2 Singa Kena Hukuman Gegara Disebut Menistakan Agama, Kok Bisa?
- Pixabay
Jakarta – Pengadilan Tinggi Kalkuta, India telah meminta pemerintah negara bagian Benggala Barat untuk mengubah nama dua singa di kebun binatang serta cagar alam setelah sebuah organisasi nasionalis Hindu, Vishwa Hindu Parishad (VHP), menganggap nama-nama tersebut sebagai penghinaan terhadap agama.
Dilansir dari Al Jazeera, Rabu, 28 Februari 2024, menyebutkan bahwa kebun binatang Bengal Safari di Benggala Barat telah memicu kemarahan VHP karena menyatukan dua singa yang berasal dari "agama yang berbeda" dalam satu kandang.
Singa betina diberi nama Sita, merujuk pada Dewi Hindu, sementara singa jantan diberi nama Akbar.
Menurut VHP, nama singa Akbar serupa dengan kaisar Mughal pada abad ke-16. Pada masa itu, Akbar memiliki hubungan dengan istri dan penasihat utama yang beragama Hindu.
Meskipun demikian, seperti semua kaisar dinasti Mughal, Akbar juga dipandang negatif oleh kelompok nasionalis Hindu.
"Menurut Anup Mondal, seorang pejabat VHP, Sita tidak boleh tinggal bersama Akbar, Kaisar Mughal," demikian keterangan.
Selain itu, anggota VHP juga menyatakan bahwa memberi nama singa betina dengan nama Dewi Sita merupakan penghinaan terhadap agama. Hal ini diungkapkan dalam sebuah petisi yang menuntut pergantian nama singa di Bengal Safari.
Hakim Pengadilan Tinggi Kalkuta, Saugata Bhattacharyya, juga mempertanyakan alasan di balik pemberian nama kepada kedua singa tersebut. Bhattacharyya menyatakan bahwa hewan tidak seharusnya diberi nama sesuai dengan nama dewa, pahlawan mitologi, tokoh berpengaruh, atau pejuang kemerdekaan.
Selain itu, Bhattacharyya menegaskan bahwa memberikan nama Sita dan Akbar kepada hewan adalah masalah di salah satu negara Asia Selatan itu.
Setelah petisi diajukan, kedua singa tersebut segera dipindahkan ke kandang terpisah untuk memastikan bahwa singa "Muslim" dan singa betina "Hindu" tidak berpasangan di tengah meningkatnya sentimen nasionalis Hindu dalam beberapa tahun terakhir di negara tersebut
Dilaporkan bahwa kedua singa itu tiba di Benggala Barat melalui program pertukaran dengan Taman Zoologi Sepahijala di Tripura yang dikelola oleh Partai Bharatiya Janata (BJP).
Menurut VHP, singa jantan awalnya diberi nama Ram, tetapi otoritas Benggala Barat, yang dikuasai oleh Kongres Trinamool sebagai partai oposisi, kemudian mengganti namanya. Penting untuk dicatat bahwa Ram adalah Dewa Hindu yang merupakan suami Dewi Sita.
Pihak berwenang di Benggala Barat membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa singa-singa itu berasal dari Tripura.
Advokat Benggala Barat, Joyjit Choudhury, memberi tahu pengadilan bahwa nama-nama untuk kedua singa itu bukan ditentukan oleh Benggala Barat, tetapi oleh Tripura. Pihak kebun binatang sedang mempertimbangkan untuk mengganti nama mereka.
Profesor studi budaya di MF Norwegian School of Theology, Religion, and Society, Moumita Sen, mengungkapkan kejutannya atas kasus Sita dan Akbar yang dibawa ke pengadilan. Ia menganggap kasus ini "mengkhawatirkan" dan "politik konyol".
Sen menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi perhatian masyarakat India, karena jika dibiarkan, masalah yang tampak sepele seperti kasus Sita dan Akbar bisa berkembang menjadi "pelanggaran yang berbahaya" yang mengancam kedamaian di India.
"Ini adalah kasus yang mengagetkan saya. Saya melihatnya sebagai ancaman," kata Sen.
"Yang berbahaya dari kasus ini adalah potensi untuk menjadi preseden di pengadilan," tambahnya.