk dilakukan di sekolah kami. Kami percaya orang akan tetap memilih sekolah swasta kalau itu berkualitas. Nah, dengan adanya PMM ini, kami mencoba untuk belajar bersama. Luar biasa, dari perkembangan PMM jumlah siswa kami sudah surplus, bahkan sudah indent. Jadi kami merasa bahwa terbantu dengan PMM ini,” ungkapnya senang.

Sebelum adanya PMM, kesempatan pelatihan para guru di Indonesia tidak mudah seperti sekarang ini. Para guru mesti melewati berbagai proses sehingga membutuhkan waktu dan usaha yang cukup panjang sampai akhirnya mendapat kesempatan pelatihan. Bahkan tidak sedikit guru yang sudah mengajar puluhan tahun, belum juga mendapatkan pelatihan karena harus menunggu giliran dan ditunjuk oleh dinas dan satuan pendidikannya.

Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya, logistik, dan juga biaya untuk dapat menghadirkan pelatihan yang merata di seluruh Indonesia. Itu sebabnya, dengan setelah adanya PMM ini, Kemendikbudristek membayangkan bahwa semua guru di Indonesia memiliki kesempatan belajar yang sama dan dengan begitu pendidikan Indonesia akan jauh lebih maju.

Butuh Kesabaran

Berkat capaian yang didapatkan sekolahnya dalam menerapkan PMM, Asnawir berinisiatif untuk mengajak sekolah lain di Kalimantan Utara untuk mendapatkan dampak baik dari pemanfaat aplikasi tersebut.

Asnawir sangat menyadari bahwa melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi kondisi di lapangan sangat berbeda dan beragam di setiap daerah di Indonesia. Kemendikbudristek RI pun memahami hal itu dan kemudian menyediakan berbagai mekanisme untuk mengatasi persoalan yang beragam di masing-masing daerah, di antaranya dengan adanya Komunitas Belajar dan penyediaan tiga opsi untuk melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka.

Artinya, satuan pendidikan diberikan kebebasan untuk memilih cara penerapan Kurikulum Merdeka sesuai dengan kesiapan satuan pendidikan dengan opsi Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi. Selain itu, pembentukan komunitas belajar dalam sekolah dan antar sekolah juga didorong supaya guru dapat saling berbagi praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka.

Ket. Photo: Kegiatan belajar mengajar di SMP Muhammadiyah 2

Asnawir dan sekolahnya melakukan keduanya dengan baik. Ia tak hanya menjalankan tanggung jawab sebagai kepala sekolah, tetapi juga dedikasi untuk memajukan pendidikan di Kalimantan Utara. Saat itu, SMP Muhammadiyah 2 yang dipimpin Asnawir merupakan satu-satunya sekolah yang mendapatkan status “Mandiri Berbagi” dari Kemendikbudristek RI, yang berarti mendapat tanggung jawab untuk membimbing sekolah lain dalam melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka.

Terhitung semenjak Oktober 2022 hingga Oktober 2023 lalu, Asnawir sudah berkeliling mengunjungi lebih-kurang 490 sekolah. Jumlah sekolah itu terus bertambah karena tak sedikit sekolah lain yang memintanya datang memberikan bimbingan kepada para guru untuk memaksimalkan PMM.

Asnawir memahami bahwa di lapangan terjadi perbedaan persepsi dalam menerapkan PMM, sehingga seringkali menimbulkan miskonsepsi tentang platform tersebut, bahkan tak jarang itu membuat banyak pihak merasa PMM hanya merepotkan guru.

“Banyak kawan-kawan menggunakan PMM hanya untuk mengejar centang hijau. Akhirnya kita ajarin kawan-kawan itu menggunakan PMM. Baik fungsi mengajar, belajar, dan  bekerja, di PMM lengkap semua," tuturnya.

Ket. Photo: Suasana pembelajaran kelas di SMP Muhammadiyah 2

“Saya juga meminta guru-guru agar tidak me-skip video pembelajaran di PMM melainkan ditonton sampai habis. Wah luar biasa, setelah itu, mereka jadi paham bahwa kalau hanya untuk mengejar centang hijau ya ilmunya jadi ga dapat, karena ilmunya ada di video-video berbagai. Setelah itu, para guru dapat melakukan aksi nyata sebagai cara untuk menerapkan ilmu tersebut,” ungkap Asnawir mengemukakan salah satu miskonsepsi yang dapat ia luruskan di lapangan.

Asnawir mengatakan bahwa respons para guru sangat mengharukan.

“Pak, kami nggak tahu loh, Pak, apa manfaatnya PMM kalau Bapak nggak masuk begini. Awalnya kami belum tahu manfaat PMM, tapi ternyata di PMM itu lengkap banget ya untuk Implementasi Kurikulum Merdeka,” ujar Asnawir menirukan kembali komentar seorang guru dari sebuah sekolah yang ia kunjungi.

Berbeda dengan miskonsepsi yang mengatakan PMM menambah beban, Asnawir juga mengalami sendiri hal sebaliknya. Platform digital ini justru membuatnya lebih fokus mengurus sekolah. Ia sebagai kepala sekolah tidak perlu menghabiskan waktu untuk kunjungan terus, karena di PMM sudah menyediakan banyak materi.

“Kalau PMM, Bapak dan Ibu kapanpun mau belajar, 15 menit, 20 menit, atau 1 jam, itu Insya Allah bisa,” ujarnya.

Selain itu, Asnawir menekankan kepada para guru tentang pentingnya Komunitas Belajar. Kemendikbudristek mendorong adanya komunitas bagi guru untuk saling belajar justru agar terjadi praktik saling berbagi dan berkembang bersama dalam melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka.

“Kami buat mereka berkelompok dan kami ajari pola berkolaborasi di mana mereka kami suruh mendengarkan video-video itu sampai tuntas. Kalau sudah ditonton sampai selesai, mereka pun dapat berbagi pemahaman,” ungkap Asnawir.

Ket. Photo: Kegiatan Lokakarya Penggerak Komunitas Belajar Kota Tarakan

“Karakteristik dan kondisi sekolah sangat berbeda, tetapi dengan adanya video PMM ini kan tentunya membuat mereka menyadari ada konten penting yang dapat mereka pahami. Lalu, mereka pun dapat mencoba mengkontekstualisasikan ke dalam kondisi lingkup sekolah mereka masing-masing. Dan mereka ternyata bisa begitu,” lanjutnya.

Setelah mengunjungi ratusan sekolah, bahkan hingga dijuluki sebagai “Duta PMM”, Asnawir meyakini bahwa dampak baik PMM hanya bisa dirasakan kalau kita punya keinginan untuk mendapatkan dan mempraktikkan ilmu baru. Bukan sekadar mencari centang hijau.

“Lakukan dengan sabar,” tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya