Komjen Dharma Sebut Penemu PCR Dibunuh karena Tolak Alatnya Digunakan untuk Tes COVID-19

Mantan Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Komjen Dharma Pongrekun
Sumber :
  • YouTube: Richard Lee

Jakarta – Mantan Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Komisaris Jenderal (Komjen) Dharma Pongrekun menyatakan Ahli Biokimia dan Penemu PCR, Kary Mullis dibunuh akibat menolak alatnya digunakan untuk tes gejala COVID-19.

Pengacara Cantik Nyambi PSK di Bali, Remaja Brutal Bunuh Ayah dan Nenek di Lebak Bulus

Pernyataan Komjen Dharma tersebut bertentangan dengan inforamasi yang selama ini beredar bahwa Kary Mullis meninggal dunia akibat pneumonia di usia 74 tahun pada 7 Agustus 2019 lalu.

Dharma Pongrekun Tunggu Keputusan KPU Sebelum Tentukan Dukung RK-Suswono atau Pramono-Rano

“PCR (polymerase chain reaction) tujuannya bukan buat tes virus, ini cuma garis-garis, ini kloni DNA, penemunya dokter Kary Mullis, tahun 1993, dia mendapatkan nobel,” kata Komjen Dharma di YouTube Richard Lee.

“5 bulan sebelum COVID, dia dibunuh. Memang tidak akan dikatakan dia dibunuh, dia mati karena dia protes tak mau alatnya digunakan,” sambungnya dilihat Selasa, 30 Januari 2024.

Dharma Pongrekun Klaim Menang di Atas 52 Persen Suara, Merasa Dicurangi dari Serangan Fajar

Jenderal Polisi Bintang 3 itu membantah saat pernyataannya dinilai cocoklogi dan sambunglogi oleh Richard Lee. “Time will tell (waktu yang akan menjawab),” tegasnya.

Lebih lanjut, Komjen Dharma blak-balan menyebut pandemi COVID 19 sudah direncanakan sejak 2010 oleh Rockefeller Foundation.

“Covid sudah direncanakan sejak 2010 oleh Rockefeller Foundation dan disimulasikan tahun 2015, lalu dimainkan tahun 2020 untuk Indonesia, tapai kalau di luar sudah disosialisasikan tahun 2019,” kata dia.

Mantan Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Komjen Dharma Pongrekun

Photo :
  • YouTube: Richard Lee

Dharma menilai COVID-19 sengaja diciptakan atau disosialisasikan ke seluruh negara untuk percepatan program digitalisasi. Dia mengklaim bahwa data yang ia sampaikan merupakan hasil temuan intelijen.

“Makanya kenapa COVID di belakangnya ada ‘ID’ Identity Digital. ‘oh itu cocoklogi’ lihat aja, time will time (waktu yang akan menjawab). Kelemahan sains di situ, kalu belum ada data, bukti dan jurnal dia belum bisa melihat benang merah,” kata dia.

“COVID itu adalah singkatan dari Certificate of Vaccine Identity Digital. Lihat sekarang, siapa yang sudah kena (suntik vaksin) akan menerima sertifikat sebagai identitas digital untuk menjadi persyaratan boleh kemana-mana,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya