China Dituding Manipulasi Data Pengangguran Milenial dan Gen Z di Tengah Guncangan Ekonomi

Ilustrasi populasi warga China.
Sumber :
  • The Irish Time

Jakarta – Pemerintah China dinilai memanipulasi data pengangguran pada kelompok generasi milenial dan generasi Z. Hal itu terlihat dari data yang tiba-tiba berubah dalam waktu relatif singkat.

Presiden China Xi Jinping: Solusi Dua-Negara Fundamental untuk Perdamaian Palestina

Biro Statistik Nasional China melaporkan pengangguran di antara kelompok demografis berusia 16 hingga 24 tahun adalah 14,9 persen pada Desember 2023. Padahal dalam laporan bulan Juni atau satu semester sebelumnya, angka pengangguran sebesar 21,3 persen.

Direktur Departemen Ekonomi Universitas Nasional Taiwan, Elliott Fan, menuding penurunan angka pengangguran lantaran perubahan metodologi baru pemerintah. Kelompok kategori siswa atau pelajar dikeluarkan dari sampel. Padahal dalam pengumpulan data pengangguran, badan statistik melibatkan para siswa sebagai sampel.

China: Kegagalan Gencatan Senjata di Gaza Akar Penyebab Kekacauan di Timur Tengah

"Penurunan (angka pengangguran) disebabkan oleh Biro Statistik Nasional China yang mengeluarkan siswa dari sampel, bukan karena adanya perbaikan yang solid di pasar tenaga kerja kaum muda,” kata Elliott Fan yang dilansir dari Newsweek, Rabu 31 Januari 2024.

Selain kategori siswa, Fan menyebutkan tiga kelompok masyarakat lain dihilangkan dari sampe. Penghilangan sampel ini, lanjut Fan, membuat data Biro Statistik China terkait angka pengangguran semakin diragukan.

'Jakarta Menyala' Menjadi Trending di X, Pramono-Rano Menang Pilkada Jakarta 2024?

Fan mencontohkan mereka yang bekerja sedikitnya satu jam per minggu masih dianggap bekerja. Padahal satu jam per minggu tidak sesuai dengan standar internasional untuk mengkalibrasi tingkat pengangguran.

Laporan tersebut juga tidak menyertakan orang-orang yang putus asa karena prospek pekerjaan yang suram, namun kemudian menyerah. Biro statistik hanya mensurvei mereka yang tinggal di daerah perkotaan.

Fan menegaskan fenomena ini menunjukkan krisis yang akan terjadi dalam jangka panjang. Pemerintah China sedang menutupi masalah sistemik. Di antaranya angkatan kerja yang menua, penurunan investasi asing, kemerosotan pasar properti, dan penurunan permintaan ekspor global.

Di sisi lain, Direktur Institut Tiongkok di SOAS University of London, Steve Tsang mengatakan penerima manfaat terbesar dari metodologi pelaporan data statistik ini adalah kepemimpinan Partai Komunis China.

"Statistik baru ini mendukung narasi Partai Komunis China mengenai perekonomian dan masyarakat China dan dengan demikian menyatukan negara tersebut untuk mengejar ‘Impian China’ sesuai arahan Xi Jinping (Presiden China),” kata Tsang dikutip Newsweek.

Tsang menegaskan langkah membuat statistik menjadi lebih patriotik saja tidak akan membantu perekonomian. Tsang mengatakan cara paling efektif untuk menstimulasi perekonomian adalah dengan memberikan uang kepada mereka yang paling mungkin membelanjakannya—yaitu Generasi Z di Tiongkok.

Namun, Xi Jinping menghindari hal ini dan memilih pendekatan investasi yang diarahkan oleh negara, mulai dari industri hingga infrastruktur

“Uang tidak ditujukan kepada masyarakat konsumen. Bahkan tidak ditujukan untuk layanan seperti kesehatan dan layanan medis serta jaring pengaman sosial, yang dapat mengurangi populasi yang relatif miskin untuk menabung untuk keperluan medis dan kebutuhan darurat lainnya," ungkap Tsang.

Baca artikel Trending menarik lainnya di tautan ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya