Kronologi Cekcok Keluarga Pasien dan RSUD Leuwiliang Dipicu Mobil Ambulans Disembunyikan
- Tangkapan Layar: Twitter
Bogor – Baru-baru ini media sosial dihebohkan dengan sebuah video yang memperlihatkan orang sedang marah-marah di lobi Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Leuwiliang, Bogor. Cekcok antara keluarga pasien dengan pihak RSUD tersebut karena mobil ambulans.
Menurut video yang diunggah pemilik akun X, dulunya Twitter, @bogorfess, dijelaskan bahwa ada pasien dalam kondisi koma dan memerlukan pelayanan ambulans dari rumah sakit. Namun, pihak rumah sakit menyembunyikan ambulans ketimbang dipakai oleh pasien tersebut.
Akibatnya, dalam video tersebut tampak beberapa orang pria yang terus memaki-maki petugas rumah sakit sampai harus ditahan oleh orang di sekitarnya.
"Menurut keterangan ada pasien koma butuh ambulan, tapi ambulannya disembunyiin akhirnya ketahuan ambulannya ada di gudang RSUD Leuwiliang Bogor," tulis keterangan dalam video beredar dikutip pada Minggu, 12 November 2023.
Menanggapi video yang beredar, RSUD Leuwiliang buka suara. Melalui Instagram resminya, rumah sakit menjelaskan kronologi kejadian. Pihaknya mengungkapkan bahwa pasien datang pada 9 November pukul 18.15 setelah mengalami kecelakaan.
Pasien tersebut diterima oleh petugas IGD dalam keadaan sadar dan bisa berkomunikasi. Kemudian, dokter melakukan pemeriksaan, terapi, membersihkan luka, merawat luka, memasang spalk kaki kiri, dan memberikan suntikan pereda nyeri.
Pasien disebut bisa dirawat di RSUD Leuwiliang dengan kondisi patah tulang. Namun, jika setelah pemeriksaan memerlukan dokter spesialis bedah syaraf, maka pasien akan dirujuk ke RS yang memiliki dokter spesialis bedah syaraf.
“Ketika dijelaskan prosedur rujukan, keluarga ingin langsung membawa pasien ke rumah sakit lain dengan kendaraan sendiri,” tulis pernyataan RSUD Leuwiliang di Instagram.
Dokter kemudian menjelaskan prosedur rujukan antar rumah sakit melalui sistem pelayanan gawat darurat terpadu (SPGDT) sehingga rumah sakit yang akan menjadi tempat rujukan menjadi tahu kondisi pasien dan kebutuhan pasien.
"Tetapi setelah dijelaskan, keluarga pasien tetap akan membawa pasien memakai kendaraan sendiri," katanya.
"Suami dan keluarga tetap menolak menggunakan SPGDT dan tetap akan menggunakan kendaraan sendiri, dan ternyata petugas rumah sakit melihat telah ada kendaraan yang menjemput pasien tersebut," tutupnya.