Dokter Djaja Sebut Pernah Autopsi Mayat yang Sudah Meninggal 55 Tahun
- Instagram @atmadjads
Jakarta – Ahli forensik dr. Djaja Surya Atmadja atau dokter Djaja yang sempat menangani jenazah mendiang Wayan Mirna Salihin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2016 silam kembali membahas kasus yang menjadikan Jessica Wongso sebagai terdakwa tersebut.
Pada saat itu, dokter Djaja sempat melakukan penyelidikan terkait penyebab kematian Mirna salihin. Namun, setelah melakukan penyelidikan dirinya sebagai saksi yang dihadirkan oleh pihak kuasa hukum Jessica menyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda terkontaminasi sianida di tubuh Mirna seperti yang dituduhkan.
Selama 30 tahunan menjadi dokter forensik, rupanya dr. Djaja Surya Atmadja juga pernah mengotopsi jenazah yang usia kematiannya sudah mencapai 55 hingga 60 tahun. Sehingga masih ada kemungkinan jenazah Mirna Salihin untuk bisa diotopsi. Hal itu diungkap saat dirinya menjadi bintang tamu di podcast dokter Richard Lee.
“Tahu gak berapa lama yang paling lama saya melakukan otopsi? 55 tahun sampe 60 tahun kematian,” ungkap dokter Djaja yang dikutip pada Senin, 9 Oktober 2023.
“(masih bisa diotopsi), tapi ada tapinya, makin lama waktunya makin sedikit yang ketemu,” sambungnya.
Meski masih bisa dilakukan otopsi, namun dalam kasus Mirna dirinya disebut meninggal karena diracun. Karena racun sendiri biasanya terdapat di jaringan lunak tubuh, bukan jaringan keras.
“Ya kalo diotopsi bisa, tapi masalahnya racunnya ada di situ enggak, tergantung jenis racunnya,” kata dokter Djaja.
“Masalahnya gini, sianida itu adanya di jaringan lunak bukan di jaringan keras,” lanjutnya.
Lebih lanjut, dokter Richard Lee merasa penasaran dan menanyakan apakah jenazah Mirna yang sudah 7 tahun meninggal masih bisa diotopsi. Hal itu disebutnya guna mencaritahu penyebab kematian lain selain sianida.
“Kalo dibongkar 7 tahun itu masih bisa dicek gak paru-paru, otak, dan lain sebagainya?” tanya Richard Lee.
“Ya kalo masih ada jaringannya, kita kan mana tau, kan itu kan tergantung dari kondisi di bawah (dalam tanah),” jawab dokter Djaja.
Dirinya memberi contoh jika yang diotopsi adalah bekas luka di bagian luar atau jaringan keras masih bisa, seperti luka bacok di tulang. Namun, untuk racun, termausk sulit karena adanya di jaringan lunak tubuh.